Para petani Myanmar berbondong-bondong kembali ke ladang tanaman opium di tengah-tengah melonjaknya harga tanaman terlarang itu dan kemerosotan ekonomi yang menghilangkan pekerjaan. Ini membalik situasi penurunan selama hampir satu dekade, menurut data terbaru dari PBB.
Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan dalam laporan yang dikeluarkan pada Kamis (26/1) bahwa hasil panen mencapai tingkat tertinggi sejak kantor itu melacak tanaman opium Myanmar pada 2002, berkat investasi baru dari kelompok-kelompok bersenjata yang membeli hasil panen dan menyelundupkan produk akhirnya – heroin – keluar negara itu.
Selain memasok sebagian besar metamfetamin di kawasan, Myanmar adalah produsen opium terbesar kedua dunia setelah Afghanistan, dan sumber utamanya untuk sebagian besar wilayah Asia Timur dan Tenggara.
Menurut laporan UNODC yang dipublikasikan pada Kamis (26/1), Survei Opium Myanmar 2022, para petani negara itu bercocok tanam opium di lahan sekitar 40.100 hektare tahun lalu, naik 33% dari tahun 2021. Badan PBB itu juga melaporkan lahan ladang opium terluas di Myanmar sejak 2013, sewaktu pertanian tanaman itu terakhir kali mencapai puncaknya yaitu 57.800 hektare. Pertanian opium telah merosot di bawah 30 ribu hektare pada tahun 2020.
Perwakilan UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Jeremy Douglas, menganggap sebagian besar kenaikan itu disebabkan oleh kejatuhan ekonomi sejak kudeta di Myanmar pada Februari 2021. Tindakan keras militer terhadap para oponen telah memicu serangkaian sanksi Barat dan membuat banyak investor asing pergi.
“Opium telah menjadi pilihan terakhir selama puluhan tahun di Myanmar,” kata Douglas kepada VOA. “Banyak orang tidak punya pilihan selain kembali ke opium karena mereka tidak punya cara lain untuk mencari nafkah. Lapangan kerja mengering di Yangon atau Mandalay atau di bagian lain negara ini, orang-orang pergi dan kembali ke daerah perdesaan, kembali bertani,” katanya.
Bank Dunia mengatakan ekonomi Myanmar mengalami kontraksi 18% pada tahun 2021 dan kemiskinan berlipat dua sejak 2020, membuat 40% populasinya hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Survei Bank Dunia mendapati banyak orang mengatasi gelombang pengangguran dengan meninggalkan kota untuk bertani.
Di beberapa bagian Myanmar, kemungkinan besar ini berarti bercocok tanam opium. Ini terjadi di negara bagian Shan, Myanmar Timur, tempat sebagian besar ladang opium negara itu berada. [uh/ab]
Forum