Negara-negara ekonomi baru di Asia menemukan apa yang ditemukan negara-negara maju bertahun-tahun yang lalu, yaitu uang, dan barang-barang yang dapat dibelinya membawa kebahagiaan atau setidaknya kepuasan.
Tingkat-tingkat kesejahteraan yang dilaporkan dari negara-negara yang tumbuh cepat seperti Indonesia, China dan Malaysia sekarang menyaingi mereka di Amerika Serikat, Jerman dan Inggris, negara-negara kaya yang telah lama merajai peringkat-peringkat kebahagiaan, menurut survei global lembaga Pew Research Center yang dirilis Jumat (31/10).
Survei itu menunjukkan bagaimana peningkatan-peningkatan pendapatan nasional terkait erat dengan kepuasan pribadi.
Para responden di 43 negara diminta untuk memosisikan diri mereka di "tangga kehidupan" dengan anak tangga teratas mewakili hidup terbaik dan yang terbawah adalah terburuk. Pew juga melakukan survei yang sama pada 2002 dan 2005 di sebagian besar negara tersebut, memungkinkan para peneliti melihat tren-tren seiring waktu.
Namun data juga menunjukkan ada batas mengenai seberapa besar kebahagiaan yang dapat dibeli uang. Misalnya, 56 persen responden Malaysia menilai hidup mereka "tujuh" atau lebih pada tangga, secara signifikan lebih tinggi dari 36 persen di Bangladesh, sebuah negara miskin. Tapi di Jerman, yang lebih kaya daripada Malaysia, tingkat kepuasaan hidup ada pada tingkat 60 persen, hanya 4 persen lebih tinggi daripada Malaysia.
Meski kesejahteraan terlihat berkontribusi pada kebahagiaan, riset lain mengindikasikan bukan itu satu-satunya faktor. Perempuan cenderung lebih berbahagia daripada pria, misalnya, dan orang yang lajang dan berusia separuh baya cenderung melaporkan tingkat kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang menikah dan masih muda.
Hasil survei Pew ini, yang didasarkan pada 47.643 wawancara di 43 negara dengan orang-orang dewasa berusia 18 tahun dan lebih antara Maret dan Juni, juga menemukan bahwa orang-orang di ekonomi-ekonomi baru dan berkembang memprioritaskan beberapa hal penting dalam hidup, termasuk kesehatan, pendidikan anak dan keselamatan dari kejahatan. Hanya sedikit dari orang-orang di negara-negara tersebut yang menempatkan akses Internet, kepemilikan mobil, waktu luang atau kemampuan bepergian sebagai hal-hal terpenting dalam hidup mereka.
Survei tersebut melihat kenaikan signifikan dalam kepuasan pribadi di Indonesia, tempat 58 persen responden menempatkan diri mereka dalam tujuh anak tangga teratas atau lebih, naik dari 23 persen pada 2007; dan Malaysia, naik dari 36 persen tujuh tahun lalu menjadi 56 persen pada kisaran posisi yang sama.
"Tentu saja, tanpa uang akan sulit memenuhi keperluan dasar kita. Tapi uang bukan segalanya," ujar Irwan Yahya, seorang insinyur mesin berusia 45 tahun di Jakarta yang memiliki usaha sendiri.
"Jika demikian, kebahagiaan hanya milik si kaya."
Daisy Daryanti, ibu rumah tangga berusia 50 tahun dari Indonesia, mengatakan bahwa uang dapat membeli kebahagiaan tapi untuk sementara.
"Kebahagiaan itu relatif, tidak hanya mengenai uang, tapi ketenangan, kedamaian," ujarnya. (AP)