Lembaga survei Trust Indonesia merilis data hasil survei elektabilitas calon presiden 2024. Seperti banyak survei lain, nama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tetap menjadi pilihan pertama responden. Namun, Prabowo harus cermat memiliki calon wakil presiden, jika tidak ingin tergelincir.
Nama-nama lain yang muncul berurutan setelah Prabowo, adalah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Ridwan Kamil dan Puan Maharani. Satu catatan penting diberikan Direktur Eksekutif Trust Indonesia Azhari Ardinal kepada Prabowo. Jika ingin menang, dia tidak boleh salah memilih pendamping di 2024.
“Penentuan kriteria calon wakil presiden harus hati-hati dilakukan, karena sangat menentukan strategi kemenangan. Sekalipun Prabowo Subianto memiliki elektabilitas yang tinggi, namun jika salah memilih pasangan calon wakil presiden, maka dapat menurunkan elektabilitasnya,” kata Azhari.
Trust Indonesia juga menemukan data, pasangan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, jika terwujud, mampu mengalahkan semua pasangan calon lain.
“Dalam elektabilitas capres dan cawapres, kita temukan bahwa Anies Baswedan berpasangan dengan Ganjar Pranowo, maka peluang kedua kandidat ini sangat besar. Bahkan apabila jika head to head dengan siapapun pasangan calonnya,” tambah Azhari.
Prabowo Selalu Tertinggi
Dalam simulasi dengan jumlah nama berapapun, Trust Indonesia menemukan bahwa Prabowo tetap tidak akan terkalahkan. Jika tiga nama dipilih, Prabowo, Anies dan Ganjar muncul berurutan. Jika nama Puan Maharani dijadikan pilihan dari tiga nama, dia akan berada di urutan terakhir dengan selisih suara cukup lebar.
Sementara jika simulasi dilakukan dengan pasangan nama capres dan cawapres dimunculkan bersamaan, kombinasi nama pasangan cenderung sama. Namun, Prabowo harus berhati-hati, karena jika dia memilih Puan Maharani sebagai cawapres, tingkat keterpilihannya turun drastis.
“Prabowo-Anies itu 23,4 persen. Anies-Sandi 17,6 persen. Anies-AHY 10,5 persen. Ganjar-Emil itu 8,3 persen. Dan Prabowo-Puan, ternyata posisinya justru ada di lima persen,” papar Azhari.
Dia juga menyebut, ada dinamika sehingga elektabilitas seorang capres yang ditawarkan tunggal, tanpa pasangan, tidak bisa dijadikan rujukan.
“Pasangan ternyata memberikan dampak luar biasa terhadap perolehan elektabilitas pasangan calon presiden,” ujarnya lagi.
Survei ini dilakukan pada 3-12 Januari 2022 melalui wawancara tatap muka. Total sampel 1.200 responden, margin of error 2,83 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen. Sebagai capres tanpa pasangan, Prabowo Subianto ada di posisi pertama dengan 25 persen, disusul Anies Baswedan (16,3 persen), Ganjar Pranowo (16,1 persen),Sandiaga Salahuddin Uno (7,8 persen) dan Agus Harimurti Yudhoyono (5,7 persen).
Ambang Batas Pegang Kendali
Pakar komunikasi politik Universitas Indonesia, Effendi Gazali menyebut, bahwa hasil survei semacam ini masih memiliki potensi perubahan ke depan.
“Secara umum, saya setuju dengan hasil yang dipaparkan. Sambil saya ingin mengingatkan, bahwa peluang-peluang itu masih besar. Ruang geraknya masih besar. Pemanfaatan televisi, jangan hanya tergantung pada media sosial. Karena televisi masih besar pengaruhnya,” kata Effendi.
Dia juga mengingatkan, bahwa munculnya banyak nama dalam survei, harus memenuhu kondisi, yaitu bahwa Pemilu 2024 menghilangkan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT).
“Kalau tidak, bisa tidak ada ini,” katanya.
Dengan kekuasaan pencalonan penuh pada partai politik, kata Effendi, bisa saja hanya ada satu pasangan calon yang melawan kotak kosong. Atau satu pasang, yang dikompetisikan dengan pasangan lain, yang oleh para partai memang dimunculkan tetapi memiliki kemungkinan menang paling kecil.
Senada dengan itu, Arif Nurul Imam, analis politik yang juga Direktur Indostrategi juga menyebut, banyak calon muncul hanya bisa terjadi jika PT dihilangkan.
“PT ini menghambat munculnya tokoh-tokoh baru, munculnya tokoh-tokoh potensial tetapi tidak memiliki kedekatan dengan partai politik atau elit partai politik,” ujar Imam.
Karena itulah, dia mendukung upaya menghapus PT, sebagaimana dilakukan banyak pihak selama ini.
Hal lain yang menarik dari hasil survei Trust Indonesia, kata Imam, adalah kecenderungan ketua partai yang tersisih dan tidak didukung anggota atau simpatisan partainya sendiri. Airlangga Hartarto misalnya, tidak dipilih karena Prabowo menguasai suara pendukung Golkar. Sementara Puan Maharani juga bernasib sama di PDIP.
“Justru secara elektabilitas di internal partai, di simpatisan dan pendukung PDIP, Puan kalah dengan Ganjar Pranowo yang notabene bukan bagian dari struktur elit PDIP,” kata Imam.
Begitu pula dengan Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB, yang dalam survei ini kalah elektabilitasnya dari AHY di kalangan internal.
Kualitas Perlu Dipertimbangkan
Pengamat dan peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro melihat, sebuah survei berfungsi melihat tingkat popularitas, preferensi, dan elektabilitas partai politik maupun tokoh yang akan mereka usung nantinya.
Namun Zuhro mengingatkan, kualitas seorang calon tetap harus mendapat perhatian. “Saya sudah mengatakan bahwa, penting mengukur kualitas dari calon-calon pemimpin maupun partai politik, bukan hanya dari sisi popularitas saja, apalagi elektabilitas. Popularitas itu sangat tidak cukup,” ujarnya.
Penting juga bagi sistem politik di Indonesia untuk memiliki acuan yang kuat terkait kriteria capres-cawapres. “Di UU kita, yang dipayungi itu baru secara ketatanegaraan, masalah yang berkait dengan teknikalitisnya, SOP-nya. Tetapi kualifikasi, kriteria dan sebagainya itu kurang,” tandasnya.
Penting menjadi perhatian seluruh partai politik, untuk menjalankan tugas mereka dalam kaderisasi dan promosi. Bagaimanapun, hanya partai politik dan gabungan aprtai politik saja yang bisa mengajukan calon. [ns/ab]