Filipina telah menjadi pusat global eksploitasi anak di dunia maya, dan kebijakan lockdown terkait wabah virus corona kemungkinan memperparah situasi buruk tersebut, kata seorang pejabat AS, Kamis (21/5).
Sebuah studi yang dirilis International Justice Mission, Kamis (21/5), mengatakan, kasus online eksploitasi seksual anak di Filipina meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus tersebut bahkan tak jarang melibatkan orang tua yang mengorbankan anak mereka demi uang.
“Lockdown terkait pandemi Covid-19 tampaknya memperparah fenomena ini,” kata John Richmond, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS yang mengawasi usaha-usaha Amerika memerangi perdagangan manusia, sewaktu perilisan hasil studi itu secara daring.
Dalam banyak kasus, “pelakunya adalah orang tua atau keluarga dekat dari anak yang dieksploitasi,” kata Richmond. “Jadi perintah lockdown sama artinya dengan memenjarakan korban dengan pelaku perdagangan itu.”
Ia juga mengungkapkan tayangan kamera online ini melibatkan banyak pedofil di AS, Kanada, Eropa dan Australia. Obyeknya bahkan termasuk anak-anak yang masih tergolong bayi. Para pedofil tersebut menonton dan ikut mengarahkan adegan yang ditayangkan secara langsung dari rumah-rumah di Filipina.
Dalam kasus yang terdeteksi dari tahun 2011 hingga 2017, 43 anak yang menjadi korban diketahui telah dimanfaatkan pelaku perdagangan selama dua bulan hingga empat tahun. Korban rata-rata berusia 11 tahun dan yang termuda berusia kurang dari setahun. [ab/uh]