Kementerian Luar Negeri Indonesia melalui kantor-kantor kedutaan besar dan perwakilan di beberapa negara Timur Tengah telah menetapkan status siaga dan menyiapkan rencana kontijensi, seiring memanasnya situasi di kawasan itu terkait terus berkecamuknya perang Israel-Hamas di Jalur Gaza, Palestina.
Aljazair, Selasa sore (28/5) membagikan usul resolusi gencatan senjata segera dan permanen di Jalur Gaza, dan perintah agar Israel menghentikan seluruh ofensif militer di kota Rafah. Usulan yang akan disampaikan ke Dewan Keamanan PBB itu menyatakan “situasi bencana di Jalur Gaza menimbulkan ancaman terhadap keamanan dan perdamaian di kawasan dan dunia.”
Ini merupakan usul terbaru dari puluhan yang sudah diajukan sebelumnya dan tidak membuahkan hasil. Sementara situasi di Jalur Gaza terus memburuk. Serangan udara Israel ke kamp pengungsi di Rafah, Minggu malam (26/5) yang menewaskanya sedikitnya 45 orang dan memicu kecaman keras dunia adalah potret terburuk situasi kemanusiaan di sana.
Melihat dampak luas perang Israel-Hamas, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 36 ribu warga Palestina dan melukai lebih dari 81.500 lainnya, Kementerian Luar Negeri Indonesia telah mempersiapkan rencana kontijensi di beberapa kantor perwakilan diplomatik di Timur Tengah.
Rencana Kontijensi
Berbicara dalam konperensi pers di Jakarta Rabu sore (29/5), Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha mengatakan rencana ini siap dilaksanaka jika eskalasi konflik lebih lanjut membahayakan keselamatan warga Indonesia di kawasan itu.
"Sesuai dengan rencana kontijensi yang sudah ditetapan masing-masing perwakilan, saat ini KBRI (Kedutaan besar Republik Indonesia) Amman sudah menetapkan wilayah Israel dan Palestina Siaga 1. Kemudian KBRI Teheran menetapkan wilayah Iran Siaga 2. KBRI Beirut menetapkan Libanon Selatan Siaga 1, untuk wilayah Lebanon lainnya termasuk Beirut ditetapkan sebagai Siaga 2," katanya.
Hingga saat ini masih terdapat 130 WNI di Israel, delapan orang di Gaza, 2.361 orang di Suriah, 217 orang di Lebanon, 387 orang di Iran dan 553 orang di Irak.
Judha menegaskan data tersebut adalah yang tercatat di KBRI dan ada kemungkinan masih ada WNI yang datang dan/atau tinggal di negara-negara itu tetapi tidak melaporkan diri mereka, sehingga tidak tercatat.
Namun dalam konteks perlindungan warga Indonesia, semua KBRI dan kantor-kantor perwakilan di Timur Tengah telah melakukan persiapan.
Kemlu Koordinasi Erat dengan MER-C Terkait WNI di Jalur Gaza
Kementerian Luar Negeri Indonesia juga melakukan koordinasi erat dengan MER-C terkait penempatan beberapa relawan mereka di Jalur Gaza. Judha mengataka MER-C dan relawan yang berada di sana sudah mengetahui risikonya dan sudah memiliki rencana kontijensi jika terjadi sesuatu dengan para relawannya.
Sejak perang Israel-Hamas berkecamuk pada 7 Oktober lalu, MER-C sudah mengirim puluhan relawan kemanusiaan dalam tiga gelombang berbeda. Rotasi tim ketiga saat ini terhambat seiring dimulainya operasi militer Israel ke Rafah pada 6 Mei lalu, yang menutup perbatasan Rafah yang menghubungkan Gaza dan Mesir. Sejak proses rotasi ini terhambat, lanjut Judha, Kementerian Luar Negeri meningkat koordinasi dengan MER-C dan Badan Kesehatan Dunia WHO di Jenewa, Swiss, dan Tim Medis Darurat EMT WHO yang ada di Rafah.
Sejak operasi militer Israel ke Rafah, sudah empat WNI yang menjadi relawan MER-C dievakuasi meninggalkan Gaza dan kembali ke tanah air, yaitu pada tanggal 21, 23, dan 24 Mei. Saat ini masih terdapat delapan relawan MER-C di Gaza yang masih tetap bertugas hingga menunggu proses rotasi berikutnya. Belum jelas apakah jumlah ini termasuk dua dokter relawan yang baru tiba di Rafah pada 24 Mei lalu.
Kantor PBB urusan pengungsi Palestina UNRWA mengatakan hingga saat ini lebih dari satu juta orang yang berlindung di Rafah telah meninggalkan kota itu seiring perluasan operasi militer Israel di kota paling Selatan Gaza itu. Kecaman keras sejumlah negara dan organisasi dunia setingkat PBB tampaknya tidak menyurutkan Israel melancarkan operasi yang menurut Menteri Pertahanan Yoav Gallant hanya memiliki satu misi yaitu “menghancurkan sisa kekuatan Hamas.”
Pengamat Sayangkan Ketidakmampuan Komunitas Internasional Tekan Israel
Pengamat hubungan internasional di Universitas Islam Indonesia Hasbi Aswar Ph.D. mengatakan ketidakmampuan komunitas internasional menekan Israel semakin membuat negara itu seakan memiliki impunitas hukum. Ia juga menyayangkan sikap negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam OKI yang hanya sekadar menyampaikan komitmen untuk membela Palestina tanpa tindakan langsung yang nyata.
"Di OKI itu kan ada (negara anggota) yang menormalisasi (hubungan) dengan Israel, seperti negara-negara Teluk. Terus ada Turki hyang selama ini menjalin hubungan dengan Israel, kemudian Mesir, Yordania. Ada juga negara-negara OKI yang lain yang bermusuhan dengan Israel," tuturnya.
Dalam kondisi saat ini, OKI, tambahnya, sedianya melakukan upaya-upaya diplomatik yang lebih kuat agar Israel menghentikan agresi militernya ke Gaza. Mereka bisa melarang penggunaan wilayahnya untuk lalu lintas barang dan jasa bagi Israel misalnya, tambah Hasbi.
Sementara pakar hukum internasional di Universitas Indonesia Prof. Dr. Hikmahanto Juwana mendorong Indonesia untuk kembali “mengkapitalisasi” upaya membela Palestina dengan “me-lobby negara-negara Eropa untuk mengikuti jejak tiga negara (Norwegia, Irlandia dan Spanyol) yang telah memberi pengakuan pada Palestina, supaya melakukan hal yang sama dan agar rakyat Palestina memiliki negara yang merdeka.” [fw/em]
Forum