Keberadaan sekolah-sekolah transisi menjadi pilihan bagi upaya percepatan pemulihan pendidikan di Sulawesi Tengah pasca bencana alam 28 September 2018 silam. Bangunan Sekolah semi permanen itu dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar sambil menunggu pembangunan kembali gedung sekolah permanen oleh pemerintah dalam masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sulawesi Tengah selama dua tahun ke depan.
Sepuluh pejabat kepala sekolah di kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat siang (19/7) menerima kunci bangunan sekolah transisi yang telah selesai dibangun oleh United Tractors, sebuah perusahaan distributor alat berat di Indonesia.Ke-10 sekolah itu adalah Sekolah Dasar Negeri (SDN) Balaroa, SDN Inpres Balaroa, SDN Petobo 1, SDN Petobo 2, SDN 4 Mamba, SDN 2 Sindue, SDN 21 Amal Sindue, Taman Kanak-Kanak PGRI Aman Sindue, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 8 Palu, dan Taman Kanak-Kanak dan Taman bermain Al-Khairat.
Edhie Sarwono, Direktur United Tractors dalam keterangannya kepada wartawan seusai kegiatan Penutupan Program Kemanusiaan United Tractors Group bagi Palu, Sigi dan Donggala mengatakan fasilitas bangunan sekolah transisi itu diharapkan dapat mempercepat pemulihan pendidikan di Sulawesi Tengah. Menurutnya bangunan sekolah transisi itu dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar dalam kurun waktu dua tahun sambil menunggu pembangunan gedung sekolah permanen oleh pemerintah.
“Dengan 10 sekolah yang dibangun itu mencakup, men-support 155 tenaga pendidik dan 1.025 siswa yang kita bantu. Kita ingin lebih tapi sementara ini yang bisa kita lakukan terbaik adalah itu sehingga dengan siswa seperti itu bisa ter-cover untuk mereka kembali pulih semangat untuk menimba ilmu dan membangun karakter yang lebih baik,” jelasnya.
Marlina Aliman Kepala Sekolah Dasar Negeri 1 Petobo kepada VOA mengatakan meskipun bukan bangunan sekolah permanen, namun pembuatan sekolah dasar transisi itu sangat berarti bagi para guru maupun siswa siswi yang sempat cukup lama bersekolah di dalam tenda darurat.
“Sebelum ada bantuan United Tractors ini kami belajar dari tenda darurat yang diberikan oleh Kemendikbud. Kami belajar di situ terdiri dari 5 sekolah dalam satu tenda yaitu terdiri dari tiga sekolah negeri dan dua sekolah swasta,” kata Marlina.
Menurut Marlina, Sekolah Dasar Negeri 1 Petobo ikut terdampak likuifaksi dalam peristiwa gempa bumi 28 September 2018, selain itu satu guru dan tujuh siswa meninggal dunia dalam peristiwa itu. Ia mengatakan cukup lama kegiatan belajar mengajar harus dilakukan di tenda-tenda darurat. Ia melaporkan pasca bencana jumlah siswa di sekolahnya yang sebelumnya berjumlah 232 orang berkurang menjadi 162 siswa. Hal itu menurutnya dikarenakan banyak anak ikut mengungsi bersama orang tua mereka. Ia berharap dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi Sulawesi Tengah pasca bencana alam yang berlangsung selama dua tahun itu, pemerintah bisa menyediakan lahan untuk pembangunan kembali gedung sekolah permanen.
“Yang paling penting dari pemerintah itu adalah menyiapkan lahan untuk dibangunkan sekolah permanen karena sampai saat ini juga kami belum tahu sampai kapan kami berada di sekolah Huntara,” tegasnya.
Ansyar Sutiadi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu mengatakan pihaknya sudah berupaya untuk melakukan perbaikan terhadap bangunan sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) melibatkan dukungan dari Kemendikbud, NGO serta pihak swasta yang untuk saat ini memprioritaskan pada sekolah-sekolah yang rusak parah. Ia menyebutkan perbaikan secara menyeluruh terhadap bangunan-bangunan sekolah yang rusak berat, sedang dan ringan di Kota Palu akan berlangsung selama dua tahun.
“Sebagian kita sudah mulai, bantuan dari Kemendikbud, bantuan dari NGO, bantuan dari swasta, sebagian lainnya masih menunggu, tapi kita dahulukan sekolah-sekolah yang memang terdampak parah. Targetnya dua tahun”
Ansyar Sutiadi menambahkan saat ini secara keseluruhan terdapat 15 sekolah transisi atau semi permanen yang dibangun di sekitar lokasi terdampak bencana alam gempa bumi maupun likuifaksi seperti di Balaroa dan Petobo, sehingga tidak ada lagi anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Meskipun dengan fasilitas yang masih serba terbatas tetapi setidaknya kegiatan belajar mengajar sudah dilakukan di sekolah-sekolah transisi itu. [yl/lt]