Warga Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat terkadang mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan atau bumbu masak khas Indonesia di kota tempat tinggal mereka.
Pasalnya, hanya segelintir restoran dan supermarket Indonesia yang beroperasi di Amerika, mengingat jumlah populasi warga Indonesia di Amerika yang hanya mencapai sekitar 129 ribu orang, jika dibandingkan warga Asia dari China, yang mencapai sekitar 5,4 juta orang, berdasarkan hasil analisis Pew Research Center untuk Biro Sensus Amerika Serikat.
Yasmin Prasetyo, warga Indonesia di Virginia, sempat mengalami kesulitan saat ingin mencari bumbu masakan khas Indonesia. "Ada sih di beberapa supermarket Asia, tapi barangnya enggak banyak. Terbatas," kata Yasmin kepada VOA.
Dulu, ketika belum ada supermarket Indonesia di dekat tempat tinggalnya, ia rela pergi ke kota lain untuk berbelanja di supermarket Indonesia.
“Dulu tuh kita mau beli produk-produk Indonesia yang lengkap kita tuh harus niat banget, sampai harus nyetir beberapa jam sampai ke Philadelphia. Pokoknya niat banget deh,” tambah Yasmin.
Supermarket Indonesia di AS Jadi Obat Rindu
Memang untuk mengobati kerinduan akan makanan khas Indonesia, warga Indonesia di Amerika yang ingin berkreasi dalam memasak, lantas bergantung pada supermarket Indonesia yang tersebar di berbagai kota besar di Amerika.
Salah satunya adalah supermarket INDO Java di kota Elmshurst, New York, yang sudah beroperasi sejak tahun 2006. INDO Java adalah supermarket Indonesia pertama di kota New York. Supermarket ini menjual berbagai produk, bumbu, dan makanan khas Indonesia, seperti dijelaskan oleh Ria Janti, salah seorang pemiliknya.
“Kebetulan kita ada di tengah-tengah community orang Indonesia. Kita menjual khusus product Indonesia seperti bumbu-bumbu, kita juga jual tempe, kerupuk-kerupuk, kita melayani khusus untuk orang Indonesia yang merantau, supaya mereka kalau kepengin makan rawon, soto, kita juga ada bumbu-bumbunya,” kata Ria Janti kepada VOA belum lama ini.
Bagi warga Indonesia di New York, Dini Hyde, adanya supermarket Indonesia di kotanya sangat berguna.
"Karena kalau pas homesick (red.rindu kampung), kita mau gimana kalau pengin sambal kecombrang? Dampak buat (saya) tuh meminimalisasi homesick," kata Dini kepada VOA.
INDO Java juga menyediakan makanan siap saji seperti paket nasi campur dan nasi uduk, gulai kikil, ikan balado, ayam rica-rica, nasi pecel, bandeng presto dan masih banyak lagi.
Juni lalu, warga Indonesia, Tasya Hardono bersama rekannya, John Avila, dan Windi Priliantining memberanikan diri untuk membuka supermarket Indonesia pertama di Chicago, Illinois, yang diberi nama “WARoeNG.” Pembukaan supermarket ini ikut dihadiri oleh walikota Schaumburg, Tom Dailly, serta Konsul Jenderal RI di Chicago, Meri Binsar Simorangkir.
“Selama saya tinggal di sini, hampir 25 tahun, tidak ada grocery store (Indonesia) di kota ini. Sehingga saya seperti kebanyakan warga Indonesia di Chicago, saya kesusahan mencari produk-produk Indonesia,” cerita Tasya kepada VOA belum lama ini.
Alasan lain ia membuka usaha ini adalah karena dirinya mengalami kesulitan untuk mendapatkan bumbu dan rempah yang ia butuhkan untuk restoran Indonesia bernama Minahasa, yang juga ia bangun bersama John Avila, bulan Januari lalu di Chicago.
“Kami harus mendapatkannya dari daerah West Coast. Selain itu juga supply-nya enggak steady. Jadi setelah beberapa bulan into the restaurant business, kami berdua mendapatkan idea, bahwa alangkah baiknya gitu kalau kita juga mempunyai grocery store. Jadi kita bisa supply ke Minahasa juga dan kita juga bisa membantu orang-orang Indonesia di sini yang memerlukan produk Indonesia,” jelas Tasya.
