Setelah gempa bumi menghantam Nepal, Prem Raja Mahat melewati malam-malamnya tanpa bisa tidur di rumahnya di Baltimore, mencoba berkali-kali menghubungi anaknya, yang mengunjungi teman dan keluarganya di kampung halaman Mahat.
“Istri saya menangis terus, 'Coba terus hubungi anak kita.' Sepanjang malam saya menelepon, tapi tidak bisa tersambung," ujarnya. “Saya tidak bisa bekerja. Saya tidak bisa tidur. Semua orang merasa sedih.”
Listrik yang tidak berfungsi dan masalah komunikasi membuat hidup hampir 6 juta warga Nepal yang tinggal di luar negeri, atau sekitar 22 persen populasi resah. Mereka mencoba untuk menghubungi keluarga mereka melalui ponsel dan app untuk mengirimkan teks secara global, dan tidak mendapatkan hasil.
Mereka terpaksa menunggu kabar yang datang sedikit demi sedikit dari negara miskin dengan penduduk 28 juta tersebut yang kini kembali ke era teknologi lama.
Peran media sosial
Mereka yang beruntung menerima telepon singkat dan teks atau pesan di Facebook. Tapi bahkan mereka tetap harus menunggu dan bertanya-tanya, sementara menonton bencana yang terjadi di TV dan media sosial, bagaimana orang-orang yang mereka cintai bertahan, apa yang mereka butuhkan dan kapan mereka bisa mendapatkan kabar lagi.
Mahat dikenal oleh jutaan orang di Nepal sebagai “Raja Musik Folk,” walaupun ia punya restoran di Baltimore selama bertahun-tahun. Ia mengatakan hari Senin (27/4) bahwa anaknya akhirnya bisa menghubungi dirinya setelah meminjam HP yang baterainya sudah diisi ulang.
“Ia tinggal di tenda, di luar rumah," kata Mahat. “Mereka masih belum merasa selamat karena masih ada gempa susulan."
Akses listrik biasanya yang membedakan bagaimana seseorang bisa menghubungi keluarganya yang terpisah dari mereka. Orang-orang di Nepal bergantung pada mobil, tenaga surya dan mesin yang menyimpan energi ketika pemadaman listrik yang dilakukan secara berkala untuk mengisi ulang telepon mereka atau kadang-kadang mengakses internet, menurut wawancara dengan beberapa anggota keluarga di luar negara tersebut.
Telepon rumah dan ponsel tidak berfungsi di banyak tempat, kata Mahat, tapi begitu ditemukan sumber energi, anaknya memberi tahu bahwa orang-orang berbagi untuk mengisi ulang baterai telepon mereka, mengedarkannya supaya semua orang bisa mencoba menghubungi keluarga mereka di luar negeri dan memberi tahu bahwa mereka baik-baik saja.
Dua hari setelah bencana itu terjadi, tim SAR masih mencoba untuk menyusuri longsor dan datang ke desa-desa kecil di pegunungan, di mana badan bantuan memperkirakan kerusakan yang terjadi dahsyat. Ini gempa bumi terburuk yang pernah terjadi di negara Asia Selatan selama lebih dari 80 tahun.
Para expat ini melakukan apa yang bisa mereka lakukan untuk bisa terhubung dengan keluarga dan teman mereka, melalui telepon, pesan teks, app media sosial, teman dari teman di Nepal yang tidak terlalu terkena dampak gempa bumi dan punya akses komunikasi yang baik.
App untuk berkirim pesan
Damodar Gautam, seorang koki di Durga, sebuah restoran Nepal di pusat kota Seoul, mengatakan ia belum bisa berbicara di telepon dengan keluarganya, tapi ia bisa untuk terhubung dengan mereka, langsung setelah berita tentang bencana tersebut beredar, lewat Facebook dan Viber, app untuk berkirim pesan. Gautam, yang tinggal di Seoul selama tiga tahun, mengatakan ada luka-luka tapi sebagian besar orang baik-baik saja.
Sejak itu, ia mengatakan, koneksi internet terus buruk. Kadang-kadang ia bisa mengirimkan pesan teks dan mendapatkan balasan.
Ia mengatakan orang-orang menggunakan mobil dan tenaga surya untuk mengisi ulang telepon mereka. Sukses atau tidaknya, menurutnya, tergantung pada situasi khusus anggota keluarga, seperti apakah mereka punya sumber tenaga dan seberapa parah kerusakan yang terjadi di sekitar mereka.
Gempa bumi hari Sabtu (25/4) berlangsung di ibukota Nepal, Kathmandu, dan juga di beberapa desa kecil dan lereng Pegunungan Everest, di mana longsor mengubur sebagian dari base camp yang berisi pendaki gunung asing yang bersiap-siap untuk mencapai puncak.
K.P. Sitoula, yang mempunyai sebuah restoran di Seoul, mengatakan keluarganya di Nepal berhasil bertahan karena mereka tinggal di daerah di Kathmandu dekat bandara yang tidak mengalami kerusakan sebesar lainnya.
Mencari tempat berlindung
Sitoula yang berusia 46 tahun, telah tinggal di Korea Selatan selama 23 tahun, menelepon orangtuanya lima menit setelah ia mendengar berita tentang gempa bumi tersebut, dan diberi tahu bahwa saudaranya selamat, walaupun mereka terpaksa harus berlindung di sekolah terdekat.
Bigyan Bhandari, seorang warga Nepal berusia 28 tahun yang bekerja di restoran Sitoula, mengatakan ia akhirnya berhasil berbicara dengan keluarganya di Kathmandu setelah mencoba berkali-kali dan gagal. “Saya merindukan keluarga saya...sangat," ujarnya, dengan air mata tergenang.
Mahat, seorang penyanyi folk dan pemilik restoran, telah mencoba untuk menghubungi teman-teman dan keluarganya, begitu juga dengan para pejabat senior yang ia kenal, tapi tidak berhasil.
Namun ia beruntung karena status selebriti yang ia sandang. Ia menerima telepon dari seorang teman yang merupakan pejabat tinggi polisi di Kathmandu, di mana lebih dari 1.000 orang tewas.
Pejabat tersebut mempunyai kekuasaan dan bisa memberikan informasi perkembangan baru tentang teman dan keluarga dan apa yang dilakukan oleh polisi lokal untuk membantu kepada Mahat.
“Orang-orang [di Nepal] tidak punya alat komunikasi, TV atau komputer, jadi kami [di luar Nepal] tidak tahu apa yang terjadi," kata Mahat. “Kami ingin memberi tahu mereka bahwa kami melakukan apa yang kami bisa lakukan untuk membantu mereka. Kami butuh tahu bahwa apakah mereka baik-baik saja atau tidak. Ada berita yang menyedihkan tentang apa yang sedang terjadi, tapi kami masih ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dari mereka langsung.”