Suasana duka masih menyelimuti keluarga Novita, warga Desa Ngares Kidul, Kota Mojokerto, yang baru ditinggal meninggal ibunya pada 15 Februari 2019 lalu. Dituturkan oleh Kukun Triyoga, aktivis Gusdurian Mojokerto Raya, pemakaman berlangsung tanpa upacara agama dan pemasangan atribut Kristen pada makam seperti kesepakatan sebelum pemakaman. Namun dua hari kemudian muncul surat keberatan dan penolakan adanya makam warga non-Muslim pada satu lokasi pemakaman di desa itu.
Kukun menceritakan, peristiwa penolakan dan desakan pemindahan makam ini adalah yang pertama di desa Ngares Kidul, karena keluarga Novita adalah satu-satunya yang beragama Kristen di desa itu.
“Kemungkinan besar (karena) agamanya berbeda, katanya memang di situ belum ada makam seorang nasrani, orang Kristen belum ada di situ. Lalu saya bilang, lho sebelum kejadian ini ada kejadian lain enggak mbak, nggak ada mas, kami adalah salah satu keluarga, satu-satunya keluarga yang beragama Kristen, bilang begitu, Jadi sedesa Ngaras Kidul itu yang beragama Kristen cuma mbak Novita, bapak dan ibunya,” ujar Kukun.
Permintaan pembongkaran dan pemindahan makam, menurut Kukun, diduga dilakukan oleh kelompok warga yang termasuk garis keras. Hal ini kata Kukun, diperkirakan tidak lepas dari riwayat adanya kelompok tertentu yang sealiran dengan pelaku pengeboman gereja di Surabaya, Mei 2018 lalu. Meski telah dibubarkan, diduga masih ada beberapa orang yang berdomisili di wilayah itu.
“Saya melihat sejarah dulu, tahun 2018, 2017 itu, di sana itu ada kelompok JAT, ada kelompok JAT yang dulunya pernah besar di sana, akhirnya dibudarkan secara paksa. Ya kemungkinan masih ada segelintir orang yang menggodok permasalahan ini. Ya lucu saja kalau bagi saya pribadi, lucu saja kalau sudah disepakati dari pihak desa, kecamatan, dan kepolisian sudah sepakat untuk dimakamkan, kok dua hari setelah itu ada provokasi untuk memindahkan kan ya lucu.”
Munculnya polemik rencana pembongkaran dan pemindahan makam warga non-Muslim dari makam di Desa Ngares Kidul, Kota Mojokerto, menjadi terangkat ke publik setelah diunggah ke media sosial oleh Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD), Aan Anshori. Dikatakan oleh Aan, tindakan persekusi dan diskriminasi terhadap warga bangsa karena perbedaan agama harus dihentikan. Aparatur pemerintahan maupun penegak hukum tidak boleh kalah dari kelompok masyarakat yang intoleran terhadap sesama warga bangsa.
“Kita akan mendukung kepada Forpimda Kabupaten Mojokerto maupun Kota Mojokerto, untuk konsisten terhadap konstotusi ya, Pancasila dan UUD 1945, di situ memang diatur, bahwa tidak pedulu agamanya apa tapi kalau kemudian dia memang berada di suatu tempat, maka dia tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif, termasuk dalam aspek penguburan. Nah, saya sih berharap polisi dan pemerintah tidak kalah dengan kelompok-kelompok intoleran tadi, sebab kalau kalah ya susah, berarti ya lebih tinggi kelompok intoleran itu ketimbang konstitusi kita,” ujar Aan.
Sementara itu, perkembangan terakhir dari rapat antara pemerintah daerah setempat, desa, kepolisian, warga, dan keluarga Novita, pada Rabu (20/2/2019) malam, disepakati adanya solusi dengan pemindahan makam setelah pemerintah menyediakan tempat untuk pemakaman bagi warga non-Muslim di Desa Ngares Kidul. Seperti yang diungkapkan Kukun Triyoga, aktivis Gusdurian Mojokerto Raya.
“Semuanya dari pihak keluarga, sama-sama legowo, dalam artian hikmah dari ini adalah Ngaras Kidul akan disediakan tempat untuk makam non-Muslim, sampai menunggu makam yang sudah disediakan baru dipindah. Dan tahun depan akan diperdakan,” ujar Kukun.
Sebelumnya, VOA telah mencoba mengkonfirmasi peristiwa ini kepada Kapolresta Mojokerto, AKBP Sigit Dany Setiyono, baik melalui telepon maupun pesan singkat, namun belum mendapatkan tanggapan. [pr/em]