Usaha dan kerja keras Tasya tidak sia-sia. WARoeNG mendapat tanggapan yang sangat positif. Banyak pelanggan yang berterima kasih kepadanya.
“Mereka bilang memudahkan untuk mendapatkan barang-barang Indonesia, jadi bukan lagi sesuatu yang mustahil kalau kamu pengen kerupuk, kerupuk di rumah kamu abis, kamu bisa langsung datang ke WARoeNG,” katanya.
Bagi Tasya, bisnis supermarket ini bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Tidak hanya mimpinya saja, namun juga mimpi banyak orang Indonesia di Amerika. Apalagi mengingat bahwa Chicago adalah kota nomor 3 terbesar di AS setelah New York dan Los Angeles, yang belum memiliki supermarket Indonesia.
“Mungkin saya bilang, saya berani take a leap of faith, mewujudkan mimpi itu. Karena memang alasan kami membuka ini bukan untuk menguntungkan diri sendiri ya, kalau menguntungkan diri sendiri saya rasa bisnis ini margin-nya kecil,” ujar Tasya.
“Tapi lebih ke melayani kebutuhan orang-orang, disamping juga saya men-supply ke Minahasa,”
WARoeNG juga menjual berbagai macam camilan khas Indonesia, seperti lebih dari 15 jenis kerupuk, lebih dari 25 jenis sambal, antara lain sambal kecombrang dan sambal cumi, dan berbagai bumbu masak lainnya.
Tidak hanya itu, WaRoeNG juga menjual berbagai cetakan untuk membuat tumpeng dan kue, serta pernak-pernik Indonesia, seperti kipas batik dan topeng kayu bernuansa batik.
“Yang paling susah itu ya, kayak (pelanggan) minta terasi. Jadi mereka mau punya banyak pilihan terasi,” cerita Tasya.
Tak disangka ternyata WARoeNG juga menarik perhatian warga internasional. Belum lama ini WARoeNG menjadi sorotan di sebuah koran lokal di Chicago.
“Ternyata memang ada impact-nya gitu. Maksudnya, banyak orang-orang di luar orang indonesia, mereka datang,” ujar Tasya.
Kebanyakan warga internasional yang hadir mengatakan pernah tinggal di Indonesia atau mereka yang berasal dari Australia dan Belanda.
“Mereka cari bumbu nasi goreng, mereka cari kecap, ada juga perkumpulan Indo Dutch di sini, mereka cari bumbu kacang buat sate, dia cari bumbu-bumbu masakan,” jelas Tasya.
Bertahan di Tengah Pandemi
Sewaktu virus corona baru mulai merebak tahun dan tak lama kemudian menjadikan kota New York sebagai pusat penyebaran COVID-19 tahun 2020 lalu, INDO Java tetap beroperasi.
“Kebetulan kita (supermarket) pada waktu COVID itu kita diharuskan untuk buka. Jadi kita waktu lagi parah-parahnya COVID itu kita tetap melayani orang-orang Indonesia,” cerita Ria.
Rasa takut melanda pikiran Ria, terlebih lagi ketika mendengar banyak pelanggannya yang meninggal dunia karena COVID-19. Pada waktu itu vaksin COVID-19 pun masih sangat terbatas.
“Kita tetap jaga protokol kesehatan kita pakai masker, jaga jarak, orang yang mau masuk ke INDO Java juga, mereka harus pakai masker,” kata Ria.
Di kala banyak restoran, termasuk restoran Indonesia di kota New York mengalami penutupan terkait COVID-19, warga Indonesia yang ingin menikmati makanan khas tanah air langsung menyerbu supermarket INDO Java.
“Karena dimana-mana kan tutup. Restoran Indonesia pun semua tutup, jadi kita yang diserang, semua berbondong-bondong ke toko kita, karena mereka kan mau beli seperti bumbu-bumbu. Mereka takut keluar, jadi mereka masak di rumah,” ujar Ria.
Banyak pelanggan yang lalu menghubungi INDO Java untuk meminta layanan pesan antar. Namun, Ria mengaku “kewalahan” dan tidak bisa menyanggupinya. Ia tidak menyangka supermarketnya menjadi lebih sibuk dibandingkan biasanya dan penjualannya “sangat-sangat meningkat” di tengah pandemi.
