Sidang gugatan class action terkait anak-anak yang meninggal karena sirop obat batuk tercemar dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (17/1).
Sidang itu dimulai dengan mendengarkan gugatan perwakilan keluarga para korban yang menuntut pertanggungjawaban dan ganti rugi dari instansi-instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan farmasi.
Sekitar 200 anak telah meninggal karena cedera ginjal akut di Indonesia sejak tahun lalu dan pihak berwenang mengatakan dua senyawa kimia, etilena glikol dan dietilen glikol, yang ditemukan dalam beberapa obat parasetamol berbentuk sirop, terkait dengan penyakit tersebut.
Kedua senyawa tersebut sering digunakan sebagai bahan antibeku, cairan rem dan untuk keperluan aplikasi industri lainnya, tetapi juga sebagai alternatif yang lebih murah untuk gliserin pada beberapa produk farmasi.
Fungsi gliserin, senyawa pelarut atau pengental di banyak sirop obat batuk, dapat diganti dengan etilena glikol dan dietilen glikol namun kedua senyawa itu bisa sangat beracun pada kadar tertentu dan dapat menyebabkan cedera akut pada ginjal.
Dua puluh lima keluarga menggugat kementerian kesehatan dan keuangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan setidaknya delapan perusahaan obat. Awan Puryadi, pengacara para keluarga tersebut, mengatakan kepada Reuters bahwa mereka masing-masing menginginkan kompensasi hingga Rp3,4 miliar.
Perwakilan kementerian keuangan dan lima perusahaan farmasi yang disebutkan dalam gugatan itu tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Tiga perusahaan lainnya tidak dapat dihubungi.
Pihak berwenang telah melarang penjualan beberapa sirop obat batuk dan mengambil tindakan hukum terhadap beberapa perusahaan farmasi produsen obat batuk yang diduga mengandung bahan berbahaya tersebut. [ab/lt]
Terkait
Paling Populer
1
Forum