Laporan Dewan HAM, Forum Ekonomi Dunia yang dikeluarkan hari Senin, memperingatkan perusahaan teknologi berisiko menghadapi peraturan pemerintah yang lebih ketat untuk membatasi kebebasan berbicara, jika tidak melarang penerbitan konten kekerasan oleh ISIS dan penyebaran informasi yang keliru.
Laporan itu mendesak perusahaan teknologi untuk menerapkan pemantauan menyeluruh terhadap layanan mereka, dan "melakukan pengaturan sendiri secara lebih aktif," serta merekomendasikan penerapan peraturan yang lebih ketat.
Laporan ini keluar sebelum tiga raksasa teknologi, Facebook, Twitter dan Google, bersaksi di hadapan komite kongres Amerika bulan November mendatang tentang penggunaan platform mereka untuk menyebarkan informasi salah tentang politik selama pemilihan presiden tahun 2016.
Menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh Wired, sebuah majalah yang diterbitkan dalam edisi cetak dan online, yang berfokus pada bagaimana teknologi yang muncul mempengaruhi budaya, ekonomi, dan politik, penggunaan platform dan alat teknologi telah membantu ISIS menyebarkan agendanya dan melakukan perekrutan. Propaganda digital memotivasi lebih dari 30.000 orang untuk menempuh perjalanan ribuan kilometer guna bergabung dengan ISIS,
"Pendukung ISIS menyambut bentuk media sosial baru dan komunikasi terenkripsi untuk mengimbangi tindakan penegakan hukum dan pemilik platform media terhadap ISIS sejak Juni 2014," kata Institute for Study of War dalam laporannya "The Virtual Calyphate".
Perusahaan teknologi Silicon Valley mengadakan pertemuan Agustus lalu dengan perwakilan dari industri teknologi, pemerintah dan organisasi non-pemerintah di Forum Internet Global pertama yang menangani Terorisme. Forum ini dibentuk oleh Facebook, Microsoft, Twitter dan YouTube. [my]