Puluhan orangutan ditemukan tewas di desa Puan Cepuk, Kutai Kartanegara. Peneliti dari Pusat Penelitian Hutan Tropis, Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Doktor Yaya Rayadin mengatakan proses penyiksaan hingga pembunuhan orangutan itu diduga kuat memang benar terjadi. Ia telah meneliti tulang belulang yang diterimanya dari warga setempat.
Doktor Yaya Rayadin mengatakan, "Kebetulan didatangkan beberapa tulang belulang dari lokasi di mana tempat pembantaian terjadi. Nah dari tulang-tulang yang saya identifikasi di laboratorium saya, memang itu tulang orangutan dan memang kami duga tulang akibat apa
istilahnya Orang Utannya mati tidak wajar akibat pembantaian juga. Jadi ada bagian rahang dibelah, tulang rusuk juga patah dan beberapa bagian tulang yang hancur, kalau secara alami itu tidak mungkinlah. Artinya bisa saja pembantaian terjadi dari bukti-bukti itu."
Yaya juga menduga sebagian hewan-hewan ini mati karena sebagian kelompok warga setempat menilai Orangutan sebagai hama.
Medirati dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai warga hanya dijadikan kaki tangan untuk menghabisi orangutan. Menurutnya, sejumlah pemilik kebun sawit membayar warga untuk menghabisi orangutan karena dianggap sebagai hama perkebunan.
"Salah satu hal yang mereka anggap hama ketika mereka melakukan penanaman itu adalah orangutan. Bahwa kemudian banyak pihak menyalahkan masyarakat karena di beberapa kasus mereka menyediakan bayaran untuk masyarakat, (itu) sama seperti hama babi kalau misal bisa ditembak itu (harus) dibayar. Memang mungkin karena (yang tewas) adalah orangutan jadi sangat besar," ujar Medirati.
WALHI juga berkesimpulan kemungkinan orangutan masuk ke pemukiman warga atau perkebunan karena habitat mereka hilang digantikan oleh usaha bisnis atau pembalakan kayu liar.
Sementara, lembaga Center for Orangutan Protection menyatakan jumlah orangutan yang tewas hingga kini mencapai 12.000 ekor. Pembantaian orang utan terjadi pada 2009 dan memuncak sekitar Maret sampai September 2010.
Juru kampanye Center for Orangutan Protection, Daniek Hendarto mengatakan, kematian orangutan di Indonesia salah satunya karena pembukaan perkebunan kelapa sawit yang marak di Indonesia, terutama di Kalimantan.
Untuk itu kata Daniek pihaknya mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggerakkan seluruh kekuatan di Kementrian Kehutanan dan kepolisian untuk melindungi orangutan dari kejahatan dan kekejaman perusahaan perekebunan kelapa sawit di Kalimantan.
Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Darori mengatakan penyelidikan terbentur sulitnya mencari saksi yang bisa menghubungkan kematian orangutan itu dengan pelaku di belakangnya.
Darori memaparkan, "Penyidik kita bersama Polda Kaltim telah sama-sama melakukan penyelidikan. Yang ternyata kita mengalami hambatan, belum ada orang yang mau langsung bersedia menjadi saksi. Bahwa itu benar ternjadi, kebanyakan wacana, cerita sehingga kami kesulitan menemukan sesuatu yang kebenarannya kejadian itu. Namun demikian kami terus mencari informasi-informasi untuk mengumpulkan data-data tersebut."
Pembantaian orangutan di Kalimantan masih terjadi hingga kini, padahal Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem telah menetapkan orangutan merupakan hewan yang dilindungi. Bahkan orangutan telah ditetapkan sebagai hewan yang terancam punah oleh lembaga International Union for Conservation of Nature.
Tewasnya Puluhan Orangutan di Kutai Kartanegara Diduga akibat Dibantai
- Fathiyah Wardah
Pihak kepolisian Indonesia hingga saat ini terus mengusut dugaan pembantaian Orangutan di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.