Dua orang kakak beradik asal Kanada tewas secara misterius di bungalow yang mereka sewa di sebuah pulau yang damai di Thailand, diyakini karena diracun. Kurang dari seminggu kemudian, seorang perempuan Australia berumur 60 tahun ditusuk sampai meninggal dalam sebuah perampokan yang gagal di sebuah resor mewah di Phuket.
Kematian mereka merupakan kasus terakhir dalam keruwetan kekerasan dan intrik yang mengguncang pariwisata di Thailand, yang menimbulkan pertanyaan apakah negara itu menjadi ceroboh karena gagal melindungi para pelancong.
Berita-berita lainnya tidak sedramatik kasus-kasus tadi namun sama meresahkannya: Mafia taksi, waria pencuri, polusi, perkelahian antar turis, kecelakaan lalu lintas, dan masalah di bandara yaitu kesalahan radar, keterlambatan pesawat dan antrian imigrasi.
“Otoritas Pariwisata Thailand (TAT) merasa karena jumlah wisatawan naik, orang-orang memang menyukai negara ini. Masalahnya, kualitas kunjungan mereka telah menurun,” ujar Larry Cunningham, Konsul Kehormatan Australia untuk Phuket, seperti yang dilaporkan kantor berita Reuters. Phuket adalah pulau yang digambarkan oleh panduan perjalanan Lonely Planet sebagai “salah satu destinasi impian paling terkenal di dunia.”
Pemerintah telah bersumpah untuk mengatasi ‘mafia’ di wilayah-wilayah turis. Pada Februari, Cunningham meminta pemerintah Phuket untuk menghentikan operator jet ski yang mempekerjakan preman dan menuntut kompensasi untuk kerusakan peralatan yang tidak disebabkan oleh penyewa.
Tahun lalu, sebuah acara televisi Jerman menayangkan gambar bagaimana air buangan dipompa ke laut di Pantai Kata dan Pantai Karon.
Masalah-masalah tersebut sejauh ini tidak mempengaruhi daya tarik Thailand yang eksotik. Pulau-pulau berhiaskan pohon palem, kuil-kuil bertatahkan emas, makanan berempah dan kehidupan malam yang bergairah telah menarik 19 juta pengunjung pada 2011, menghasilkan pendapatan 776 miliar baht ($24.5 miliar), atau naik 31 persen dari 2010, menurut data kementerian.
Meski demikian, sumbangan pariwisata pada Produk Domestik Bruto (PDB) nyaris sama sejak 2003 dan sekarang berkisar pada 6 persen. Dengan dibukanya Myanmar sebagai destinasi wisata yang belum terjamah, Thailand ada di bawah tekanan untuk menentukan turis seperti apa yang diinginkannya.
Phuket, misalnya, berisiko bernasib sama dengan destinasi pantai lainnya: Pattaya.
Berjarak dua jam perjalanan darat dari Bangkok, Pattaya berjuang membersihkan reputasinya sebagai ‘Kota Bergelimang Dosa’ di Thailand. Berkat hiburan untuk kalangan dewasa, tingkat kejahatan dan pembangunan yang tidak terkontrol, tempat ini identik dengan kecabulan dan pantai-pantai yang kotor.
“Kami masih melihat pariwisata dalam kerangka oportunistik dan mesin penghasil uang,” ujar legislator dari pihak oposisi dan bekas menteri keuangan Korn Chatikavanij. “Kami menempatkan masa depan industri dalam risiko.”
Keselamatan wisatawan juga merupakan isu yang mendesak. Fédération Internationale de l'Automobile (FIA), sebuah badan yang menaungi olahraga motor, memperlihatkan bahwa Thailand memiliki tingkat kematian wisatawan Amerika Serikat di jalanan tertinggi di dunia ketiga, setelah Honduras. Kementerian Luar Negeri Inggris memperingatkan supaya waspada akan perampokan dan “serangan keji dari berandalan” di pulau yang terkenal sebagai tempat pesta, Koh Phangan.
Beberapa turis mengatakan bahwa standar-standar yang ada turun dari ekspektasi mereka.
“Secara umum, Thailand terasa aman, namun para pemandu wisata dan supir sekarang lebih agresif,” ujar Mattias Ljungqvist, 31, turis asal Swedia yang berkunjung pertama kalinya ke negara itu 10 tahun yang lalu.
TAT mengatakan bahwa lembaga tersebut tidak memiliki regulasi untuk mengatasi kriminalitas dan isu-isu keamanan dan perlindungan lingkungan dibebankan pada pemerintah lokal.
Namun dengan adanya rencana-rencana untuk mempromosikan Thailand di pasar-pasar baru di Amerika Selatan dan Asia Tengah, tampaknya ambisi dalam sektor pariwisata tidak berkurang.
Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra bulan lalu mengatakan bahwa kebijakan pariwisata pemerintah akan difokuskan untuk menghasilkan pendapatan 2 triliun baht dalam lima tahun ke depan. Kementerian Pariwisata dan Olahraga berencana menghabiskan 2,6 miliar baht untuk mengembangkan dan mempromosikan atraksi wisata pada 2013.
Thailand berharap mendatangkan 21 juta pengunjung tahun ini, diantaranya mereka yang akan menghabiskan uang banyak.
