Militer Taiwan meningkatkan latihan pasukan dan menambah persenjataan pertahanan di pulau terbesar di Laut Cina Selatan yang disengketakan. Analis percaya bahwa mereka mempersiapkan kemungkinan serangan oleh China.
Menteri Pertahanan Chiu Kuo-cheng mengatakan kepada parlemen pada 17 Maret bahwa China "mampu" menyerang dan bahwa dia ingin Pulau Taiping "selalu siap setiap saat," kata laporan media lokal. Ia mengacu pada pulau yang berpenduduk jarang di kepulauan Spratly, 1.500 kilometer barat daya Taiwan dan disengketakan oleh lima pemerintah lain, termasuk China.
"Itu jelas menandakan bahwa Taipei prihatin dan menanggapi ambisi, pernyataan, dan tindakan China - menegaskan kembali bahwa Beijing sungguh-sungguh bermaksud (merebut) pulau itu," kata Fabrizio Bozzato, peneliti senior di Ocean Policy Research Institute, Sasakawa Peace Foundation, yang berbasis di Tokyo.
China membuat Taiwan khawatir sejak pertengahan 2020 karena mengerahkan pesawat militer hampir setiap hari ke sudut zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. Pada Jumat, kementerian pertahanan melihat 20 pesawat, jumlah yang sangat tinggi. China telah menambah hanggar dan sistem radar di tujuh pulau kecil miliknya di rantai kepulauan Spratly dalam dekade terakhir.
Pulau Taiping, pos terdepan yang juga dikenal sebagai Itu Aba, akan lebih mudah diambil China dibandingkan dengan Taiwan karena luasnya hanya 46 hektar, menurut beberapa analis. Bentuk lahan tropis itu mendukung jalur udara, dermaga dan rumah sakit kecil.
Untuk "membuat tegang dan menguras awak udara dan pelaut Taiwan" dan "memperburuk" warga Taiwan, China dapat "menunjukkan kekuatannya dengan menyerang satu atau beberapa pulau lepas pantai yang dikuasai Taiwan" termasuk Taiping, kata organisasi penelitian Council on Foreign Affairs dalam laporan khusus bulan lalu.
Pemerintah China mengklaim Taiwan yang berpemerintahan sendiri sebagai bagian wilayahnya, masalah sisa dari perang saudara tahun 1940-an, dan tidak mengesampingkan penggunaan militer untuk menyatukan kedua pihak. [ka/ab]