Delapan juta penduduk kota New York dikenal sibuk. Dengan penduduk sebanyak itu, banyak pula jumlah sampah yang dihasilkan dan perlu didaur ulang.
Antropolog di Dinas Kebersihan Kota New York, Robin Nagle, mengatakan, “Kepatuhan adalah tantangan besar, dan di kota seberagam New York hal itu selalu menjadi sebuah tantangan.”
Kota New York memproduksi 12 ribu ton sampah setiap hari, namun hanya mampu mendaur ulang 17 persen di antaranya. Salah satu penyebab utamanya, tanpa China mengangkut semua barang bekas itu, daur ulang bisa jadi terlalu mahal.
Howard Husock, cendekiawan senior pada Institut Penelitian Kebijakan Manhattan, menuturkan, “Tak ada satu pun kota di AS yang untung dari daur ulang sampah saat ini. Industri itu menghabiskan uang pemerintah kota di seantero negeri. Sebelumnya, sampah daur ulang ini hanya perlu dikirim ke luar negeri untuk dibuang.”
Sebelumnya, perusahaan pendaur ulang plastik, kertas, gelas dan logam akan membeli sampah dari pemerintah kota. Tapi belakangan, kota-kotalah yang justru membayar perusahaan untuk membuang sampah itu, terkadang ke lokasi yang jauh sehingga memperparah lingkungan.
Kini, baik pemerintah kota maupun pengusaha daur ulang mulai beradaptasi. Sebuah fasilitas baru yang berjarak sekitar satu jam di selatan kota New York diharapkan dapat ‘menyerap’ lebih banyak sampah.
“Kalau sampah ditangani berkali-kali dan dalam jumlah yang banyak, biaya yang harus dibayar masyarakat untuk mendaur ulang menjadi lebih besar,” kata Dominick Mazza, Wakil Presiden Perusahaan Daur Ulang Mazza.
Fasilitas itu, dilengkapi dengan teknologi mutakhir penyortir optik, yang akan menyaring dan memadatkan sampah sehingga mengurangi tenaga kerja dan bahan yang terbuang.
“Kami memperkirakan penghematan bagi penduduk kotamadya Monmouth County lebih dari $2 juta pada tahun pertama,” lanjut James Mazza.
Akan tetapi, jumlah sampah padat kota itu tidak lebih dari tiga persen arus sampah nasional. Para pengamat mengatakan untuk dapat memajukan industri daur ulang sampah medis, pertanian, pabrik dan elektronik, diperlukan investasi yang lebih besar dari perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang-barang tersebut.
“Jika perusahaan-perusahaan mau bertanggung jawab terhadap limbah dari produk yang mereka pasarkan, sehingga hubungan mereka dengan pasar dan konsumen akan bersifat lebih seperti siklus ketimbang satu arah, maka itu akan menjadi langkah yang sangat besar,” jelas Robin Nagle.
Dominick Mazza dari Perusahaan Daur Ulang Mazza, “Jika kita tidak fokus berupaya meninggalkan dunia ini dalam kondisi yang sama atau lebih baik daripada ketika kita memulainya, kita akan membahayakan nasib anak-anak kita dan generasi berikutnya.”
Pemerintah-pemerintah daerah masih menyesuaikan diri setelah kehilangan China sebagai pendaur ulang yang diandalkan, akan tetapi para pakar memperkirakan hadirnya kembali kejayaan industri daur ulang beberapa tahun ke depan, berkat kebijakan-kebijakan baru serta kemajuan teknologi yang dapat menyulap lebih banyak sampah menjadi sumber daya yang bermanfaat. [rd/ka]