Di sebuah lingkungan miskin di Karachi, kota terbesar di Pakistan, para perempuan muda begitu bersemangat bermain sepak bola, meskipun tidak disetujui oleh keluarga dan masyarakat mereka sendiri. Tetapi perempuan muda itu masih ragu tentang masa depan mereka dalam bidang olahraga.
Melihat mereka berlatih pada sore yang cerah, sulit membayangkan tantangan yang harus dihadapi gadis-gadis muda itu untuk berada di sini. Mahnoor Muhammad, seorang kapten sepakbola yang berasal dari Lyari, Karachi, mengatakan anak perempuan di daerahnya dilarang bermain sepakbola.
"Saya harus menghadapi tentangan yang berat. Keluarga saya memberi tahu saya, anak perempuan tidak boleh bermain sepakbola. Saya bersikeras meyakinkan keluarga saya. Sekarang, setelah melihat saya menjadi kapten tim, mereka perlahan-lahan mulai mengubah pikiran mereka," kata Mahnoor Muhammad.
Para perempuan muda ini anggota sebuah klub sepakbola lokal bernama Jafa Academy di lingkungan berpenghasilan rendah Lyari di Karachi.
Ini adalah salah satu dari banyak klub sepakbola swasta serupa untuk anak perempuan di Pakistan. Meskipun terdaftar dalam federasi sepakbola nasional, klub ini tidak menerima dana.
Para pelatihnya adalah sukarelawan. Peralatannya disumbangkan oleh orang-orang kaya.
Selain mendapat tentangan sosial, banyak dari gadis-gadis ini menghadapi kondisi keuangan yang sulit di rumah. Sebagian dipaksa untuk menyerah pada keadaan, meskipun mereka bersemangat dan berbakat.
“Salah satu pemain hebat kami, yang dulu bermain di tengah, dan sebagai wakil kapten tim, tidak bersama kami lagi karena keluarganya tidak mendukungnya bermain sepakbola. Ibunya buta dan saudara-saudaranya ingin dia tinggal di rumah saja. Pemain kami lainnya yang hebat, yang dulu bermain di garis depan, sekarang harus bekerja mencari nafkah setelah ayahnya meninggal," kata Maikaan Baloch.
Mereka yang berhasil melawan arus dan mengikuti hasrat mereka mengeluh karena hanya mendapat sedikit bantuan resmi. Walaupun Pakistan mempunyai tim sepakbola perempuan nasional, Pakistan menderita karena kurangnya sumber daya dan semangat.
Gadis-gadis muda ini mengatakan walaupun mereka berhasil meyakinkan keluarga mereka untuk membolehkan mereka bermain, mereka merasa tidak yakin bahwa mereka punya masa depan dalam bidang olahraga. [ps/ii]