Suara riuh anak bermain sambil bernyanyi terdengar di lobby bangunan bekas Kodim, Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (17/7) sore itu. Beberapa di antaranya berkelahi ketika pekerja Dinas Sosial DKI Jakarta membagikan mainan kepada mereka.
Satu di antaranya yang bermain sore itu adalah Mustafa, bocah 12 tahun asal Afghanistan yang sudah lima tahun mengungsi di Indonesia.
"(Apa yang disuka dari permainan tadi?) Mainan bagus, karena anak-anak semuanya Afghanistan ada hadir. Itu yang bicara ready yes, ready yes," tutur Mustafa di lobby bangunan bekas Kodim 0504 di Jakarta Barat, Rabu (17/7).
"Ready yes" yang disebut Mustafa adalah instruksi yang diberikan pekerja Dinas Sosial kepada puluhan anak-anak pengungsi untuk mengikuti gerakannya. Selain bernyanyi dan bergerak bersama, Mustafa menuturkan juga senang bermain sepak bola di tempat pengungsian. Sekilas memang semua anak bergembira kala itu.
Namun, Mustafa yang bercita-cita menjadi pemain sepak bola profesional itu tetap berharap dapat meninggalkan tempat pengungsian dan Badan PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) mau memberikan rumah bagi keluarganya.
"Di sini tidak bagus, semua berantem buat makanan, berantem untuk air dan untuk apa-apa," tambahnya.
Keinginan yang sama dituturkan Hadiyah, bocah perempuan sembilan tahun asal Afghanistan yang sudah tiga tahun mengungsi ke Indonesia. Ia mengatakan suka bernyanyi bersama dengan teman-temannya sore itu. Namun, ia tetap ingin memiliki rumah untuk tinggal bersama keluarga.
"Tidak enak, karena biasa tidak punya mainan jadi bosan. Main panas-panasan, tidak enak baju kotor, dicuci dan mamaku capek," tuturnya usai bermain bersama dengan temannya dan pekerja dinas sosial.
Hadiyah yang suka dengan makanan pizza ini bercita-cita menjadi dokter. Ia ingin menolong orang-orang yang sakit dengan keahliannya saat dewasa nanti.
"Sekarang adik aku sedang sakit. Tidak bisa main dan tidak bisa keluar. Tadi sudah diperiksa dokter dan dikasih obat. Sekarang masih tidur dan sore tidak makan," tambah Hadiyah.
Kendati demikian, Hadiyah dan Mustafa tidak ingin kembali ke Afghanistan. Ia takut akan terbunuh jika kembali ke negara mereka yang menurutnya masih perang. Hanya, Hadiyah kadangkala masih rindu dengan kerabatnya dan kakek neneknya yang masih di Afghanistan.
Bantuan Pemprov DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengirimkan tim yang beranggotakan sekitar 20 orang untuk membantu para pengungsi di gedung bekas Kodim, Kalideres, Jakarta Barat. Pekerja sosial Dinas Sosial DKI Jakarta, Muhammad Kurniawan mengatakan, tim ini akan bekerja selama sepekan mulai dari Senin (15/7) lalu. Kurniawan menjelaskan tim dinas sosial mengajak anak-anak bermain agar mereka tidak stres dan merasa nyaman di tempat pengungsian.
"Tadi pagi kita sudah mendampingi anak-anak mewarnai, menggambar, nyanyi-nyanyi, game, yel-yel dari jam 9-11. Untuk mengisi kekosongan kita isi permainan, ice breaking, dan juga ada gerakan-gerakan," jelas Kurniawan di bekas gedung Kodim, Kalideres, Jakarta, Rabu (17/7).
Kurniawan menjelaskan ada tantangan perbedaan bahasa dari anak-anak pengungsi selama bermain. Sebab, anak-anak yang berasal dari Afghanistan, Somalia, Sudan tersebut tidak semuanya bisa berbahasa Indonesia. Karena itu, kata dia, ia juga kerap menggunakan bahasa isyarat untuk mengajak mereka bermain bersama dan mengikuti gerakan.
Sementara Psikolog dari Puskesmas Kecamatan Taman Sari Jakarta, Nina Pramudita menjelaskan dampak psikologis terhadap anak akibat mengungsi tidak terlihat secara fisik. Namun dalam jangka panjang, menurutnya, hal tersebut dapat membuat anak menjadi trauma dan mengalami gangguan kecemasan seperti yang dialami pengungsi dewasa di Kalideres.
"Mereka tetap bisa bermain dan tertawa dengan temannya. Tapi dampak psikologis itu terkadang tidak terlihat saat itu. Bisa mungkin berapa bulan dan tahun kemudian. Mungkin di luarnya mereka ceria, tapi di dalamnya kemungkinan pasti ada sedihlah mereka hidup seperti ini," jelas Nina.
Nina yang dikirim Dinas Kesehatan DKI Jakarta ini memberikan konseling dan pemulihan trauma bagi anak-anak pengungsi. Konseling juga diberikan kepada pengungsi dewasa yang mengalami gangguan psikologis. [sm/uh]