SINGAPURA —
Di sebuah negara yang membatasi segala hal, mulai dari makan permen karet sampai buah durian, pihak berwenang di Singapura bangga memiliki standar tinggi aturan yang ketat dan tingkat kriminalitas yang rendah.
Oleh karenanya, pemerintah tidak senang dengan laporan-laporan yang menyatakan bahwa pengemplang pajak, pejabat korup dan pencuci uang mungkin menutup rekening mereka di bank Swiss dan memindahkan dananya ke Singapura.
Sebagai respon, pemerintah meningkatkan langkah-langkah untuk melawan reputasi sebagai surga pajak. Saat ini mereka membahas kerja sama dengan Amerika Serikat yang mewajibkan bank-bank di Singapura untuk membagi rincian aset-aset luar negeri warga Amerika dengan Badan Pendapatan Internal (IRS). Amerika baru saja menandatangani aturan kepatuhan pajak rekening luar negeri (FATCA) dengan enam pemerintah bulan ini.
"Tuduhan bahwa individu-individu kaya dapat menyembunyikan uang dan menghindari pajak di Singapura adalah tidak berdasar," ujar seorang juru bicara Kementerian Keuangan pada VOA.
Dalam beberapa tahun terakhir, kekayaan global telah bergeser ke Asia, terutama Singapura dan Hong Kong, sebagian karena penyelidikan yang lebih ketat terhadap surga-surga pajak seperti Swiss dan Bermuda.
FATCA akan menjadi upaya lebih luas untuk meningkatkan transparansi perbankan. Singapura telah memiliki perjanjian pembagian informasi yang serupa dengan Jerman dan organisasi negara-negara terkaya dunia OECD. Tahun ini, akan lebih mudah untuk menghukum pencuci uang di Singapura dan "meminta informasi bank dan dana dari lembaga-lembaga keuangan tanpa harus mendapatkan perintah pengadilan," menurut Kementerian Keuangan.
Namun para pengkritik tidak sepenuhnya yakin. John Christensen, direktur perusahaan riset Inggris, Tax Justice Network, mengatakan perjanjian bilateral Singapura mewajibkan pemerintah-pemerintah asing membuat permintaan individual untuk informasi perbankan. Ia mengatakan seharusnya pembagian informasi berlaku otomatis, sehingga saat seorang warga negara Inggris membuka rekening di Singapura, misalnya, pihak berwenang di Singapura akan memberitahukannya pada pemerintah Inggris.
"Semua infrastruktur sudah ada untuk mendorong dan memfasilitasi penghindaran pajak," ujar Christensen, yang juga mantan penasihat ekonomi untuk Pulau Jersey di Inggris, yang merupakan pusat perbankan luar negeri.
Singapura merupakan salah satu pemerintahan dan ekonomi yang paling stabil di dunia, memiliki aturan-aturan bisnis yang kondusif, tingkat pajak yang kompetitif dan privasi perbankan. Semua ini menarik orang-orang super kaya dari luar negeri.
"Bodoh kalau mereka tidak memanfaatkannya, tapi mereka harus melakukannya secara legal," ujar Joseph Cherian, direktur dari Pusat Riset Manajemen Aset dan Investasi di Fakultas Bisnis National University of Singapore.
Orang-orang memang memanfaatkannya. Dibandingkan dengan US$50 miliar pada 2000, Singapura mengelola aset-aset bernilai $550 miliar pada 2011, menurut WealthInsight, sebuah perusahaan riset di London. Dari jumlah itu, $450 miliar ada di rekening-rekening luar negeri. Dengan kata lain, lebih dari 80 persen rekening pribadi di Singapura adalah milik orang asing.
WealthInsight memperkirakan angka itu akan terus meningkat pada 2020, ketika Singapura diramalkan akan mengambil alih posisi Swiss sebagai pengelola kekayaan nomor satu dunia.
Pertanyaannya adalah apakah kekayaan tersebut didapatkan secara legal dan dipajak secara legal juga. Christensen ragu akan hal itu. Perusahaannya merilis Indeks Kerahasiaan Finansial setiap dua tahun dan Singapura ada di peringkat kelima dalam daftar yang dirilis November, turun satu posisi dibandingkan 2011. Christensen mengatakan perbankan tidak transparan sehingga para pejabat tidak dapat membuktikan kebersihan aset-aset finansial.
