Dengan mengenakan pakaian ala sekretaris tahun 1950an, Sheryl mengajak publik menyampaikan isi hati mereka dan mengetiknya dengan mesin ketik kuno.
Dengan mengenakan sepatu hak tinggi berwarna merah dan setelan blus dan rok warna senada, sambil membawa mesin ketik kuno, Sheryl Oring menceritakan alasan di balik proyek “I Wish To Say” ini.
“Nama saya Sheryl Oring. Saya seorang seniman dan selama 20 tahun terakhir telah berkeliling Amerika dengan mesin ketik ini, menanyakan kepada orang-orang apa yang ingin mereka sampaikan pada presiden, atau presiden mendatang, jika mereka berkesempatan bicara," kata Sheryl.
Selama bertahun-tahun Sheryl dikenal sebagai editor New York Times. Tetapi pada tahun 2004 ia memutuskan untuk mengalihkan karirnya dengan kehidupan yang penuh dengan suara dan harapan orang Amerika yang ia temui langsung lewat proyek yang ia namakan, “I Wish To Say.” Dia juga mengadakan pameran dan menulis buku, semuanya berdasarkan pesan dan cetakan orang-orang.
“Saya berperan seakan-akan saya seorang sekretaris. Nenek saya adalah seorang sekretaris, dan saya terinspirasi dari pekerjaannya. Ia menjadi sekretaris di Departemen Ilmu Politik, Universitas Maryland. Ia selalu mengenakan pakaian kerja, dengan perhiasan dan rambut palsu. Saya suka dandan, mengenakan pakaian dan perhiasannya, serta berperan seperti dia,” tuturnya.
Proyek “I Wish To Say” sudah berjalan selama 20 tahun dan menyaksikan peralihan kekuasaan empat presiden.
“Ketika saya menanyakan, Anda ingin mulai dari mana? Orang-orang biasanya mengatakan ingin mengirim pesan kepada presiden berikutnya, tetapi ketika ditanya apa yang ingin disampaikan, mereka bilang terserah kamu saja.”
“Let’s say, ‘To the next president!’”
“To the next president?
“Yes. To the next president. No, to Mr. Trump, our next President Trump!”
“Kadang-kadang mereka perlu waktu sejenak untuk berpikir. Saya sangat suka saat-saat ketika orang berpikir keras untuk kemudian mengatakan… saya ingin bilang… Saya rasa ini saat yang indah.”
Bridget mengatakan, “Saya merasa proyek ini menyatukan orang-orang untuk bicara dan berpikir tentang politik, juga tentang dunia, secara lebih menyeluruh, dibanding hanya sekilas lewat media sosial.”
Sheryl mengatakan di atas segalanya, ia menghargai kebebasan berpendapat di AS. Ia mendokumentasikan pandangan-pandangan seluruh warga AS yang sangat jauh berbeda. Mulai dari pandangan seorang anak, yang mengatakan “Yang Terhormat Bapak Obama… Bagaimana rasanya tinggal di Gedung Putih? Apakah Bapak punya anjing?”
Hingga warga yang mencoba mengingatkan apa yang membuat Amerika menjadi negara sebesar sekarang ini, dengan mengatakan “Pak Presiden, tolong jangan melupakan hal-hal yang membuat negara ini besar. Tetap rangkul keragaman dan dukung mereka yang memiliki kebutuhan khusus.”
Hingga mereka yang menyampaikan pesan yang lebih menyentuh. “Hallo Pak Presiden, sebagai seorang guru, saya kadang-kadang mengakui pada siswa-siswa saya bahwa saya melakukan kesalahan. Saya merasa mereka jadi lebih menghormati saya ketika saya menyampaikan hal-hal jujur seperti ini. Mungkin hal ini bermanfaat bagi Bapak.”
Sheryl menyimpan semua surat dan kartu pos yang pernah diketiknya, bersama dengan foto Polaroid mereka yang menulis pesan tersebut. Fotokopi semua surat, kartu pos dan foto itu disimpan di University of North Carolina. [em/jm]
Forum