Tautan-tautan Akses

Terdampak Covid, Pebisnis Indonesia di Jepang Beralih Jadi Pesulap Virtual


Pesulap Indonesia di Jepang, David John melakukan pertunjukan sulap lewat aplikasi konferensi video.
Pesulap Indonesia di Jepang, David John melakukan pertunjukan sulap lewat aplikasi konferensi video.

Sebuah studi PBB yang dirilis 1 Juli lalu menunjukkan pendapatan dari pariwisata global diperkirakan berkurang hingga 3.3 triliun dolar akibat pandemi virus corona. Banyak pihak terdampak hal ini, termasuk seorang diaspora Indonesia di Jepang.

Dalam waktu sekejap, David John kehilangan bisnis pariwisata yang dirintisnya selama bertahun-tahun di Tokyo. Beruntung laki-laki kelahiran Jambi ini punya keahlian lain, yaitu sulap, yang kini dibawakan secara virtual ke seluruh dunia.

Tak ada hari tanpa sulap. Dari rumahnya di Tokyo, David John menghibur para klien dengan berbagai trik... dibalut komedi... ke seluruh dunia. "Pagi saya bisa perform untuk keluarga di Paraguay, dua jam kemudian perform untuk satu keluarga di Brasil, kemudian sorenya bisa ke Amerika," ujarnya.

Lewat aplikasi konferensi video, para penonton dari segala usia diajak berinteraksi. Dan pada akhir sesi yang berlangsung satu jam, peserta diajari trik sederhana. Kareen Gunawan, seorang diaspora Indonesia di Singapura, dan anaknya yang berusia 10 tahun sangat menikmatinya.

"Pengalamannya memang menyenangkan ya, bukan cuma entertaining tapi juga ada sesuatu yang dipelajari. Dan sesudah itu bisa dipraktikkan," kata Kareen Gunawan, penonton di Singapura.

Sebuah keluarga di Jepang menyaksikan pertunjukkan sulap oleh David John secara virtual di tengah pandemi virus corona.
Sebuah keluarga di Jepang menyaksikan pertunjukkan sulap oleh David John secara virtual di tengah pandemi virus corona.

Bagi sebagian orang, kegiatan virtual semacam ini merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan di tengah pandemi virus corona yang penuh ketidakpastian. Seperti yang dialami Lisa Mast, seorang perempuan Amerika di San Francisco. Dia mengajak puteri dan cucunya yang tinggal di luar kota, untuk nonton bersama lewat layar komputer.

"Hidup saya tiba-tiba berantakan seperti semua orang. Tadinya ada beberapa orang yang tinggal dengan saya di rumah, tapi mereka keluar karena Covid. Jadi saya sendirian. Cucu dan puteri saya ada di Los Angeles. Saya rindu sekali. Saya mencari kegiatan yang bisa kami lakukan bersama," tukas Lisa.

Tak hanya menghibur keluarga atau anak-anak, David juga sering diminta perusahaan-perusahaan besar, termasuk Google dan Alibaba, untuk menghibur para karyawannya.

"Karena sekarang para karyawan bekerja dari rumah dan mereka ingin menjaga kesehatan mental, supaya semua masih tetap bisa bekerja dengan kesehatan mental yang bagus. Buat mereka itu sesuatu yang penting," ujar David John lagi.

Menjadi pesulap global penuh waktu tak pernah terbayangkan oleh David yang sudah tinggal di Jepang selama 20 tahun ini. Setelah meninggalkan dunia IT beberapa tahun lalu, dia kemudian merintis bisnis pariwisata di Tokyo. Ayah satu anak ini menyediakan layanan tur keliling Jepang kepada turis internasional, banyak diantaranya dari Indonesia.

Dia juga pernah membuat program televisi "Kokoro NoTomo" yang menampilkan kebudayaan Jepang di sebuah stasiun TV swasta di Indonesia.

Selama 12 tahun lebih, sulap hanya jadi pekerjaan sampingan di akhir pekan. Tapi semua berubah ketika wabah COVID-19 melanda Jepang, katanya kepada VOA.

"Bisnis pariwisata itu bener-bener anjlok hampir dalam semalam semua hilang. Dan sekarang apa yang kita lakukan sebagai entertainer. Saya beruntung ya saya (bersyukur) kepada Yang Maha Kuasa saya punya skill lain yang bisa saya pakai untuk berkarir," lanjut David.

Sejak April, laki-laki 43 tahun ini telah melakukan lebih dari 70 pertunjukan secara virtual. Dia mempromosikan lewat platform Airbnb dan memasang harga mulai dari $12 dolar atau sekitar 172.000 rupiah per orangnya.

Terdampak Covid, Pebisnis Indonesia di Jepang Beralih Jadi Pesulap Virtual
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:01 0:00


Tapi seiring dengan meningkatnya popularitas 'online experience', semakin besar pula persaingannya. Kini ada puluhan pesulap yang menawarkan pengalaman virtual lewat platform yang sama. Karena itu, laki-laki yang mahir bahasa Indonesia, Inggris dan Jepang ini, menawarkan sesuatu yang berbeda.

"Saya menggabungkan dua unsur ini magic and tourism. Dalam performance saya itu juga jadi alasan kenapa saya menggunakan baju khas Jepang, karena inilah yang bisa membedakan saya dengan pesulap lain," imbuh David.

Untuk sekarang ini, David membawa unsur pariwisata ke dalam pertunjukan sulapnya. Tapi dia juga berharap agar bisa kembali membawa trik sulap ke bisnis pariwisatanya untuk menghibur para turis... suatu hari nanti, ketika Jepang sudah pulih dari pandemi. [vm/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG