Kementerian Luar Negeri mengatakan telah mengetahui rencana melanjutkan pengadilan militer bagi tiga tersangka yang diduga terlibat pemboman di Indonesia antara tahun 2002-2003, termasuk Encep Nurjaman, alias Riduan Isamuddin, alias Hambali.
“Kemlu dan perwakilan RI di Amerika telah memperoleh informasi mengenai akan diadilinya Hambali atas dakwaan melakukan serangan bom di Bali tahun 2002 dan di Jakarta tahun 2003 dari pemberitaan media,” ujar Teuku Faizasyah melalui telepon Minggu pagi (24/1).
Ditambahkannya, “proses penegakan hukum atas kasus yang didakwakan kepada yang bersangkutan, diharapkan dapat memberi rasa keadilan bagi para korban pemboman.”
Faizasyah mengatakan rencana pengadilan militer itu tidak diperoleh dari pemerintah Amerika, tetapi dari media.
Hambali Akan Disidang
Setelah ditunda selama lebih dari 17 tahun, Hambali – yang dijuluki sebagai “Osama bin Laden Asia Tenggara” – bersama dua tersangka lain akan segera diadili. Pentagon, Kamis (23/1), mengumumkan rencana melanjutkan pengadilan militer terhadap ketiga orang tersebut, yang hingga kini ditahan di pangkalan militer Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba. Ketiganya diduga berperan dalam pemboman klub malam di Bali tahun 2002 dan pemboman Hotel JW Mariott di Jakarta tahun 2003.
Hambali, yang kini berusia 56 tahun, ditangkap di Thailand setahun setelah pemboman di Bali dan sempat ditahan di salah satu penjara milik CIA di luar Amerika, sebelum dipindahkan ke Teluk Guantanamo. Suratkabar Washington Post pada tahun 2016 melaporkan Hambali ditahan di fasilitas Kamp 7 yang sangat rahasia, bersama sejumlah kecil tahanan, termasuk yang dituduh mengatur serangan teroris 11 September 2001 di Amerika.
Rencana Sidang Hambali Bertepatan dengan Rencana Tutup Guantanamo
Associated Press melaporkan seorang pejabat senior urusan hukum militer telah menyetujui beberapa tuntutan yang tidak diancam hukum mati – yaitu konspirasi, pembunuhan dan terorisme – terhadap ketiga tersangka. Dakwaan ini sebenarnya telah diajukan pada masa pemerintahan Donald Trump, tetapi belum diselesaikan.
Pengacara militer yang ditunjuk untuk ketiga tersangka, Mayor James Valentine dari Korps Marinir mengatakan “waktunya sangat jelas, sehari setelah pelantikan presiden.” Ditambahkannya, “ini (dimulainya peradilan -red) dilakukan dalam kondisi panik sebelum pemerintahan Biden ajeg.” Ia merujuk pada niat Presiden Joe Biden menutup pusat tahanan di Teluk Guantanamo; yang juga telah ditegaskan oleh calon menteri pertahanan pilihan Biden, Jendral Lyod Austin dalam sidang konfirmasi di Senat yang membahas pencalonannya.
Pertengahan 2016 lalu satu dewan kajian yang dibentuk pemerintahan Obama ketika itu dan terdiri dari sejumlah pejabat keamanan nasional dari beragam lembaga, sempat melakukan pengkajian berkala tentang para tahanan di Teluk Guantanamo.
Washington Post melaporkan pejabat yang mewakili Hambali ketika itu mengatakan “Hambali telah menyatakan bahwa ia tidak berniat buruk terhadap Amerika,” dan bahwa kliennya ingin hidup damai. Namun, dalam satu kajian terpisah, seorang pejabat lain yang tidak diidentifikasi identitasnya mengatakan Hambali tampak memiliki pengaruh atas sejumlah tahanan lain dan masih mempromosikan “jihad lewat kekerasan” dalam kutbah harian atau mingguannya.
Pejabat itu mengatakan Hambali adalah kunci penghubung antara Jemaah Islamiah dan al Qaeda, dan bahwa jika Hambali dipindahkan keluar dari Teluk Guantanamo maka ia akan berupaya kembali berhubungan dengan jaringan teroris di Indonesia dan Malaysia, atau menarik sejumlah besar pengikut baru.
Beberapa pejabat keamanan yang dikontak VOA mengatakan masih menunggu perkembangan lebih lanjut sebelum menunjukkan sikap tentang rencana sidang pengadilan Hambali tersebut. [em/ah]