Setelah tertahan selama lebih dari dua bulan di atas kapal MV Voyager, di Pulau Guam, yang masuk wilayah Pasifik Amerika Serikat (AS), akhirnya ada titik terang bagi sembilan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia.
Kasus tersebut bermula ketika sembilan laki-laki asal Jawa Timur itu membawa Kapal MV Voyager milik warga Kanada, dari Indonesia ke Guam, Amerika, dengan tujuan untuk dijual.
Namun karena kondisi kapal yang tidak memadai membuat waktu tempuh yang ditentukan untuk sampai ke negeri Paman Sam itu terlewati. Ketika sampai di Guam, pemilik kapal yang tinggal di Vancouver menyampaikan bahwa pembeli mengurungkan niatnya karena kapal terlambat datang. Walhasil 9 ABK asal Indonesia yang berada di kapal itu pun tertahan di Guam, dan sejak 9 Juli hingga sekarang mereka tidak mendapatkan gaji.
Diwawancarai VOA melalui telepon, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Los Angeles, AS dan KJRI di Vancouver, Kanada sudah sejak awal menangani perkara itu bersama-sama dengan kementerian dan lembaga terkait.
"Pertama, kita memastikan kondisi dan keselamatan para ABK. Kedua, kita pastikan agar mereka bisa direpatriasi secepatnya. Kenapa kok lama (prosesnya)? Ini melibatkan berbagai macam aturan, termasuk aturan yang ditetapkan oleh patroli laut Amerika bahwa kapal itu tidak boleh kosong," kata Judha.
Judha menambahkan pihak KJRI Los Angeles dan KJRI Vancouver berkoordinasi dengan otoritas AS dan Kanada untuk memudahkan proses pemulangan sembilan ABK warga Indonesia itu.
Pemerintah juga terus “mengejar” pihak agensi, baik yang di Indonesia maupun di Guam, serta pemilik kapal, untuk bertanggung jawab dan segera memulangkan kesembilan ABK tersebut.
Menurut Judha, Kementerian Luar Negeri bersama KJRI Los Angeles dan KJRI Vancouver berupaya keras agar hak-hak sembilan ABK asal Indonesia itu terpenuhi, termasuk untuk repatriasi secepatnya ke Indonesia dan pelunasan gaji selama mereka bekerja.
“Kami sudah mendapatkan informasi berdasarkan informasi yang diterima KJRI LA ketika berhubung dengan pihak agensi disebutkan bahwa menurut rencana 9 ABK ini sedang dipersiapkan kepulangannya pada 5 November,” ungkap Judha.
Masih tertahannya sembilan ABK Indonesia ini di atas kapal disebabkan adanya berbagai macam aturan, termasuk aturan yang ditetapkan otoritas terkait di Guam bahwa kapal tidak boleh kosong, sehingga pemerintah tidak bisa begitu saja membawa kesembilan ABK itu keluar dari kapal.
Sesuai aturan internasional untuk keselamatan pelayaran, lanjut Judha, MV Voyager yang sekarang ini berada di jalur pelayaran tidak boleh ditinggal kosong. Jika ditinggalkan oleh sembilan ABK Indonesia, MV Voyager bisa terombang-ambing dibawa gelombang dan itu berbahaya.
Kesembilan ABK Indonesia saat ini dalam kondisi baik.
Hingga berita ini disampaikan pihak KJRI Los Angeles masih terus berkoordinasi dengan kapten kapal dan para ABK, serta memberikan informasi terkini soal langkah-langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Menurut Judha, pihak KJRI Los Angeles juga bekerja sama dengan komunitas masyarakat yang ada di Guam untuk memberikan bantuan logistik dan dukungan moral bagi sembilan ABK Indonesia itu.
Kesembilan ABK dari Indonesia diidentifikasi sebagai Agus Brigianto dan Ali Akbar Cholid (asal Kota Batu, Malang), Bambang Suparman, Gunawan Soeharto, Dicky Wahyu, dan Fajar Nur (asal Kota Malang), Muhammad Khafid (asal Lumajang), Fery Sujatmiko (asal Blitar), serta Yusman Sobirin (asal Sidoarjo). [fw/em]