Hasil survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk "Sikap Publik pada Pancasila dan Ancaman Komunis" menunjukkan bahwa isu kebangkitan PKI yang kerap muncul pada sekitar akhir September hingga awal Oktober ternyata tidak dipercaya oleh publik. Manajer program SMRC, Saidiman Ahmad, mengatakan mayoritas warga sebanyak 84 persen tidak percaya saat ini sedang terjadi kebangkitan PKI di Tanah Air.
Survei opini publik ini digelar pada 15 hingga 21 September 2021 melalui tatap muka atau wawancara langsung terhadap 981 responden. Survei itu memiliki 95 persen tingkat kepercayaan dengan tingkat kesalahan 3,19 persen.
"Ada 14 persen yang menyatakan setuju dengan pandangan itu (adanya kebangkitan PKI). Sementara yang tidak setuju atau enggak percaya bahwa PKI itu sedang bangkit itu ada 84 persen. Jadi mayoritas orang Indonesia tidak termakan isu kebangkitan PKI," kata Saidiman, Jumat (1/10).
Saidiman menjelaskan, dari 14 persen yang percaya dengan kebangkitan PKI, ada 49 persen atau 7 persen dari total populasi menilai kebangkitan itu sudah menjadi ancaman nyata bagi negara. Sementara ada 24 persen atau 3 persen dari total populasi menilai ancaman itu sedikit sudah menjadi ancaman bagi negara.
"Sedangkan yang menilai itu belum menjadi ancaman ada 16 persen, dan yang sangat percaya bahwa kebangkitan itu tidak akan pernah jadi ancaman itu ada 70 persen," jelasnya.
Lanjut Saidiman, tren sikap publik terhadap isu kebangkitan PKI dari Oktober 2015 hingga September 2021 juga tidak mengalami perkembangan atau stagnan. Berdasarkan data dari SMRC, pandangan publik yang percaya bahwa adanya kebangkitan PKI relatif stabil yakni sekitar 10 sampai 16 persen.
"Demikian pula dengan yang tidak percaya bahwa sekarang PKI bangkit itu di antara 84 sampai 90 persen," ucapnya.
Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, kendati kelompok masyarakat yang percaya akan bangkitnya PKI sangat kecil. Namun, isu kebangkitan PKI kerap didaur ulang.
"Ada semacam usaha untuk memelihara narasi ketakutan itu. Banyak dipahami para responden ini didominasi oleh narasi orde baru bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengkhianatan terhadap pemerintah di tahun 1965," katanya.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan isu kebangkitan PKI yang kerap didaur ulang setiap tahunnya bukan hanya soal politik tapi juga berdampak terhadap penebalan stigma, trauma, diskriminasi, dan pemisahan sosial.
"Dari sisi Komnas HAM tentu melindungi korban dan keluarganya dari permainan atau isu-isu politik yang menebalkan stigma," ujarnya. [aa/lt]