Kementerian Luar Negeri Sudan mengatakan seorang perempuan Sudan yang divonis hukuman gantung karena mempertahankan diri beragama Kristen akan dibebaskan “dalam beberapa hari mendatang,” menyusul kecaman internasional. Mariam Yahya Ibrahim, usia 27 tahun, divonis atas tuduhan murtad terhadap agama.
Juru bicara kementerian Luar Negeri Sudan, Abdullah al-Azraq, mengumumkan keputusan itu Sabtu malam (31/5) di Khartoum, hanya beberapa hari setelah Mariam melahirkan di penjara dan menunggu eksekusi.
Mariam, yang juga punya seorang anak laki-laki berusia 20 bulan, memiliki ibu beragama Kristen dan ayah Muslim tetapi dibesarkan sebagai orang Kristen setelah ayahnya menelantarkan keluarga itu. Ia mengatakan selama hidupnya tidak mengikuti ajaran Islam meskipun hukum di Sudan menyatakan anak dari ayah Muslim otomatis dinyatakan beragama Islam.
Awal Mei lalu pengadilan memberi Ibrahim waktu empat hari untuk pindah agama, dan kemudian menjatuhkan hukuman mati karena ia menolak melakukan hal tersebut.
Pernikahan Kristen-Muslim seperti pernikahan Mariam dengan warga Amerika Daniel Wani dalam hukum Sudan dianggap zinah, sehingga mendorong hakim untuk memberlakukan hukum tambahan berupa 100 kali cambuk terhadap ibu muda itu.
Hukuman mati yang sebelumnya dijatuhkan kepada Mariam memicu kecaman dari pemerintah-pemerintah Barat dan organisasi-organisasi HAM. Departemen Luar Negeri Amerika memprotes vonis itu dan menyerukan kepada pemerintah Khartoum untuk menghormati hak kebebasan beragama. PM Inggris David Cameron mengatakan vonis itu tidak bisa diterima dunia.
Amnesti International juga mengecam hukuma mati itu, dan menyebutnya pelanggaran jelas terhadap hukum HAM internasional.
Konstitusi Sudan tahun 2005 menjamin kebebasan menjalankan agama tetapi, pada praktiknya, pemerintah disana memberlakukan hukum Islam.
Juru bicara kementerian Luar Negeri Sudan, Abdullah al-Azraq, mengumumkan keputusan itu Sabtu malam (31/5) di Khartoum, hanya beberapa hari setelah Mariam melahirkan di penjara dan menunggu eksekusi.
Mariam, yang juga punya seorang anak laki-laki berusia 20 bulan, memiliki ibu beragama Kristen dan ayah Muslim tetapi dibesarkan sebagai orang Kristen setelah ayahnya menelantarkan keluarga itu. Ia mengatakan selama hidupnya tidak mengikuti ajaran Islam meskipun hukum di Sudan menyatakan anak dari ayah Muslim otomatis dinyatakan beragama Islam.
Awal Mei lalu pengadilan memberi Ibrahim waktu empat hari untuk pindah agama, dan kemudian menjatuhkan hukuman mati karena ia menolak melakukan hal tersebut.
Pernikahan Kristen-Muslim seperti pernikahan Mariam dengan warga Amerika Daniel Wani dalam hukum Sudan dianggap zinah, sehingga mendorong hakim untuk memberlakukan hukum tambahan berupa 100 kali cambuk terhadap ibu muda itu.
Hukuman mati yang sebelumnya dijatuhkan kepada Mariam memicu kecaman dari pemerintah-pemerintah Barat dan organisasi-organisasi HAM. Departemen Luar Negeri Amerika memprotes vonis itu dan menyerukan kepada pemerintah Khartoum untuk menghormati hak kebebasan beragama. PM Inggris David Cameron mengatakan vonis itu tidak bisa diterima dunia.
Amnesti International juga mengecam hukuma mati itu, dan menyebutnya pelanggaran jelas terhadap hukum HAM internasional.
Konstitusi Sudan tahun 2005 menjamin kebebasan menjalankan agama tetapi, pada praktiknya, pemerintah disana memberlakukan hukum Islam.