Sebuah krisis kemanusiaan bagi media. Begitulah cara suatu organisasi kebebasan pers menggambarkan tindakan keras militer Myanmar terhadap wartawan.
Setidaknya 32 wartawan kini ditahan, kata Komisi Perlindungan Wartawan yang berkantor di New York. Jumlah itu merupakan lonjakan besar dibandingkan dengan sensus dunia terhadap kelompok media yang dipenjara pada Desember, ketika Myanmar hanya mencatat satu kasus.
Shawn Crispin dari Komisi Perlindungan Wartawan mengatakan, “Ini adalah situasi yang lebih buruk daripada Tiongkok, Turki dan Iran. Ini adalah krisis kebebasan pers dunia, dalam skala yang sejujurnya belum pernah saya lihat di Asia Tenggara, selama bertahun-tahun saya meliput kebebasan pers.”
Insan media Myanmar menghadapi beberapa penangkapan di bawah pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, namun tidak dalam skala besar seperti yang terjadi sejak militer merebut kekuasaan pada Februari dan menangkap para pemimpin pro-demokrasi.
Izin siaran dicabut, dan wartawan ditahan - seringkali dengan tuduhan menghasut atau menyiarkan berita palsu. Banyak yang melarikan diri ke negara-negara tetangga untuk menghindari penangkapan.
“Sejak kudeta militer tanggal 1 Februari, kami melihat kemerosotan luar biasa dalam kebebasan pers di sana. Dan hanya dengan melihat pemenjaraan wartawan, tampaknya cukup jelas bahwa rezim militer bermaksud melenyapkan kebebasan pers sama sekali,” tambah Crispin.
Di antara mereka yang ditangkap adalah wartawan Amerika, Danny Fenster yang ditahan selama lebih dari 65 hari dan tidak diizinkan untuk mendapat perawatan medis karena virus corona. Fenster adalah salah seorang dari empat jurnalis asing yang ditangkap - sebuah langkah yang menurut Crispin mengirim pesan mencemaskan.
Myanmar membebaskan beberapa wartawan dan pemrotes. Tetapi bagi mereka yang masih ditahan, kondisinya mengerikan dengan laporan adanya penyiksaan dan padatnya penghuni penjara yang melebihi kapasitas.
Wartawan Amerika Nathan Maung mengatakan, ia dipukuli dan dianiaya sebelum akhirnya dibebaskan dan dideportasi. Masa depan demokrasi dipertaruhkan, kata Maung. “Orang-orang sekarat di luar sana setiap hari. Ada perjuangan untuk melindungi demokrasi dan HAM. Jadi saya ingin memberi tahu masyarakat internasional, 'Berpihaklah sekarang pada kemanusiaan. Kami berjuang untuk kemanusiaan',” tukasnya.
Junta Myanmar harus membebaskan semua wartawan yang ditahan dan mengakhiri penyensoran dan intimidasi terhadap media, kata Komisi Perlindungan Jurnalis. Kelompok HAM itu menyerukan kepada masyarakat internasional untuk meninjau kembali sanksi dan membantu mereka yang melarikan diri dari penindasan. [ps/lt]