Presiden Joko Widodo berencana membangun Terowongan Silaturahmi, yang akan dibangun di bawah tanah dan akan menghubungkan antara Masjid Istiqlal dan Gereja Kathedral, Jakarta, yang posisinya berhadapan langsung.
Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo mengatakan Terowongan Silaturahmi ini dapat menjadi simbol harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia dan juga simbol toleransi.
Meski demikian Kardinal Ignatius tidak dapat memastikan pembuatan terowongan ini akan menimbulkan dampak langsung atau akan meminimalisir atau tidak terjadinya aksi intoleransi.
Dia menjelaskan inisiatif rencana pembuatan terowongan ini berasal dari akar rumput. Salah satunya datang dari Pastor Paroki Gereja Kathedral dan juga pihak Masjid Istiqlal.
Beberapa waktu kemudian, lanjut Ignatius, perwakilan dari Gereja Kathedral berkomunikasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki HadiMuljono, yang menyambut baik gagasan ini.
“Simbol itu tidak harus berguna tetapi bermakna. Terowongan itu gunanya untuk membantu umat, masyarakat yang mau berjalan dari Istiqlal ke Kathedral atau sebaliknya itu merasa aman, ini dari segi praktis. Tetapi makna dari terowongan itu simbol silaturahmi antar anak-anak bangsa,” ungkap Kardinal Ignatius.
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, menurut Kardinal Ignatius, bahkan sempat beberapa kali mengatakan seandainya tidak dalam rangka keamanan, Imam Masjid itu menginginkan agar pagar-pagar antara Masjid Istiglal dan Gereja Kathedral di bongkar saja supaya jelas bahwa kita itu satu.
Presiden Soekarno memilih lokasi Masjid Istiqlal persis dekat dengan Kathedral agar menjadi simbol harmoni kehidupan antar umat beragama di Indonesia, ujarnya lebih jauh.
Wakil Ketua Humas Masjid Istiqlal, Abu Hurairah menyatakan adanya terowongan antara Masjid Istiqlal dan Gereja Kathedral dapat mempermudah jemaat yang hendak beribadah ke Gereja Kathedral karena lahan di Masjid Istiqlal kerap digunakan untuk memakirkan kendaraannya. Begitu juga sebaliknya lahan parkir gereja dapat digunakan, ika Masjid Istiqlal ada acara.
Setara Institute: Pembangunan Terowongan Silaturahmi Tak Selesaikan Masalah Intoleransi
Sementara itu Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menilai pembangunan terowongan silaturahmi mungkin memberi manfaat bagi mereka yang datang ke Istiglal dan Kathedral. Tetapi tidak ada manfaat apapun bagi masyakarat luas, karena menurutnya pembangunan fisik tidak akan menyelesaikan persoalan yang sudah mengakar. Menurutnya Indonesia sedang krisis darurat intoleransi. Merawat kemajemukan dan mengatasi intoleransi membutuhkan tindakan nyata, bukan sekedar simbol.
Menurut Bonar Tigor saat ini yang dibutuhkan adalah tindakan kongkrit untuk menyelesaikan kasus intoleransi yang terjadi di banyak tempat. Diantaranya kasus pengrusakan balai pertemuan yang dijadikan mushola oleh sekelompok orang yang menentang pendirian masjid dan juga kasus penolakan renovasi gereja katolik di Karimun, Riau yang terlah berdiri sejak 1928 oleh Forum Umat Islam bahkan berujung pada dicabutnya IMB oleh bupati.
Dia meminta presiden Jokowi berhenti bermain dengan seremonial dan retorika.
Bonar menyebut salah satu penyebab masih tingginya intoleransi di Indonesia adalah karena kesalahan pemerintah melihat persoalan. Pemerintah pusat dan daerah selalu melihat persoalan intoleransi secara politis.
“Kita lihat prakteknya justru banyak pemerintah daerah yang part of problem bukan solution. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan politik. Dia lebih banyak mengakomodir tuntutan dari kelompok yang dirasakan akan membawa keuntungan politik bagi dirinya," jelasnya.
Rencana pembangunan Terowongan Silaturahmi diungkapkan Presiden Jokowi saat meninjau renovasi Masjid Istiqlal, Jumat, (7/2). Pembangunan dilakukan bersamaan dengan renovasi besar di Masjid Istiqlal. [fw/em]