“Mereka yang menikmati pariwasata ekologi cenderung menghabiskan uang banyak dan kami menargetkan wisawatan semacam itu,” ujar Chattan Khunjara Na Ayudhya, direktur hubungan masyarakat TAT. (Reuters/Amy Sawitta Lefevre)
Kematian mereka merupakan kasus terakhir dalam keruwetan kekerasan dan intrik yang mengguncang pariwisata di Thailand, yang menimbulkan pertanyaan apakah negara itu menjadi ceroboh karena gagal melindungi para pelancong.
Berita-berita lainnya tidak sedramatik kasus-kasus tadi namun sama meresahkannya: Mafia taksi, waria pencuri, polusi, perkelahian antar turis, kecelakaan lalu lintas, dan masalah di bandara yaitu kesalahan radar, keterlambatan pesawat dan antrian imigrasi.
“Otoritas Pariwisata Thailand (TAT) merasa karena jumlah wisatawan naik, orang-orang memang menyukai negara ini. Masalahnya, kualitas kunjungan mereka telah menurun,” ujar Larry Cunningham, Konsul Kehormatan Australia untuk Phuket, seperti yang dilaporkan kantor berita Reuters. Phuket adalah pulau yang digambarkan oleh panduan perjalanan Lonely Planet sebagai “salah satu destinasi impian paling terkenal di dunia.”
Pemerintah telah bersumpah untuk mengatasi ‘mafia’ di wilayah-wilayah turis. Pada Februari, Cunningham meminta pemerintah Phuket untuk menghentikan operator jet ski yang mempekerjakan preman dan menuntut kompensasi untuk kerusakan peralatan yang tidak disebabkan oleh penyewa.
Tahun lalu, sebuah acara televisi Jerman menayangkan gambar bagaimana air buangan dipompa ke laut di Pantai Kata dan Pantai Karon.
Masalah-masalah tersebut sejauh ini tidak mempengaruhi daya tarik Thailand yang eksotik. Pulau-pulau berhiaskan pohon palem, kuil-kuil bertatahkan emas, makanan berempah dan kehidupan malam yang bergairah telah menarik 19 juta pengunjung pada 2011, menghasilkan pendapatan 776 miliar baht ($24.5 miliar), atau naik 31 persen dari 2010, menurut data kementerian.
Meski demikian, sumbangan pariwisata pada Produk Domestik Bruto (PDB) nyaris sama sejak 2003 dan sekarang berkisar pada 6 persen. Dengan dibukanya Myanmar sebagai destinasi wisata yang belum terjamah, Thailand ada di bawah tekanan untuk menentukan turis seperti apa yang diinginkannya.
Phuket, misalnya, berisiko bernasib sama dengan destinasi pantai lainnya: Pattaya.
Berjarak dua jam perjalanan darat dari Bangkok, Pattaya berjuang membersihkan reputasinya sebagai ‘Kota Bergelimang Dosa’ di Thailand. Berkat hiburan untuk kalangan dewasa, tingkat kejahatan dan pembangunan yang tidak terkontrol, tempat ini identik dengan kecabulan dan pantai-pantai yang kotor.
“Kami masih melihat pariwisata dalam kerangka oportunistik dan mesin penghasil uang,” ujar legislator dari pihak oposisi dan bekas menteri keuangan Korn Chatikavanij. “Kami menempatkan masa depan industri dalam risiko.”
Keselamatan wisatawan juga merupakan isu yang mendesak. Fédération Internationale de l'Automobile (FIA), sebuah badan yang menaungi olahraga motor, memperlihatkan bahwa Thailand memiliki tingkat kematian wisatawan Amerika Serikat di jalanan tertinggi di dunia ketiga, setelah Honduras. Kementerian Luar Negeri Inggris memperingatkan supaya waspada akan perampokan dan “serangan keji dari berandalan” di pulau yang terkenal sebagai tempat pesta, Koh Phangan.
Beberapa turis mengatakan bahwa standar-standar yang ada turun dari ekspektasi mereka.
“Secara umum, Thailand terasa aman, namun para pemandu wisata dan supir sekarang lebih agresif,” ujar Mattias Ljungqvist, 31, turis asal Swedia yang berkunjung pertama kalinya ke negara itu 10 tahun yang lalu.
TAT mengatakan bahwa lembaga tersebut tidak memiliki regulasi untuk mengatasi kriminalitas dan isu-isu keamanan dan perlindungan lingkungan dibebankan pada pemerintah lokal.
Namun dengan adanya rencana-rencana untuk mempromosikan Thailand di pasar-pasar baru di Amerika Selatan dan Asia Tengah, tampaknya ambisi dalam sektor pariwisata tidak berkurang.
Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra bulan lalu mengatakan bahwa kebijakan pariwisata pemerintah akan difokuskan untuk menghasilkan pendapatan 2 triliun baht dalam lima tahun ke depan. Kementerian Pariwisata dan Olahraga berencana menghabiskan 2,6 miliar baht untuk mengembangkan dan mempromosikan atraksi wisata pada 2013.
Thailand berharap mendatangkan 21 juta pengunjung tahun ini, diantaranya mereka yang akan menghabiskan uang banyak.
“Mereka yang menikmati pariwasata ekologi cenderung menghabiskan uang banyak dan kami menargetkan wisawatan semacam itu,” ujar Chattan Khunjara Na Ayudhya, direktur hubungan masyarakat TAT. (Reuters/Amy Sawitta Lefevre)