WASHINGTON, DC —
Maleke Nabbus yang berusia 14 tahun sedang bermain bola basket bersama sepupu-sepupunya di tengah panas terik. Padahal mereka sedang berpuasa.
“Tidak sulit juga. Kadang-kadang kami tidak bisa bermain dalam waktu yang lama, satu jam atau lebih misalnya,” kata Nabbus.
Sepupunya – Adeeb Baiou yang berusia 17 tahun – setuju. Ia juga bermain pada beberapa bidang olahraga lain, dan mengatakan permainan olahraganya jadi lebih kompetitif dan tegang. Itulah sebabnya, seperti kebanyakan atlet Muslim lainnya, ia memilih berbuka puasa ketika bertanding.
“Tantangan paling besar adalah kehausan tapi tidak boleh minum air,” ujar Adeeb.
Adiknya – Sabrine – lebih suka berpuasa pada musim panas karena bertepatan dengan libur sekolah.
Sabrine mengatakan, “Saya lebih suka berpuasa pada musim panas karena libur, jadi tidak perlu bangun pagi untuk bersekolah. Hari-hari mungkin terasa lebih panjang, tetapi kita bisa tidur siang hingga sore”.
Pada musim panas ini Sabrine bekerja di sebuah kafe lokal, jadi ia harus berada di antara orang-orang yang makan dan minum, sementara ia berpuasa.
“Memang agak berat menjadi orang yang menyajikan makanan dan minuman pada orang lain ketika sedang berpuasa. Sulit menyaksikannya, tetapi saya mencoba untuk tidak memikirkan hal itu,” aku Sabrine.
Serage Gerbbi yang berusia 15 tahun mengatakan banyak teman non-Muslim-nya yang heran bagaimana ia bisa tetap berpuasa.
“Awalnya mereka kaget, “bagaimana kamu bisa bertahan tanpa air seharian penuh”. Tapi mereka sangat suportif. Misalnya kadang-kadang mereka merasa tidak enak sendiri ketika makan di depan saya. Padahal saya baik-baik saja!,” papar Serage.
Serage dan teman-temannya mengatakan selama berpuasa kadang-kadang mereka merasa lapar, haus dan kelelahan, tetapi mereka memahami mengapa harus berpuasa.
Ia menambahkan, “Kita mulai merasa lebih dekat pada agama kita – lebih dekat pada Tuhan. Kedua – kita jadi ingat pada sesama, warga tidak mampu dan mereka yang menderita. Padahal kita hanya berpuasa satu hari saja”.
Sementara Adeeb Baiou mengatakan, “Karena tidak makan seharian, saya menyadari bahwa saya tidak membutuhkan semua makanan yang dimakan setiap saat”.
Meskipun anak-anak tidak diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadan, namun Nourene Nabbus yang berusia sembilan tahun berpusa penuh untuk yang kedua kalinya tahun ini.
“Saya ingin berpuasa karena ingin tahu bagaimana rasanya berpuasa bersama ayah dan ibu. Mereka berpuasa dan sebelumnya saya tidak tahu bagaimana rasanya,” kata Nabbus.
El-Mahgoub, ibu Nabbus menjelaskan, “Ia ingin berpuasa. Ketika kami mengatakan ia bisa belajar berpuasa setengah hari misalnya – karena satu hari penuh itu berat – ia tetap berkeras ingin berpuasa penuh”.
Sementara, ibu Nourene – Wafaa Elmahgob – gembira putrinya mulai berpuasa. Ia mengatakan jadi tambah gembira menyiapkan berbagai hal pada saat khusus ini, termasuk saat memasak.
Wafaa mengatakan, “Pada hari biasa – bukan pada bulan Ramadan – anda menyiapkan makanan dalam keadaan terburu-buru, ingin cepat-cepat menyelesaikan masakan. Tetapi ini berbeda pada bulan Ramadan, karena anda bisa mengatur waktu. Bahkan pada bulan Ramadan saya bisa menelfon saudara-saudara saya di luar Amerika, menanyakan resep-resep masakan dan hal-hal baru. Benar-benar menyenangkan!”.
