Sebagian daerah siap memulai kembali kegiatan ekonomi dan aktivitas sehari-hari dengan pola kelaziman baru. Namun belum semua berjalan selaras seperti sedia kala.
Ketua Pusat Studi Keluarga dan Kesejahteraan Sosial Universitas Nahdlatul Ulama UNU Yogyakarta, Saeroni, dalam diskusi daring "Tantangan Keluarga di Era New Normal: Bekerja vs Pengasuhan," Kamis (2/7), mengatakan ketika orang tua sudah harus kembali bekerja atau mencari pekerjaan baru misalnya, anak-anak masih tetap harus sekolah dari rumah.
"Kegiatan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, sehingga selama pandemi, rumah atau keluarga menjadi pusat aktivitas. Dengan dibukanya new normal, dimana dunia kerja sudah dibolehkan untuk beraktifitas kembali, tetapi pada saat bersamaan kebijakan mengenai sekolah dari rumah berlangsung sampai akhir tahun. Ini tentu menjadi persoalan baru bagi keluarga di Indonesia," kata Saeroni.
Pemerintah menyatakan 429 kota/kabupaten di Indonesia dilarang membuka sekolah untuk kegiatan belajar mengajar di tengah masa pandemi Covid-19 karena masih berada di zona kuning, oranye dan merah. Jumlah tersebut 94 persen dari populasi siswa di Indonesia. Sedangkan 6 persen lainnya atau 85 kabupaten/kota yang berada di zona hijau diperbolehkan membuka kembali aktifitas sekolah dengan protokol kesehatan dan persyaratan termasuk persetujuan orang tua
Berdasarkan protokol yang dibuat pemerintah, pada tahap pertama, siswa tingkat SMA/SMK/MA di zona hijau paling cepat diperbolehkan kembali bersekolah di tahun ajaran baru Juli ini. Dua bulan berikutnya, bulan September, tingkat SMP/MTs dan SD/ MI, tiga bulan kemudian atau akhir tahun 2020 tingkat TK/ PAUD. Aktivitas pendidikan selama ini memakai sistem daring hingga akhir 2020 mendatang.
Komisioner Ombudsman Dr. Ninik Rahayu dalam kesempatan itu mengatakan telah memberi rekomendasi pada pemerintah untuk meluluskan para siswa tanpa ujian nasional karena pandemi dan menggeser penerimaan siswa baru di awal tahun 2021. Rekomendasi pertama, ujarnya, telah disetujui pemerintah. Namun rekomendasi point kedua ditolak, pemerintah tetap menggelar tahun ajaran baru berupa penerimaan siswa baru sesuai kalender akademik.
Orang Tua Hadapi Beban Ganda
Psikolog keluarga dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Elli Nur Hayati, mengungkapkan banyak orang tua tertekan selama pandemi karena beban ganda bekerja dari rumah dan sekaligus mengawasi atau membantu anak belajar di rumah. Menurut Elli, secara kualitas waktu memang keluarga 100 persen berada di rumah, namun tuntutan pekerjaan atau tugas sekolah anak secara daring menimbulkan ketergantungan pada gawai.
"Pandemi menjadi sebuah kesempatan kebersamaan bagi pasangan orang tua menyelamatkan keluarga apapun situasinya, misalnya orang tua jobless atau menganggur, anak masih belajar dari rumah, dan orang tua kini harus mencari sumber pendapatan baru. Bayangkan situasinya seperti ini. Jadi psikis orang tua dulu harus stabil, baru bisa memberi energi dan membantu pada anaknya belajar di rumah. Orang tua harus mengakui karena tidak dididik menjadi guru, harus mengejar ketertinggalan model pendidikan sekolah anaknya," ungkap Elli.
Elli mengungkapkan selama pandemi April hingga Juni 2020 ini, telepon hotline-nya menerima 200 telepon konsultasi psikologi keluarga yang mayoritas terkait perasaan cemas orang tua dengan kondisi keluarga.
Alternatif Cara Belajar di Rumah
Sementara itu Direktur Home Schooling Anak Pelangi Yogyakarta, Intan Caesia, menyampaikan alternatif cara mengajar anak-anak di rumah, antara lain lewat video interaktif yang berisi materi pembelajaran sekolah dan sekaligus sarana bagi guru untuk melakukan pendampingan dengan video conference untuk melihat perkembangan siswanya secara berkala. Menurut Intan, ada metode pembelajaran daring yang digunakan yaitu kelompok kecil berisi 2- 5 anak hingga model privat dan intensif membuka konsultasi untuk orang tua siswa.
"Orang tua yang tadinya bekerja dari rumah, bisa mendampingi anak-anaknya belajar di rumah. Saat ini rata-rata orang tua sudah bekerja kembali di kantor sedemikian rupa. Kami berusaha untuk menyesuaikan bagaimana dengan orang tua tersebut beraktifitas. Meskipun menggunakan media digital, terkadang tidak semua anak memiliki handphone atau perangkat IT yang dibutuhkan, kami juga menyesuaikan dengan waktu luang orang tua sehingga bisa sebelum mereka berangkat bekerja ke kantor atau sesudah bekerja, pulang dari kantor," tukas Intan.
Lebih lanjut Intan mengatakan kurikulum homeschooling ini menggunakan sistem nasional yaitu Kurikulum tahun 2013 atau K 13. Intan menambahkan selama ini home schooling menjadi alternatif pendidikan jika kurang nyaman dengan pembelajaran di sekolah formal. [ys/em]