Sudan dan Sudan Selatan baru-baru ini memulai lagi perundingan mengenai masalah ekonomi, wilayah perbatasan, minyak, dan keamanan. Dr. Mutrif Saddiq dari delegasi Sudan mengatakan, kedua negara telah membuat kemajuan pada hampir semua isu dalam seminggu belakangan.
Mengenai minyak, perdagangan, dan ekonomi, kedua negara membuat rancangan kerangka perjanjian dalam komite-komite khusus. Namun kompromi mengenai sengketa perbatasan masih akan butuh waktu lama. Masalah-masalah menonjol, seperti kawasan Abyei, bahkan belum dibahas.
Michael Makuei, Menteri Urusan Parlemen Sudan Selatan dan sekaligus ketua Komite Perbatasan, mengatakan bahwa kompromi mengenai isu perbatasan belum tercapai.
Kedua negara akan menghadapi sanksi apabila tidak mencapai persetujuan pada 22 September, batas waktu yang ditetapkan PBB. Makuei mengatakan, Sudan Selatan yakin Pemerintah Sudan akan berubah pikiran pada saat terakhir dan menerima peta PBB, karena tidak ada pilihan lain.
“Perundingan ini seharusnya merupakan kesepakatan menyeluruh yang mencakup semua hal. Bahkan isu-isu yang sudah disepakati tidak akan berarti apa-apa jika kami tidak sepakat mengenai isu-isu lain yang belum terselesaikan,” ujar Makuei.
Namun, Dr. Mutrif Saddiq berpendapat bahwa masalah tidak akan ada apabila kedua negara tidak menetapkan batas waktu.
Ia mengatakan “Jika kami tidak selesai berunding, majelis perunding bebas menyampaikan nasehat atau rekomendasi dan pandangan mereka mengenai cara melangkah ke depan kepada Dewan Keamanan PBB. Para pakar perlu waktu berbulan-bulan untuk membahas isu perbatasan saja. Jadi waktu yang ada ini adalah untuk merancang cara melangkah ke depan isu-isu yang belum selesai, tidak untuk menyelesaikan isu-isu itu.”
Sudan Selatan mendapat kemerdekaan tahun 2011 dari Sudan, mengakhiri perang saudara. Kedua presiden diperkirakan akan tiba di Addis Ababa sebelum batas waktu itu, tetapi belum ditetapkan tanggal yang pasti.
Mengenai minyak, perdagangan, dan ekonomi, kedua negara membuat rancangan kerangka perjanjian dalam komite-komite khusus. Namun kompromi mengenai sengketa perbatasan masih akan butuh waktu lama. Masalah-masalah menonjol, seperti kawasan Abyei, bahkan belum dibahas.
Michael Makuei, Menteri Urusan Parlemen Sudan Selatan dan sekaligus ketua Komite Perbatasan, mengatakan bahwa kompromi mengenai isu perbatasan belum tercapai.
Kedua negara akan menghadapi sanksi apabila tidak mencapai persetujuan pada 22 September, batas waktu yang ditetapkan PBB. Makuei mengatakan, Sudan Selatan yakin Pemerintah Sudan akan berubah pikiran pada saat terakhir dan menerima peta PBB, karena tidak ada pilihan lain.
“Perundingan ini seharusnya merupakan kesepakatan menyeluruh yang mencakup semua hal. Bahkan isu-isu yang sudah disepakati tidak akan berarti apa-apa jika kami tidak sepakat mengenai isu-isu lain yang belum terselesaikan,” ujar Makuei.
Namun, Dr. Mutrif Saddiq berpendapat bahwa masalah tidak akan ada apabila kedua negara tidak menetapkan batas waktu.
Ia mengatakan “Jika kami tidak selesai berunding, majelis perunding bebas menyampaikan nasehat atau rekomendasi dan pandangan mereka mengenai cara melangkah ke depan kepada Dewan Keamanan PBB. Para pakar perlu waktu berbulan-bulan untuk membahas isu perbatasan saja. Jadi waktu yang ada ini adalah untuk merancang cara melangkah ke depan isu-isu yang belum selesai, tidak untuk menyelesaikan isu-isu itu.”
Sudan Selatan mendapat kemerdekaan tahun 2011 dari Sudan, mengakhiri perang saudara. Kedua presiden diperkirakan akan tiba di Addis Ababa sebelum batas waktu itu, tetapi belum ditetapkan tanggal yang pasti.