Hasil otopsi awal menunjukkan adanya jejak sianida dalam darah enam tamu asal Vietnam dan Amerika Serikat di sebuah hotel mewah di pusat kota Bangkok dan salah satu di antaranya diyakini telah meracuni tamu-tamu lainnya terkait investasi yang buruk, demikian menurut pihak berwenang Thailand, Rabu (17/7).
Mayat-mayat tersebut ditemukan pada hari Selasa di Grand Hyatt Erawan Bangkok, sebuah hotel yang terletak di persimpangan utama di ibu kota yang ramai dengan mal-mal, gedung-gedung pemerintah dan angkutan umum.
Keenam orang tersebut terakhir kali terlihat masih hidup saat makanan diantarkan ke kamar mereka, Senin sore (15/7). Staf melihat seorang perempuan menerima makanan tersebut, dan rekaman keamanan menunjukkan bahwa mereka semua tiba satu per satu tak lama kemudian. Tidak ada pengunjung lain, tidak ada yang terlihat pergi dan pintu terkunci. Seorang pelayan menemukan mereka pada Selasa sore ketika mereka tidak check-out dari kamarnya.
Saat memasuki kamar, staf hotel menemukan makanan yang dipesan pada hari sebelumnya tidak tersentuh, dengan beberapa porsi nasi goreng yang masih terbungkus plastik. Meskipun makanan tidak tersentuh, beberapa cangkir teh bekas pakai ada di meja di dekatnya, di samping dua termos.
Letnan Jenderal Trairong Piwpan, kepala divisi forensik kepolisian Thailand, mengatakan bahwa terdapat jejak sianida di dalam cangkir dan termos yang ditemukan polisi.
Hasil awal dari otopsi keenam mayat tersebut, yang dilakukan di Rumah Sakit Chulalongkorn Bangkok kemudian dibagikan pada hari Rabu.
Kornkiat Vongpaisarnsin, kepala departemen kedokteran forensik di fakultas kedokteran Universitas Chulalongkorn, dalam sebuah konferensi pers mengatakan ada sianida yang ditemukan dalam darah keenamnya, dan pemindaian CAT tidak menunjukkan tanda-tanda trauma akibat benda tumpul, yang memperkuat hipotesis bahwa mereka telah diracun.
Dekan kedokteran Chulalongkorn, Chanchai Sittipunt, mengatakan bahwa tim tersebut mengetahui cukup banyak tentang sianida untuk menentukan bahwa kemungkinan besar sianida adalah penyebab kematian mereka.
Kepala polisi Bangkok, Letnan Jenderal Thiti Sangsawang, mengidentifikasi korban tewas sebagai dua warga negara Amerika Serikat dan empat warga negara Vietnam, dan mengatakan bahwa mereka terdiri dari tiga pria dan tiga wanita. Usia mereka berkisar antara 37 hingga 56 tahun, menurut Noppasin Punsawat, wakil kepala polisi Bangkok. Ia mengatakan bahwa kasus ini tampaknya bersifat pribadi dan tidak akan berdampak pada keselamatan para turis.
Seorang suami dan istri di antara korban tewas telah menginvestasikan sekitar 10 juta baht ($278.000) dengan dua korban lainnya, dan itu bisa menjadi motifnya, kata Noppasin, mengutip informasi yang diperoleh dari kerabat.
Investasi tersebut dimaksudkan untuk membangun rumah sakit di Jepang dan kelompok tersebut mungkin telah bertemu untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Polisi mengatakan bahwa salah satu dari mereka membunuh yang lainnya, namun tidak mengatakan siapa di antara keenam orang tersebut yang menjadi tersangka.
Kepala polisi Bangkok, Letnan Jenderal Thiti Sangsawang, pada hari Selasa mengatakan empat mayat berada di ruang tamu dan dua mayat di kamar tidur. Dia mengatakan dua mayat tampak berusaha meraih pintu namun pingsan sebelum berhasil.
Noppasin pada hari Rabu mengatakan orang ketujuh yang namanya tercantum dalam pemesanan hotel adalah saudara kandung dari salah satu dari enam orang tersebut dan meninggalkan Thailand pada tanggal 10 Juli.
Polisi yakin bahwa orang ketujuh ini tidak terlibat dalam kematian tersebut. Kedutaan Besar Vietnam dan Amerika Serikat telah dihubungi terkait kematian tersebut, dan FBI sedang dalam perjalanan, kata Perdana Menteri Srettha Thavisin.
"Ini bukan tindakan terorisme atau pelanggaran keamanan. Semuanya baik-baik saja," katanya. Trairong mengatakan bahwa bunuh diri massal tidak mungkin terjadi karena beberapa dari mereka telah mengatur bagian selanjutnya dari perjalanan mereka, seperti pemandu dan pengemudi. Dia menambahkan bahwa mayat-mayat yang berada di berbagai bagian kamar hotel menunjukkan bahwa mereka tidak secara sadar mengonsumsi racun dan menunggu kematian mereka bersama-sama.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, di Washington, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban. Ia mengatakan bahwa AS memantau situasi dengan seksama dan akan berkomunikasi dengan pihak berwenang setempat. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berbicara dengan mitranya dari Thailand pada hari Selasa, namun Miller mengatakan bahwa menurutnya telepon itu terjadi sebelum kematian dilaporkan dan ia tidak tahu apakah hal itu disampaikan dalam percakapan mereka.
Grand Hyatt Erawan yang berbintang lima merupakan salah satu hotel yang terkenal di Bangkok. Kuil Erawan yang terletak di sudut blok hotel ini telah menjadi daya tarik utama bagi para turis sejak didirikan atas saran dari para astrolog saat pembangunan hotel ini pada tahun 1956 untuk menangkal karma buruk.
Para pengunjung memuja kuil ini, memohon kepada Tuhan untuk mengatasi berbagai masalah, mulai dari masalah hubungan hingga persiapan ujian. Kuil ini menjadi target pengeboman pada tahun 2015 yang menewaskan 20 orang dan melukai lebih dari 100 orang.
Pada tahun 2023, Thailand diguncang oleh laporan tentang seorang pembunuh berantai yang meracuni 15 orang dengan sianida dalam kurun waktu beberapa tahun. Sararat Rangsiwuthaporn, atau "Am Cyanide" demikian julukannya kemudian, membunuh setidaknya 14 orang yang berutang padanya dan menjadi pembunuh berantai perempuan pertama di negara itu. Satu orang selamat dari pembunuhan tersebut. [my/jm]
Forum