Beberapa lembaga swadaya non pemerintah (LSM) utama di Afghanistan pada Minggu (25/12) menangguhkan program-program kemanusiaan, sehari setelah Taliban melarang mereka mempekerjakan staf perempuan.
Petikan pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Norwegian Refugee Council (NRC), Save the Children dan CARE International mengatakan “kami tidak dapat secara efektif menjangkau anak-anak, permepuan dan laki-laki yang sangat membutuhkan di Afghanistan tanpa keberadaan staf perempuan kami.”
Para pemimpin ketiga LSM ini mengingatkan larangan Taliban itu dapat berdampak pada pengiriman bantuan yang menyelamatkan nyawa jutaan warga Afghanistan, dan mempengaruhi ribuan pekerjaan selama “krisis ekonomi besar” yang dihadapi negara miskin itu.
“Ketika kami mendapat kejelasan tentang pengumuman (Taliban) tersebut, kami menangguhkan program kami, menuntut agar laki-laki dan perempuan dapat melanjutkan bantuan penyelamatan nyawa secara setara di Afghanistan,” tambah pernyataan itu.
Ketiga LSM itu menjalankan program perawatan kesehatan, pendidikan, perlindungan anak dan peningkatan nutrisi di negara yang dilanda konflik di mana menurut PBB lebih dari separuh populasi – yang diperkirakan berjumlah 40 juta jiwa – membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Diduga Melanggar Aturan Berpakaian Islami, Taliban Larang LSM Pekerjakan Perempuan
Kementerian Ekonomi Taliban dalam sepucuk surat pada Sabtu (24/12) memerintahkan LSM lokal dan asing untuk segera menangguhkan pekerjaan para staf perempuan Afghanistan “sampai pemberitahuan lebih lanjut” karena diduga melanggar aturan berpakaian secara Islami, yaitu tidak mengenakan jilbab secara benar.
Selama setahun terakhir ini NRC telah membabtu sekitar 850.000 orang di Afghanistan, terutama di bidang pengadaan air bersih, sanitasi, tempat tinggal dan pendidikan. Kepala NRC Neil Turner mengecam keras larang itu sebagai langkah Taliban “yang mengerikan.” Dalam pernyataan melalui video kepada VOA, Turner membantah klaim Taliban bahwa LSM itu tidak mematuhi aturan berpakaian secara Islami.
“Kami telah mendapat pemberitahuan tanpa bukti apapun. Kami selalu bekerja dengan memperhatikan budaya, dan tentu saja pakaian staf perempuan kami sudah sebagaimana mestinya,” ujar Turner. Ditambahkannya, “mereka (para staf perempuan) piawai dalam mengakses beberapa daerah di mana ada kepekaan budaya yng tinggi, dan kami telah melakukannya secara efektif dan sesuai dengan semua yang diharapkan otoritas Taliban hingga sekarang ini.”
Wakil Direktur Program CARE Afghanistan Reshma Azmi mengatakan pada VOA melalui email bahwa 38 persen dari 900 staf dalam organisasi itu adalah perempuan. Kelompok ini telah membantu lebih dari 700.000 warga Afghanistan, termasuk lebih dari setengah juta perempuan.
“Sensitivitas budaya mencegah pekerja bantuan laki-laki menggantikan rekan perempuan kami karena mereka tidak dapat dengan mudah menjangkau dan terlibat dengan penerima bantuan perempuan,” ujarnya seraya menambahkan “ini jelas penting bagi perempuan dan anak perempuan yang paling rentan, seperti janda dan perempuan kepala rumah tangga, yang mungkin tidak memiliki laki-laki dalam keluarga mereka untuk terlibat atas nama mereka.”
PBB dan AS Kecam Larangan Terbaru Taliban
Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan “sangat terusik” dengan larangan itu, dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa LSM lokal dan asing “telah membantu lebih dari 28 juta warga Afghanistan yang sangat tergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.”
Amerika juga mengutuk langkah Taliban dan mengingatkan bahwa hal itu akan mengganggu bantuan menyelamatkan nyawa yang vital pada jutaan warga Afghanistan. “Perempuan adalah kekuatan operasi kemanusiaan di seluruh dunia. Keputusan ini dapat menghancurkan rakyat Afghanistan,” cuit Menteri Luar Negeri Antony Blinken di Twitter.
Taliban Tolak Kecaman AS
Juru bicara kelompok Taliban, Zabihullah Mujahid, menolak kecaman Amerika terhadap larangan terkait operasi LSM tersebut, menyebut hal itu sebagai campur tangan terhadap urusan dalam negeri Afghanistan. “Semua institusi yang ingin beroperasi di Afghanistan diwajibkan mematuhi aturan negara kami,” cuit Mujahid seraya menambahkan “kami tidak akan membiarkan siapa pun membicarakan hal-hal yang tidak beralasan tentang keputusan pemimpin-pemimpin kami dengan mengatasnamakan bantuan kemanusiaan.
Larangan memperkerjakan staf perempuan di LSM-LSM itu hanya berselang beberapa hari setelah Taliban secara tiba-tiba melarang perempuan menempuh pendidikan di perguruan tinggi milik pemerintah dan swasta di seluruh Afghanistan, yang memicu kecaman luas dunia dan seruan untuk mengubah keputusan itu.
Taliban Konsisten Berangus Hak Kaum Perempuan
Sejak mengambil alih kekuasaan pada pertengahan Agustus 2021 lalu, Taliban telah secara terus menerus mengecualikan perempuan dalam kehidupan publik dan pendidikan.
Taliban mengharuskan perempuan untuk menutup seluruh aurat di depan umum dan melarang perempuan melakukan perjalanan jauh kecuali ditemani oleh anggota keluarga laki-laki. Anak perempuan tidak diizinkan melanjutkan sekolah setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar enam tahun.
Badan-badan bantuan mengatakan pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban dan penarikan mundur pasukan internasional pimpinan Amerika telah menjerumuskan negara itu dalam kekacauan ekonomi, memperburuk krisis kelaparan yang sudah mengkhawatirkan dan mendorong jutaan lainnya dalam kemiskinan.
Krisis ekonomi ini berakar dari sanksi-sanksi yang dijatuhkan penguasa Taliban, pembatasan sektor perbankan dan penangguhan bantuan pembangunan asing pada negara yang sangat tergantung pada bantuan itu. [em/ka]
Forum