Dua dari tiga pembangkit listrik tenaga nuklir Taiwan kehabisan ruang untuk limbahnya. Penumpukan limbah itu segera membuat Perusahaan Listrik Negara yang dikelola oleh pemerintah itu bulan Februari lalu mengundang tender dari perusahaan-perusahaan luar negeri yang mampu menyingkirkan limbah, menetralkan bahan radioaktif dan membuang sisa bahan bakar nuklir itu.
Perusahaan-perusahaan di Perancis, Jepang, Rusia dan Inggris secara teknis mampu melakukan pekerjaan itu, meskipun tidak ada yang mengajukan tender.
Tapi, sebulan kemudian perusahaan listrik itu membatalkan penawarannya untuk memproses 1.200 bundel bekas bahan bakar tersebut karena parlemen menolak untuk menyetujui anggaran pembuangan sebesar $367 juta.
Lin Te-fu, juru bicara Perusahaan Listrik Taiwan mengatakan perusahaan akan berusaha membujuk para legislator lagi untuk mengalokasikan dana atau berisiko mengalami krisis penyimpanan limbah di pembangkit nuklir pertama di pulau itu.
Lin Te-fu mengatakan status rencana saat ini adalah bahwa Perusahaan Listrik Taiwan akan berusaha meminta pengertian parlemen. Lin mengatakan perusahaan listrik itu akan terusberkomunikasi dengan mereka. Juru bicara itu menambahkan jika proyek pembuangan limbah itu dihentikan lagi, pembangkit nuklir Taiwan di masa depan No 1 itu kelak tidak akan dapat beroperasi.
Lin mengatakan Taiwan memiliki pilihan untuk membuang bekas bahan bakar nuklir itu untuk membersihkan tempat penyimpanan di pulau itu, tetapi rencana itu tidak bisa dilanjutkan sampai pemerintah menyetujui rencana perlindungan air.
Sementara sebagian legislator menganggap biaya pembuangan limbah nuklir ke luar negeri terlalu tinggi, para pemimpin gerakan rakyat Taiwan yang menolak tenaga nuklir menyebut berbagai risiko lainnya. Mereka menyebutnya tidak bertanggung jawab untuk mengirim plutonium dan uranium yang berpotensi berbahaya ke negara-negara lain, yang kemungkinan bisa menyebabkan kerusakan lingkungan atau materi itu bisa sampai ke tangan para teroris.
Hsu Shih-ya, peneliti dari Aliansi Aksi Warga Hijau yang berbasis di Taiwan, khawatir limbah itu akan mencemari negara lain. Hsu mengatakan metode pembuangan limbah semacam itu akan menyebabkan polusi radiasi tingkat tinggi di sekitar pembangkit pengolahan. Dia mengatakan kelompoknya tidak ingin polusi dari Taiwan dipindahkan ke negara-negara lain, yang akan merupakan hal yang sangat tidak bermoral.
Oposisi terhadap tenaga nuklir di Taiwan memuncak tahun lalu setelah lebih dari 200.000 aktivis berunjuk rasa di jalan-jalan, sehingga membuat pemerintah kemudian membatalkan rencana untuk membuka pembangkit keempat senilai $9,3 miliar. Ketiga pembangkit lain di Taiwan telah beroperasi sejak tahun 1970 dan menyumbang 12 persen listrik yang dihasilkan di pulau industri itu. Impor bahan bakar fosil adalah sumber utama tenaga listrik, tetapi pemerintah menganggapnya mahal dan mencemari lingkungan.
Para penentang tenaga nuklir kini meminta agar Taiwan tidak mengirim limbah nuklir ke luar negeri. Hsu Hsin-hsin, juru bicara Central Taiwan Anti Nuclear Action Alliance, mengatakan rencana tersebut akan menelan biaya terlalu besar tanpa menjawab imbauan untuk mengakhiri tenaga nuklir.
Sebuah perdebatan sengit mungkin akan terjadi di parlemen. Salah seorang anggota parlemen senior dari partai yang berkuasa, Tsai Chin-lung, masih berusaha untuk memutuskan bagaimana dia bisa menentukan pilihan.
Tsai mengatakan hal itu tergantung pada bagaimana partai lain akan menentukan sikap dalam masalah pembuangan limbah itu. Dia menambahkan bahwa Perusahaan Listrik Taiwan jelas ingin melaksanakan tugas ini tapi Taiwan sendiri tidak memiliki cara untuk melakukan pengolahan limbah.
Perusahaan Listrik Taiwan akan berusaha membujuk para anggota parlemen agar menyetujui anggaran untuk pengolahan limbah nuklir di luar negeri sebelum parlemen memasuki masa reses pada pertengahan tahun ini.