“Orang yang mau masuk belanja ke sini itu sampai ratusan orang antre di depan. Rata-rata mereka menunggu tuh bisa sejam, dua jam, tiga jam,” ucap Ria.
“Kita sangat bersyukur waktu pandemi. Satu hal kita bisa melayani orang yang sangat-sangat butuh untuk belanja, (walaupun) kita juga rasa ada takut gitu,” tambahnya.
Pada waktu itu memang INDO Java membatasi jumlah pelanggan yang masuk dan memperbolehkan hanya 6 pelanggan untuk berada di dalam supermarket setiap kalinya.
Sama halnya dengan WARoeNG yang selalu dibanjiri pelanggan khususnya setiap akhir pekan, Tasya juga menerapkan pembatasan jumlah pelanggan yang berada di dalam supermarketnya.
“Kita harus men-direct traffic-nya. Kalau umpamanya terlalu banyak orang di dalam, kita akan bilang ‘tunggu dulu, bergantian,’” ujarnya.
Kedua supermarket ini juga menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Kini, di kala banyak supermarket yang memperbolehkan pelanggannya tidak menggunakan masker, keduanya tetap menerapkan mandat masker, bahkan menyediakannya bagi pelanggan yang tidak membawa.
Pengiriman Barang Terhambat
Di tengah pandemi COVID-19, INDO Java dan WARoeNG tetap bertahan demi melayani pelanggan, walau pasokan barang terkadang kurang.
“Semua, karena sekarang ini COVID, untuk pengiriman barang itu telat. Banyak sekali kendalanya, barang kurang lancar, banyak yang enggak bisa masuk, enggak lolos FDA (Food and Drug Administration), yang tadinya lancar-lancar sekarang enggak,” kata Ria.
Hal ini juga dialami oleh Tasya, khususnya saat Indonesia mulai memberlakukan PPKM. Hampir setengah dari seluruh pesanan barangnya kosong. Tantangan ini “sangat berat” baginya.
“Waktu sebulan sebelumnya itu setiap minggu kami ada pengiriman rutin. Untungnya waktu kami belum buka saya sudah mempunyai pikiran bahwa saya harus stok barang, saya harus punya inventory yang cukup,” kata Tasya.
Walau begitu, Tasya bersikeras untuk tidak menaikkan harga-harga barang di supermarketnya.
“Saya ingin orang-orang Indonesia di sini tidak kesulitan mendapatkan barang-barang, karena saya pernah di posisi itu,” ujarnya.
Belanja Lewat Online
Menurut jajak pendapat tahun 2020 yang dilakukan oleh perusahaan Inmar Intelligence, hampir 80 persen warga AS melakukan transaksi belanja kebutuhan makan secara daring, meningkat 19 persen dari tahun sebelumnya.
Perusahaan data Mercatus, juga mencatat, penjualan kebutuhan makan secara daring meningkat dari 1,2 miliar dolar pada Agustus 2019 menjadi 7,2 milyar dolar pada Juni 2020.
Kini, melalui situsnya, WARoeNG juga menerima pesanan untuk mempermudah para pelanggannya berbelanja, khususnya mereka yang tinggal jauh atau di luar kota Chicago, atau para pelanggan yang masih enggan keluar rumah, karena takut terpapar virus corona. Pelanggan WARoeNG tersebar di seluruh Amerika, bahkan hingga ke Kanada.
INDO Java juga membuka pemesanan melalui Facebook dan Instagram bahkan jauh sebelum pandemi COVID-19.
“Jadi mereka bisa online di sana pesan produk kita, kita kirim lewat pos. itu kita sudah lakukan lama,” ucap Ria.
Ramainya pelanggan menjadi penyemangat dua pemilik usaha supermarket Indonesia di AS ini. Tasya mendorong sesama untuk jangan pernah takut dalam melangkah dan mencoba, serta mengerjakan “apa yang di depan kamu, yang sudah menjadi bagian buat kamu.”
Sehubungan dengan berbisnis di kala pandemi COVID-19, tak lupa Ria berpesan agar “kita tetap bertahan” dan terus menjaga protokol kesehatan. [di/dw]