Pelarangan pengucapan selamat Natal yang selalu muncul mendekati perayaan Natal, menurut Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Ahmad Zainul Hamdi, merupakan upaya perlawanan oleh kelompok-kelompok intoleran terhadap gerakan keberagaman.
Menurut Ahmad, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, tidak pernah melarang muslim Indonesia untuk memberikan ucapan Selamat Natal kepada umat Kristiani. Bahkan, imbuh Ahmad, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengatakan MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa pelarangan ucapan Natal.
“Jadi, kalau sekarang tiba-tiba ada larangan mengucapkan Selamat Natal yang sangat berkoar-koar, sebetulnya kita sudah tahu kok kelompok itu, yaitu adalah kelompok-kelompok intoleran,” ujar Ahmad.
Pada perayaan Natal di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Darmo Satelit, Surabaya, Kamis 25 Desember 2019, Ahmad Zainul Hamdi membacakan puisi tentang kelahiran Yesus dalam persepktifnya sebagai seorang Muslim.
Ahmad Zainul Hamdi mengajak semua pihak mencintai kehidupan bersama yang saling menghormati. Dia juga mengajak masyarakat untuk menggaungkan ucapan Selamat Natal dan tidak mengikuti ajakan yang melarang. Ahmad Zainul Hamdi juga meminta Negara bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok yang melakukan ancaman, pelarangan, bahkan tindakan kriminal terhadap umat yang sedang merayakan Natal.
“Kita imbangi saja dengan ucapan selamat Natal yang kita gaungkan lebih keras. Nah, sebetulnya bagi saya, mereka mau berpendapat apa saja boleh. Yang tidak boleh itu adalah jika mereka melakukan tindakan kekerasan seperti sweeping, sampai melakukan ancaman melarang orang,” ujar Ahmad Zainul Hamdi.
Dia mencontohkan larangan merayakan Natal yang diberlakukan di beberapa daerah di Sumatera Barat. Bila tindakan intoleransi sudah ekstrem, seperti pemboman, Ahmad Zainul Hamdi menegaskan negara harus bertindak.
“Sekencang apa pun sebagai masyarakat melawan mereka, kalau sudah ngomong tindakan kriminal, kejahatan, negara harus bertindak dengan tegas,” ujarnya.
Presidium Gusdurian Jawa Timur, Yuska Harimurti yang hadir dalam perayaan Natal, menyebut kehadirannya sebagai bentuk perlawanan terhadap gerakan menolak Kebhinnekaan Indonesia, yang dilakukan kelompok anti keberagaman. Kunjungan ke tempat ibadah agama lain, kata Yuska, merupakan bentuk ajaran Gus Dur yang selalu mendorong silaturahmi dengan berbagai kalangan masyarakat dari beragam latar belakang.
“Artinya kita harus selalu merasa optimis bahwa bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang masih mempunyai karakter gotong royong, karakter silaturahmi yang sangat luar biasa. Dan harus terus dipupuk,” ujar Yuska.
Silahturahmi, tambah Yuska, adalah salah satu jalan untuk tetap menyatukan diri di tengah masyarakat yang makin individualistis dan mudah termakan oleh hoaks serta provokasi.
Sementara itu Ahmad Wasil, santri Pondok Pesantren Ngalah, Pasuruan, mengungkapkan kehadirannya pada perayaan Natal di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Darmo Satelit, Surabaya, adalah bentuk toleransi dan penghormatan kepada Nabi Isa. Karena, kelahiran Nabi Isa juga tertera dalam Kitab Suci Alquran.
Pelarangan mengucapkan Selamat Natal bagi umat Kristiani, kata Ahmad Wasil, semakin memperteguh keyakinan para santri untuk tetap mengucapkan Selamat Natal. Ucapan dalam bentuk video oleh sekitar 2.000 santriwati Pondok Pesantren Ngalah juga dibuat dan disebarluaskan, sebagai semangat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
“Walaupun MUI melarang, kita tetap bersikukuh bahwasanya Islam itu bukan Islam keras, memperkenalkan Islam ala Nusantara,” kata Ahmad Wasil.
Meski karena pendirian mereka itu, Pondok Pesantren Ngalah, imbuh Ahmad Wasil, sering dicerca sebagai Pondok Kristiani atau Pondok Yahudi.
“Tapi kita tidak gentar akan fitnah-fitnah yang seperti itu. Kita tambah merangkul. Justru kita dengan difitnah seperti itu, Pak Kyai (KH Muhammad Sholeh Bahrudin) mengundang tamu-tamu, baik tokoh Katolik, Protestan, Hindu dan Buddha,” kata Ahmad Wasil.
Tindakan Pimpinan Pondok Pesantren Ngalah, Kyai Haji Muhammad Sholeh Bahrudin itu, kata Ahmad Wasil, membuktikan bahwa Indonesia bukan negara Islam, melainkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendeta Deddy Gunawan Satyaputra, dari GKI Darmo Satelit, menyambut hangat kehadiran umat lintas agama pada perayaan Natal di gerejanya. Kehadiran sejumlah kelompok lintas iman ini memberikan semangat bagi umat gereja untuk aktif terlibat dalam gerakan Kebhinnekaan.
“Di Indonesia ini hidup di dalam pluralitas. Bahkan Natal sendiri pun yang pertama kali, kehadiran Allah di dalam Kristus itu juga di tengah-tengah pluralitas. Nah, di tengah-tengah keberagaman itu seharusnya tidak dipandang sebagai ancaman, malah sebagai kekayaan,” ungkap Pendeta Deddy. [pr/ft]