Massa aksi di Kedutaan Besar Perancis di Jakarta mengecam Presiden Emmanuel Macron karena dianggap telah melecehkan Nabi Muhammad. Foto Macron terlihat diinjak-injak oleh sejumlah laki-laki, perempuan dan anak yang ikut dalam unjuk rasa tersebut.
Salah satunya Umroh, yang juga telah melakukan pemboikotan terhadap sejumlah produk Perancis akibat pernyataan Makron. "Umat Islam sedunia marah dengan Macron. Penghinaan ini bukan hanya sekali, tapi berkali-kali dan umat Islam selalu memaafkan. Kali ini tidak bisa memaafkan," jelas Umroh dalam aksi unjuk rasa, Senin (2/11/2020).
Umroh mendesak pemerintah Perancis untuk meminta maaf kepada umat Islam di dunia. Ia mengancam akan meneruskan kampanye boikot di media sosial dan tempat pengajian jika Macron tidak meminta maaf.
Umroh menuturkan mengetahui pernyataan-pernyataan Macron yang dinilai melecehkan nabi dari media sosial dan media mainstream di Indonesia.
Kecaman yang sama juga disampaikan peserta aksi lainnya Aris Munandar. Namun, Aris mengakui belum mendengarkan pernyataan Macron secara utuh. Ia hanya mengikuti informasi tentang Macron melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter.
"Berdalih kebebasan berekspresi mereka menghina karikatur Nabi Muhammad. Dan itu tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun," jelas Aris.
Aris tidak membenarkan kekerasan yang terjadi di Perancis. Namun, ia menilai kekerasan tersebut muncul karena penghinaan yang dilakukan salah satu warga Perancis terhadap Nabi Muhammad.
Pantauan VOA, aksi yang dihadiri muslim dari wilayah Jabodetabek tersebut berlangsung aman dari siang hingga sore hari. Polisi juga tidak melakukan pengamanan secara ketat terhadap massa aksi.
Dubes Perancis Jelaskan Maksud Macron
Duta Besar Perancis untuk Indonesia Olivier Chambard mengatakan dua serangan yang terjadi di Perancis telah mengguncang negaranya. Serangan itu adalah pemenggalan kepala seorang guru saat meninggalkan sekolah pada 16 Oktober 2020 dan disusul serangan di di gereja Basilika Notre-Dame de l’Assomption, di kota Nice yang menewaskan tiga orang.
Karena itu, kata dia, Presiden Emmanuel Macron menyampaikan sebuah strategi yang bertujuan untuk mengisolasi dan memerangi terorisme yang mengambil bentuk Islamisme radikal.
"Semua negara demokrasi dan hampir semua negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) memerangi Islamisme radikal ini, yang sering menjadi inkubator terorisme. Ini terjadi di Perancis selama beberapa tahun terakhir, seperti juga di Indonesia," tulis Olivier Chambard pada 31 Oktober 2020 seperti dikutip dari situs Kedutaan Perancis.
Ia menambahkan Macron juga mengingatkan pentingnya laïcité (sekularisme Perancis) yang merupakan landasan kebebasan beragama, yang memungkinkan setiap komunitas beragama menjalankan ibadah, dan menjaga netralitas negara terhadap semua agama.
Laïcité adalah salah satu dasar Republik Perancis seperti halnya Pancasila yang menjadi salah satu dasar Republik Indonesia. "Laïcité sama sekali bukan berarti penghapusan agama di ruang publik," tambahnya.
Olivier Chambard menjelaskan Dewan Peribadatan Muslim Perancis (CFCM) yang merupakan instansi resmi perwakilan umat Islam di Perancis juga mendukung nilai-nilai yang dianut di Perancis. Ia mengklaim CFCM menuturkan bahwa mereka menikmati kebebasan beragama seperti warga Perancis lainnya. [sm/ab]