Poligami atau beristri lebih dari satu merupakan isu yang selalu menarik untuk diperdebatkan. Bagi sebagian kalangan dalam Islam, mereka meyakini berpoligami sesuai dengan tuntutan dalam kitab suci Alquran. Sebagian yang lain menolak dengan alasan merendahkan hak dan kehormatan perempuan, serta berpotensi menciptakan kekerasan dalam rumah tangga.
Isu poligami sempat ramai dibicarakan setelah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memberlakukan aturan yang melarang seluruh pengurus dan kader partai berpoligami. Bahkan jika masuk parlemen, PSI bakal memperjuangkan undang-undang yang melarang pejabat publik dan aparatur negara beristri lebih dari satu.
Isu poligami ini pun menjadi bagian dari pertanyaan yang diajukan dalam survei yang dilakukan oleh Y Publica selama 26 Desember 2018 hingga 9 Januari 2019. Survei ini melibatkan 1.200 responden yang dipilih secara acak bertingkat di 34 provinsi.
Dalam jumpa pers yang digelar di sebuah kafe di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/1), Direktur Y Publica Rudi Hartono menjelaskan poligami merupakan isu sensitif di kalangan kaum hawa dan menjadi perdebatan antara kaum konservatif dan progresif. Dia menambahkan hasil survei lembaganya menunjukkan sebagian besar responden ingin agar praktek poligami dibatasi.
Menurut Rudi, sekitar 40,7 persen minta pemerintah memperketat syarat-syarat untuk berpoligami. Bahkan 21,3 persen menuntut agar poligami dilarang di Indonesia dan hanya 30,4 persen yang membolehkan poligami dengan ketentuan harus berlaku adil.
Ketika ditanya apakah setuju dengan praktek poligami, 52,3 persen responden menolak poligami. Yang setuju cuma 40,9 persen dan 6,8 persen lainnya menyatakan tidak tahu.
"Yang setuju poligami paling banyak laki-laki mungkin karena diuntungkan, itu 60,2 persen, yang tidak setuju hanya 39,8 persen. Di perempuan, yang setuju dengan poligami kecil, hanya 34,5 persen. Yang tidak setuju jumlahnya sangat signifikan, yaitu 65,5 persen," ungkap Rudi.
Lebih lanjut Rudi mengungkapkan dari sisi usia, 69,3 persen kaum milenial - berumur 17-35 tahun - menolak poligami dan hanya 30,7 persen yang setuju poligami. Sedangkan responden berusia di atas 35 tahun hanya 52,8 persen yang tidak setuju dengan poligami dan yang setuju 47,2 persen.
Dilihat dari masing-masing pendukung pasangan calon presiden-calon wakil presiden, pendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin paling banyak menolak poligami ketimbang penyokong duet Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Di kubu Jokowi-Ma'ruf yang tidak setuju poligami angkanya 59,3 persen, yang setuju hanya 40,7 persen. Sedangkan di kubu Prabowo-Sandi yang tidak setuju 53,8 persen sedangkan yang setuju 46,2 persen," tambahnya.
Dari 52,3 persen responden yang menolak poligami, lanjut Rudi, sebanyak 35,7 persen menyatakan poligami merugikan perempuan. Sekitar 23,5 persen mengatakan praktek poligami menyebabkan anak terlantar dan 19,3 persen menyebutkan poligami menimbulkan ketidakadilan dalam perkawinan.
Sedangkan 13,4 persen lainnya menyatakan poligami menyebabkan munculnya kekerasan dalam rumah tangga dan 8,1 persen menjawab tidak tahu.
Sementara itu juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Andre Rosiade mengatakan urusan poligami adalah urusan pribadi.
"Poligami itu halal tapi tentu ada ketentuannya. Bagi saya wajar saja pendukung Jokowi kebanyakan basisnya merah. Mohon maaf, merah ke Islamannya, abangan, tentu tidak terlalu memahami permasalahan soal poligami," tukas Andre.
Andre juga meminta urusan poligami tidak perlu dikaitkan dengan pemilihan presiden. [fw/em]