Pihak berwenang Taliban Afghanistan, Sabtu (30/12), mengkritik rencana oleh Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjuk utusan khusus untuk mempromosikan gender dan hak-hak asasi manusia (HAM) di negara itu. Taliban menyebut rencana itu "tidak diperlukan."
Pemerintahan Taliban tidak diakui secara resmi oleh negara atau badan-badan dunia mana pun. PBB menyebut pemerintahan itu sebagai "Otoritas de facto Taliban."
Banyak dari mereka yang enggan berinteraksi dengan penguasa Kabul dalam upaya agar Taliban mengurangi kontrol terhadap perempuan dan anak perempuan. Pilihan lainnya adalah membekukan hubungan sampai Taliban memberikan konsesi seperti membuka kembali kesempatan pendidikan bagi perempuan.
Pada Jumat (29/12), DK PBB mengadopsi resolusi yang menyerukan penunjukan utusan khusus untuk Afghanistan. Resolusi itu bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan dengan negara itu dan para pemimpin Taliban.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan, Abdul Qahar Baki, mengatakan "utusan khusus baru tidak diperlukan karena Afghanistan bukan zona konflik dan diperintah oleh pemerintah pusat yang mampu menangani kepentingan nasionalnya."
Dalam kiriman teks di platform X, dia mengatakan Pemerintahan Taliban menyambut baik keterlibatan yang lebih kuat dan ditingkatkan dengan PBB.
"Namun, utusan khusus makin memperumit situasi melalui penerapan solusi-solusi eksternal," imbuhnya.
“Pendekatan pemerintah Afghanistan pada akhirnya akan dipandu oleh keyakinan agama, nilai-nilai budaya, dan kepentingan nasional rakyat Afghanistan yang tidak berubah,” katanya di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, penguasa baru Kabul menegaskan hak mereka untuk menerapkan kontrol sosial yang keras sesuai dengan interpretasi mereka yang keras terhadap Islam.
Mereka menolak permohonan untuk mematuhi hukum internasional dan menganggapnya sebagai campur tangan yang tidak semestinya dalam urusan dalam negeri mereka. [ft/ah]