Sepuluh tahun lalu, para ilmuwan memulai penelitian yang disebut Selenium and Vitamin E Cancer Prevention Trial, disingkat SELECT, untuk menguji keyakinan luas bahwa dua suplemen itu mungkin membantu atau mencegah penyakit.
Studi itu melacak 35.000 pria sehat berusia 50 tahun keatas di 400 lokasi di Amerika Serikat, Kanada dan Puerto Rico.
Analisis dari sejumlah penelitian mengenai kulit dan kanker paru-paru menunjukkan bahwa selenium – sejenis suplemen mineral- atau vitamin E mungkin dapat mengurangi resiko terkena kanker prostat. Tetapi, analisis terbaru dari data SELECT menunjukkan hasil yang berbeda.
Howard Parnes, spesialis kanker prostat di National Cancer Institute dan salah seorang penulis temuan yang diterbitkan dalam Journal of the American Medical Association, mengatakan bahwa studi itu dihentikan lebih dini karena tidak bermanfaat.
Menurut Parnes, hasil penelitian tidak menunjukkan manfaat bagi pria yang minum vitamin E sebanyak 400 IU (International Unit) setiap hari. Yang lebih penting lagi, studi itu menunjukkan beberapa resiko yang benar-benar nyata.
"Saat ini, data menunjukkan kenaikan kanker prostat sebesar 17 persen, yang secara statistik signifikan untuk bahaya vitamin E saja," papar Howard selanjutnya.
Eric Klein, peneliti lain dari Cleveland Clinic mengatakan studi pemerintah yang menelan biaya 122 juta dolar itu berakhir tahun 2008 ketika menjadi jelas bahwa vitamin E tidak akan menghasikan pengurangan kanker sampai 25 persen, target yang berusaha mereka tunjukkan lewat penelitian itu.
"Tapi pada saat penelitian awal ditutup, kami mencatat bahwa pria yang mengonsumsi vitamin E saja, cenderung memiliki resiko kanker prostat yang lebih tinggi," ujar Eric Klein.
Klein mengatakan para periset melacak para peserta studi itu selama 18 bulan lagi setelah penelitian dihentikan dan mendapati bahwa vitamin E dapat berdampak bahkan setelah para pria itu berhenti mengkonsumi suplemen tersebut.
Eric Klein menambahkan, "Tidak ada alasan untuk minum vitamin E jika anda berumur di atas 55 atau 60 tahun."
Klein menambahkan bahwa studi itu menggarisbawahi pentingnya uji coba acak berbasis populasi dalam skala besar untuk dapat dengan akurat mengukur manfaat atau bahaya nutrisi mikro seperti suplemen dan vitamin.