"Itu pernyataan mereka saja. Kita tahu bahwa mayoritas besar yang menggunakan rekening luar negeri adalah untuk menghindari pajak," ujarnya.
Alan Lau tidak sepakat. Ia mengatakan bahwa pengalamannya sebagai kepala pajak layanan finansial di perusahaan akunting KPMG Singapore menunjukkan, sebagian besar uang yang mengalir ke Singapura adalah melalui saluran-saluran resmi.
"Meski selalu ada risiko atau godaan bagi minoritas kecil untuk berusaha memarkirkan kekayaan mereka yang kotor di jurisdiksi kerahasiaan perbankan seperti Singapura, aturan yang lebih ketat mengenai pencucian uang baru-baru ini membuat hal itu semakin sulit," ujar Lau.
Ia menambahkan bahwa pemeriksaan kekayaan gelap "telah membuat sektor perbankan swasta stress dan khawatir," untuk menjamin mereka patuh pada aturan-aturan baru.
Beberapa pihak beralasan tidak ada yang salah bagi individu dan perusahaan multinasional untuk pergi ke tempat-tempat yang ramah pajak, asal itu dilakukan di atas tangan.
Eduardo Saverin, salah satu pendiri Facebook, melepaskan kewarganegaraan Amerikanya pada 2011 setelah berelokasi ke Singapura, sebuah langkah yang dianggap didorong oleh pajak yang lebih ringan di sini. Namun yang lainnya mengatakan bahwa ketika pemerintah-pemerintah menurunkan tingkat pajak untuk menarik bisnis, mereka memaksa negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama meski merugikan masyarakat.
Bahkan jika penghindaran pajak itu legal, hal itu dapat berbahaya. Christensen mengatakan bahwa ketika orang kaya menggunakan kekayaannya untuk mencari cara agar bisa membayar pajak lebih rendah, mereka mengalihkan beban itu ke masyarakat dengan penghasilan lebih rendah untuk mengisi kesenjangan pajak.
"Kita tidak membuat perbedaan antara penghindaran dan pengemplangan karena itu pelanggaran," ujarnya. (VOA/Lien Hoang)
Oleh karenanya, pemerintah tidak senang dengan laporan-laporan yang menyatakan bahwa pengemplang pajak, pejabat korup dan pencuci uang mungkin menutup rekening mereka di bank Swiss dan memindahkan dananya ke Singapura.
Sebagai respon, pemerintah meningkatkan langkah-langkah untuk melawan reputasi sebagai surga pajak. Saat ini mereka membahas kerja sama dengan Amerika Serikat yang mewajibkan bank-bank di Singapura untuk membagi rincian aset-aset luar negeri warga Amerika dengan Badan Pendapatan Internal (IRS). Amerika baru saja menandatangani aturan kepatuhan pajak rekening luar negeri (FATCA) dengan enam pemerintah bulan ini.
"Tuduhan bahwa individu-individu kaya dapat menyembunyikan uang dan menghindari pajak di Singapura adalah tidak berdasar," ujar seorang juru bicara Kementerian Keuangan pada VOA.
Dalam beberapa tahun terakhir, kekayaan global telah bergeser ke Asia, terutama Singapura dan Hong Kong, sebagian karena penyelidikan yang lebih ketat terhadap surga-surga pajak seperti Swiss dan Bermuda.
FATCA akan menjadi upaya lebih luas untuk meningkatkan transparansi perbankan. Singapura telah memiliki perjanjian pembagian informasi yang serupa dengan Jerman dan organisasi negara-negara terkaya dunia OECD. Tahun ini, akan lebih mudah untuk menghukum pencuci uang di Singapura dan "meminta informasi bank dan dana dari lembaga-lembaga keuangan tanpa harus mendapatkan perintah pengadilan," menurut Kementerian Keuangan.
Namun para pengkritik tidak sepenuhnya yakin. John Christensen, direktur perusahaan riset Inggris, Tax Justice Network, mengatakan perjanjian bilateral Singapura mewajibkan pemerintah-pemerintah asing membuat permintaan individual untuk informasi perbankan. Ia mengatakan seharusnya pembagian informasi berlaku otomatis, sehingga saat seorang warga negara Inggris membuka rekening di Singapura, misalnya, pihak berwenang di Singapura akan memberitahukannya pada pemerintah Inggris.