Wafaa Elmahgob menambahkan bahwa bulan Ramadan adalah saat terbaik dalam satu tahun bagi seluruh anggota keluarga, untuk saling berinteraksi lebih dekat.
“Tidak sulit juga. Kadang-kadang kami tidak bisa bermain dalam waktu yang lama, satu jam atau lebih misalnya,” kata Nabbus.
Sepupunya – Adeeb Baiou yang berusia 17 tahun – setuju. Ia juga bermain pada beberapa bidang olahraga lain, dan mengatakan permainan olahraganya jadi lebih kompetitif dan tegang. Itulah sebabnya, seperti kebanyakan atlet Muslim lainnya, ia memilih berbuka puasa ketika bertanding.
“Tantangan paling besar adalah kehausan tapi tidak boleh minum air,” ujar Adeeb.
Adiknya – Sabrine – lebih suka berpuasa pada musim panas karena bertepatan dengan libur sekolah.
Sabrine mengatakan, “Saya lebih suka berpuasa pada musim panas karena libur, jadi tidak perlu bangun pagi untuk bersekolah. Hari-hari mungkin terasa lebih panjang, tetapi kita bisa tidur siang hingga sore”.
Pada musim panas ini Sabrine bekerja di sebuah kafe lokal, jadi ia harus berada di antara orang-orang yang makan dan minum, sementara ia berpuasa.
“Memang agak berat menjadi orang yang menyajikan makanan dan minuman pada orang lain ketika sedang berpuasa. Sulit menyaksikannya, tetapi saya mencoba untuk tidak memikirkan hal itu,” aku Sabrine.
Serage Gerbbi yang berusia 15 tahun mengatakan banyak teman non-Muslim-nya yang heran bagaimana ia bisa tetap berpuasa.
“Awalnya mereka kaget, “bagaimana kamu bisa bertahan tanpa air seharian penuh”. Tapi mereka sangat suportif. Misalnya kadang-kadang mereka merasa tidak enak sendiri ketika makan di depan saya. Padahal saya baik-baik saja!,” papar Serage.
Serage dan teman-temannya mengatakan selama berpuasa kadang-kadang mereka merasa lapar, haus dan kelelahan, tetapi mereka memahami mengapa harus berpuasa.
Ia menambahkan, “Kita mulai merasa lebih dekat pada agama kita – lebih dekat pada Tuhan. Kedua – kita jadi ingat pada sesama, warga tidak mampu dan mereka yang menderita. Padahal kita hanya berpuasa satu hari saja”.
Sementara Adeeb Baiou mengatakan, “Karena tidak makan seharian, saya menyadari bahwa saya tidak membutuhkan semua makanan yang dimakan setiap saat”.
Meskipun anak-anak tidak diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadan, namun Nourene Nabbus yang berusia sembilan tahun berpusa penuh untuk yang kedua kalinya tahun ini.
“Saya ingin berpuasa karena ingin tahu bagaimana rasanya berpuasa bersama ayah dan ibu. Mereka berpuasa dan sebelumnya saya tidak tahu bagaimana rasanya,” kata Nabbus.
El-Mahgoub, ibu Nabbus menjelaskan, “Ia ingin berpuasa. Ketika kami mengatakan ia bisa belajar berpuasa setengah hari misalnya – karena satu hari penuh itu berat – ia tetap berkeras ingin berpuasa penuh”.
Sementara, ibu Nourene – Wafaa Elmahgob – gembira putrinya mulai berpuasa. Ia mengatakan jadi tambah gembira menyiapkan berbagai hal pada saat khusus ini, termasuk saat memasak.
Wafaa mengatakan, “Pada hari biasa – bukan pada bulan Ramadan – anda menyiapkan makanan dalam keadaan terburu-buru, ingin cepat-cepat menyelesaikan masakan. Tetapi ini berbeda pada bulan Ramadan, karena anda bisa mengatur waktu. Bahkan pada bulan Ramadan saya bisa menelfon saudara-saudara saya di luar Amerika, menanyakan resep-resep masakan dan hal-hal baru. Benar-benar menyenangkan!”.
Wafaa Elmahgob menambahkan bahwa bulan Ramadan adalah saat terbaik dalam satu tahun bagi seluruh anggota keluarga, untuk saling berinteraksi lebih dekat.