Dengan mengibarkan bendera Partai Liga Nasional Demokrasi di kantornya di ibu kota Naypyitaw, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi hari Selasa (8/9) memulai kembali kampanye pemilu. Partai itu diperkirakan akan kembali memenangkan pemilu 8 November nanti dan Suu Kyi diperkirakan akan tetap menjadi penasehat negara, yang secara de facto merupakan kepala pemerintahan.
Kelompok-kelompok oposisi utama adalah Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan yang dibentuk oleh berapa purnawirawan jendral. Sejak tahun 1962 Myanmar berada di bawah kekuasaan militer. Pemerintah sipil baru mengambil alih kekuasaan pada tahun 2011.
Suu Kyi mengatakan rencananya memulai kampanye dengan tur ke daerah-daerah konstituennya di luar Yangon, kota terbesar di Myanmar, dibatalkan karena pembatasan perjalanan terakit perebakan virus corona.
Setelah berhasil menekan jumlah kasus virus mematikan ini selama beberapa bulan, kini jumlahnya mulai meningkat. Kementerian Kesehatan hari Selasa melaporkan 92 kasus baru, menambah total kasus virus corona menjadi 1.610 orang.
Kasus Virus Corona Merangkak Naik
Negara bagian Rakhine di mana kebanyakan kasus baru ditemukan, kini di-lockdown, sebagaimana juga sebagian kota Yangon. Pembatasan juga dilakukan di beberapa kota lain, termasuk ibu kota Naypyitaw.
Komisi Pemilihan Umum belum memutuskan untuk menangguhkan pemilu tetapi tidak mengijinkan aktivitas kampanye di daerah-daerah di mana program “wajib tinggal di rumah” diberlakukan, yang mencakup seluruh negara bagian Rakhine dan tujuh daerah di Yangon. Keputusan ini baru akan diambil Oktober nanti.
Konstitusi Myanmar tahun 2008 yang diberlakukan ketika militer berkuasa memiliki pasal yang melarang Suu Kyi menjadi presiden karena ia memiliki anak-anak berkewarganegaraan asing. Suu Kyi menikah dengan seorang ilmuwan Inggris, Michael Aris, yang meninggal tahun 1999. Jabatan penasehat negara dibentuk untuk mengatasi masalah ini.
Meskipun partainya menang telak dalam pemilu terakhir tahun 2015, hal itu tidak memberinya kebebasan untuk menerapkan kebijakan. Konstitusi tahun 2008 justru secara otomatis memberi cukup kursi di parlemen bagi militer, untuk memblokir perubahan konstitusi apapun.
Para pemilih dalam pemilu November nanti akan memilih anggota-anggota majelis rendah dan tinggi di parlemen, serta pejabat di parlemen lokal dan nasional. Ada sekitar 7.000 kandidat dari 94 partai politik. Sejauh ini Suu Kyi merupakan politisi yang paling dikenal di antara calon-calon lain.
Dunia Soroti Penanganan Kelompok Minoritas Muslim-Rohingya
Masyarakat internasional yang semula mengagumi Suu Kyi karena perjuangan damai menentang kepemimpinan militer – yang membuatnya meraih Nobel Perdamaian Tahun 1991 – kini mengecam keras sikapnya yang membela tindakan militer terhadap kelompok minoritas Muslim-Rohingya. Sebagai penasehat negara, ia mang tidak mengawasi kinerja militer, tetapi Suu Kyi telah berulangkali menyangkal tuduhan bahwa pihak tentara telah melakukan genosida terhadap kelompok Muslim-Rohingya.
Lebih dari 700.000 warga Muslim-Rohingya melarikan diri ke Bangladesh akibat aksi kekerasan dan genosida yang dilakukan tentara Myanmar pada pertengahan tahun 2017.
UNHCR Puji Warga Lokal Aceh yang Tampung 300 Pengungsi Rohingya
Sekitar 300an di antaranya tiba di Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh Utara, Senin lalu (7/9). Badan PBB Urusan Pengungsi UNHCR hari Selasa (8/90 memuji upaya penyelamatan yang dilakukan warga lokal atas para pengungsi yang sudah terkatung-katung di laut selama lebih dari tujuh bulan itu. Sedikitnya 30 orang meninggal dunia dalam perjalanan laut yang berbahaya itu dan mayatnya dilarung ke laut, termasuk di antaranya seorang anak.
Juru bicara UNHCR Babar Baloch mengatakan, “UNHCR menyambut baik upaya penyelamatan sekitar 300 pengungsi Rohingya di Aceh, Indonesia, kemarin pagi. Sebagaimana diketahui para pengungsi ini telah berada di laut selama tujuh bulan dalam kondisi yang sangat mengenaskan.”
Dalam konferensi pers di Jenewa, UNHCR menyoroti kegagalan perjanjian “Bali Process” yang disepakati pada tahun 2015 untuk menyelesaikan krisis semacam ini.
Juru bicara Organisasi Migrasi Internasional IOM Paul Dillon menyampaikan keprihatinan tentang ketidakpedulian akan nasib warga Muslim-Rohingya yang sudah berbulan-bulan berada di tengah laut, sebagian diantaranya bahkan dipindah-pindahkan dari satu kapal ke kapal lainnya. Dillon menduga kelompok yang tiba di Aceh Senin lalu berasal dari sebuah kelompok besar yang berada di tengah laut. Sebagian dari kelompok pengungsi ini telah tiba di Langkawi, Malaysia, 8 Juni lalu. [em/jm]