Sekjen PBB Antonio Guterres menyatakan sangat prihatin mengenai meningkatnya tindakan militer belakangan ini, termasuk serangan darat dan pemboman dari udara, di Suriah barat-daya.
Menurut sebuah pernyataan Guterres,yang disampaikan juru bicaranya, serangan itu telah mengakibatkan pengungsian ribuan orang sipil, dan sebagian besar dari mereka mengungsi ke arah perbatasan Yordania. Sekretaris Jenderal PBB itu juga prihatin atas risiko besar yang dapat ditimbulkan serangan ini terhadap keamanan kawasan.
Guterres menyerukan pengakhiran segera tindak militer dan mendesak semua yang berkepentingan agar memenuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional, termasuk perlindungan kaum sipil dan prasarana sipil.
Yordania pernah memperantarai persetujuan gencatan senjata di Suriah selatan antara Amerika dan Rusia bulan Juli tahun 2017.
Tetapi pemerintah Suriah belum menyetujui persetujuan gencatan senjata itu, walaupun sekutunya, Rusia, telah menyetujuinya. Pemerintah Suriah terus menjatuhkan selebaran di kawasan tersebut yang memberi dua pilihan kepada oposisi bersenjata – menyerah atau mati.
Setelah kemajuan yang dicapai pemerintah Suriah, dengan bantuan Rusia dan Iran dalam merebut kembali daerah dari tangan pemberontak tahun 2017, ketiga negara yang bersekutu itu mengalihkan perhatian ke daerah selebihnya di selatan.
Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia, mengatakan bulan Mei lalu bahwa pemerintah Suriah harus bisa menguasai perbatasannya, dan menambahkan bahwa semua pasukan asing harus mundur dari perbatasan selatan.
Departemen Luar Negeri Amerika mengeluarkan pernyataan sebelumnya bulan ini yang mengutarakan keprihatinannya mengenai tindakan pemerintah Suriah yang memperuncing keadaan di barat-daya, dan memperingatkan akan mengambil langkah yang kuat dan wajar atas pelanggaran gencatan senjata oleh pemerintah Suriah, dan menganggap Rusia bertanggung-jawab untuk memaksa pemerintah Suriah mematuhi persetujuan itu.
“Gencatan senjata tersebut harus terus ditegakkan dan dipatuhi,” kata pernyataan departemen luar negeri Amerika itu. [gp/ab]