Hasil survei LaporCovid-19 terbaru menunjukkan masyakarat lebih yakin dengan keamanan, keselamatan, dan kehalalan vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh produsen dalam negeri.
Irma Hidayana, inisiator LaporCovid-19, mengatakan 60 persen-70 persen responden dalam survei yang digelar oleh platform itu ragu-ragu dengan efektivitas vaksin yang diimpor pemerintah. Bahkan, mereka menolak vaksin impor.
Survei dilakukan Agustus-September 2020 di 34 provinsi di Indonesia. Sebanyak 25 persen responden tinggal di Jakarta dan 22 persen responden di Jawa Barat.
“Mereka menganggap pemerintah terlalu tergesa-gesa dalam pengembangan vaksin Covid-19 dan dikhawatirkan berdampak pada faktor keamanan dan keselamatan penggunanya,” kata Irma dalam diskusi daring “Transparansi Vaksin Covid-19 yang digelar Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI), Rabu (4/11) sore.
Pemerintah berupaya mengembangkan vaksin Covid-19 untuk mengatasi pandemi yang disebabkan oleh virus corona jenis baru itu, baik dengan mengimpor kandidat vaksin dari produsen di luar negeri, maupun memproduksi di dalam negeri.
Produsen vaksin plat merah, Bio Farma, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sedang dalam proses mengembangkan vaksin Covid-19 dalam negeri, yaitu Vaksin Merah-Putih.
Sejumlah vaksin impor antara lain kandidat vaksin yang diproduksi oleh Sinovac, perusahaan bioteknologi asal China. Vaksin itu mulai uji klinis fase 3 di Bandung Jawa Barat, sejak Agustus 2020 oleh Tim dari Universitas Padjadjaran dan Bio Farma. Kandidat vaksin impor lainnya adalah vaksin Sinopharm dan vaksin CanSino – keduanya diimpor dari China -- juga disiapkan pemerintah.
Pemerintah memesan jutaan dosis vaksin buatan Sinovac, Sinopharm, dan Cansino. Selain itu, pemerintah juga berencana mengimpor vaksin buatan AstraZeneca dari Inggris.
Transparansi
Irma mengatakan responden juga menyoroti cara pemerintah merespons desakan masyarakat mengenai transparansi proses pengembangan vaksin dan efek terhadap relawan yang mengikuti uji klinis vaksin.
Pernyataan pemerintah bahwa akan memulai vaksinasi massal bertahap pada November, menurut Irma, menunjukkan bahwa pemerinta tergesa-gesa dalam persoalan itu.
“Ketidakyakinan responden pada vaksin berkorelasi dengan proses pengembangan vaksin yang tidak terbukti,” tegas Irma.
Dia menambahkan bahwa survei sebelumnya pernah dilakukan di Jakarta, Bogor, dan Surabaya, mengetahui persepsi risiko masyarakat menghadapi pandemi.
Sementara, Masdalina Pane, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, berpendapat pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat dengan menyajikan informasi yang transparan dan sesuai kaidah sains, mengenai proses pengembangan vaksin Covid-19.
Saat ini, kata Masdalina, pemerintah harus melawan informasi menyesatkan seputar Covid-19 yang marak di media sosial. Apalagi, selama masa pandemi ini, masyarakat makin mengandalkan media sosial.
“Pemerintah harus masif memberi informasi berimbang tentang vaksin Covid-19, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi tentang vaksin,” ujar Masdalina.
Asal Vaksin Tak Masalah
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan pihaknya tidak mempermasalahkan asal atau perusahaan yang mengembangkan vaksin Covid-19 yang akan dipakai untuk vaksinasi massal.
Namun, Harif mengingatkan pemerintah harus menjaga keamanan dan keselamatan vaksin karena tenaga kesehatan menjadi salah satu kelompok yang diprioritaskan mendapat imunisasi vaksin Covid-19
"Kami yakin pemerintah tidak akan gegabah dalam mengembangkan vaksin Covid-19. Kita tunggu langkah resmi BPOM dalam menentukan keamanan vaksin Covid-19,” ujar Harif pada diskusi yang sama, Rabu (4/11).
Data PPNI menunjukkan hingga saat ini ada 3.117 dari 2 juta tenaga kesehatan di Indonesia di Indonesia yang terkonfirmasi terinfeksi Covid-19. Sebanyak 109 di antaranya meninggal.
Sebagai catatan, ada lima kelompok yang akan akan mendapat vaksin Covid-19. Prioritas pertama adalah petugas garda terdepan, yaitu dari medis, paramedis, petugas penelusur kontak (contact tracing), pelayan publik, termasuk TNI dan Polri.
Kelompok kedua adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sebagian pelaku kegiatan ekonomi. Ketiga adalah tenaga pendidik mulai dari PAUD/TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
Kelompok keempat adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota legislatif di tingkat pusat dan daerah.Kelompok kelima atau terakhir adalah peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI). [ys/ft]