Tidak dapat disangkal bahwa Singapura memiliki tingkat kejahatan rendah yang mengesankan, merupakan negara yang sangat efisien dan bersih. Tetapi juga sering disebut sebagai ‘negara polisi' oleh orang-orang yang mengecam undang-undang yang keras di negara itu. Melalui usul perubahan terhadap undang-undang hukuman mati di negara itu, pemerintah berusaha menyanggah reputasi itu minggu ini.
Didasarkan pada pedoman khusus, pengedar narkoba dan pembunuh tidak akan lagi menghadapi hukuman mati. Pengadilan akan diberi keleluasaan untuk memutuskan apakah pelaku sampingan seperti kurir narkoba harus dieksekusi. Dalam kasus pembunuhan, hukuman mati hanya akan diberlakukan bila terbukti ada niat membunuh. Menteri Hukum Singapura, K Shanmugam, mengemukakan mengenai perubahan itu di parlemen, minggu ini.
"Perubahan ini akan memastikan bahwa kerangka hukum kita dengan benar menyeimbangkan berbagai tujuan: keadilan bagi korban, keadilan bagi masyarakat dan rasa belas kasih untuk orang-orang tertentu,” ujar Shanmugam.
Perubahan tersebut dilihat sebagai jawaban terhadap tekanan sosial untuk membuat Singapura lebih progresif. Jan Wetzel, penasihat tentang hukuman mati pada Amnesty International, mengatakan perubahan yang diusulkan adalah langkah maju yang besar bagi wilayah tersebut dan sejalan dengan pandangan saat ini tentang hukuman mati.
"Saya pikir ini adalah tanda lain bahwa hukuman mati tidak akan diberlakukan lagi. Sekali lagi, kita harus berhati-hati karena usul itu tidak menghapuskan hukuman mati sama sekali di Singapura. Menurut usul itu, hukuman mati akan tetap diberlakukan untuk jenis pembunuhan tertentu dan untuk orang-orang yang mereka sebut pedagang narkoba tingkat tinggi. Tapi ini adalah tanda bahwa peraturan itu nantinya akan dicabut," papar Jan Wetzel.
Rancangan peraturan itu bisa diterapkan akhir tahun ini dan juga akan berlaku untuk 35 orang yang saat ini sedang menunggu pelaksanaan hukuman mati. Di seluruh Asia, wajib hukuman mati diberlakukan untuk orang-orang yang kedapatan memiliki jumlah tertentu obat terlarang di Malaysia, Pakistan dan Korea Utara. Di Singapura, orang yang terbukti membunuh dan mengedarkan narkoba, dikenai hukuman gantung.
Didasarkan pada pedoman khusus, pengedar narkoba dan pembunuh tidak akan lagi menghadapi hukuman mati. Pengadilan akan diberi keleluasaan untuk memutuskan apakah pelaku sampingan seperti kurir narkoba harus dieksekusi. Dalam kasus pembunuhan, hukuman mati hanya akan diberlakukan bila terbukti ada niat membunuh. Menteri Hukum Singapura, K Shanmugam, mengemukakan mengenai perubahan itu di parlemen, minggu ini.
"Perubahan ini akan memastikan bahwa kerangka hukum kita dengan benar menyeimbangkan berbagai tujuan: keadilan bagi korban, keadilan bagi masyarakat dan rasa belas kasih untuk orang-orang tertentu,” ujar Shanmugam.
Perubahan tersebut dilihat sebagai jawaban terhadap tekanan sosial untuk membuat Singapura lebih progresif. Jan Wetzel, penasihat tentang hukuman mati pada Amnesty International, mengatakan perubahan yang diusulkan adalah langkah maju yang besar bagi wilayah tersebut dan sejalan dengan pandangan saat ini tentang hukuman mati.
"Saya pikir ini adalah tanda lain bahwa hukuman mati tidak akan diberlakukan lagi. Sekali lagi, kita harus berhati-hati karena usul itu tidak menghapuskan hukuman mati sama sekali di Singapura. Menurut usul itu, hukuman mati akan tetap diberlakukan untuk jenis pembunuhan tertentu dan untuk orang-orang yang mereka sebut pedagang narkoba tingkat tinggi. Tapi ini adalah tanda bahwa peraturan itu nantinya akan dicabut," papar Jan Wetzel.
Rancangan peraturan itu bisa diterapkan akhir tahun ini dan juga akan berlaku untuk 35 orang yang saat ini sedang menunggu pelaksanaan hukuman mati. Di seluruh Asia, wajib hukuman mati diberlakukan untuk orang-orang yang kedapatan memiliki jumlah tertentu obat terlarang di Malaysia, Pakistan dan Korea Utara. Di Singapura, orang yang terbukti membunuh dan mengedarkan narkoba, dikenai hukuman gantung.