"Semua infrastruktur sudah ada untuk mendorong dan memfasilitasi penghindaran pajak," ujar Christensen, yang juga mantan penasihat ekonomi untuk Pulau Jersey di Inggris, yang merupakan pusat perbankan luar negeri.
Singapura merupakan salah satu pemerintahan dan ekonomi yang paling stabil di dunia, memiliki aturan-aturan bisnis yang kondusif, tingkat pajak yang kompetitif dan privasi perbankan. Semua ini menarik orang-orang super kaya dari luar negeri.
"Bodoh kalau mereka tidak memanfaatkannya, tapi mereka harus melakukannya secara legal," ujar Joseph Cherian, direktur dari Pusat Riset Manajemen Aset dan Investasi di Fakultas Bisnis National University of Singapore.
Orang-orang memang memanfaatkannya. Dibandingkan dengan US$50 miliar pada 2000, Singapura mengelola aset-aset bernilai $550 miliar pada 2011, menurut WealthInsight, sebuah perusahaan riset di London. Dari jumlah itu, $450 miliar ada di rekening-rekening luar negeri. Dengan kata lain, lebih dari 80 persen rekening pribadi di Singapura adalah milik orang asing.
WealthInsight memperkirakan angka itu akan terus meningkat pada 2020, ketika Singapura diramalkan akan mengambil alih posisi Swiss sebagai pengelola kekayaan nomor satu dunia.
Pertanyaannya adalah apakah kekayaan tersebut didapatkan secara legal dan dipajak secara legal juga. Christensen ragu akan hal itu. Perusahaannya merilis Indeks Kerahasiaan Finansial setiap dua tahun dan Singapura ada di peringkat kelima dalam daftar yang dirilis November, turun satu posisi dibandingkan 2011. Christensen mengatakan perbankan tidak transparan sehingga para pejabat tidak dapat membuktikan kebersihan aset-aset finansial.
"Itu pernyataan mereka saja. Kita tahu bahwa mayoritas besar yang menggunakan rekening luar negeri adalah untuk menghindari pajak," ujarnya.
Alan Lau tidak sepakat. Ia mengatakan bahwa pengalamannya sebagai kepala pajak layanan finansial di perusahaan akunting KPMG Singapore menunjukkan, sebagian besar uang yang mengalir ke Singapura adalah melalui saluran-saluran resmi.
"Meski selalu ada risiko atau godaan bagi minoritas kecil untuk berusaha memarkirkan kekayaan mereka yang kotor di jurisdiksi kerahasiaan perbankan seperti Singapura, aturan yang lebih ketat mengenai pencucian uang baru-baru ini membuat hal itu semakin sulit," ujar Lau.
Ia menambahkan bahwa pemeriksaan kekayaan gelap "telah membuat sektor perbankan swasta stress dan khawatir," untuk menjamin mereka patuh pada aturan-aturan baru.
Beberapa pihak beralasan tidak ada yang salah bagi individu dan perusahaan multinasional untuk pergi ke tempat-tempat yang ramah pajak, asal itu dilakukan di atas tangan.
Eduardo Saverin, salah satu pendiri Facebook, melepaskan kewarganegaraan Amerikanya pada 2011 setelah berelokasi ke Singapura, sebuah langkah yang dianggap didorong oleh pajak yang lebih ringan di sini. Namun yang lainnya mengatakan bahwa ketika pemerintah-pemerintah menurunkan tingkat pajak untuk menarik bisnis, mereka memaksa negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama meski merugikan masyarakat.
Bahkan jika penghindaran pajak itu legal, hal itu dapat berbahaya. Christensen mengatakan bahwa ketika orang kaya menggunakan kekayaannya untuk mencari cara agar bisa membayar pajak lebih rendah, mereka mengalihkan beban itu ke masyarakat dengan penghasilan lebih rendah untuk mengisi kesenjangan pajak.
"Kita tidak membuat perbedaan antara penghindaran dan pengemplangan karena itu pelanggaran," ujarnya. (VOA/Lien Hoang)