Menlu AS, Rex Tillerson tiba di Moskow hari Selasa (11/4), dengan lebih sedikit bahan yang diharapkan Amerika dan Inggris bisa digunakannya untuk meyakinkan Rusia supaya berhenti mendukung presiden Suriah, Bashar al Assad.
Pertemuan para menteri negara-negara G-7 hari Selasa di kota Lucca, Italia, gagal menyepakati sanksi yang tertarget terhadap militer Rusia dan Suriah, dengan alasan bahwa penyelidikan terlebih dahulu harus mengukuhkan siapa yang menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil Suriah pekan lalu.
“Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi lagi,” kata Tillerson kepada wartawan ketika bersiap ke Moskow, dimana ia akan menyampaikan ultimatum. “Kita ingin meringankan penderitaan rakyat Suriah. Rusia dapat menjadi bagian dari masa depan itu dan memainkan peran penting,” katanya.
“Atau Rusia dapat mempertahankan aliansi dengan kelompok ini, yang kami percaya tidak akan bermanfaat bagi kepentingan jangka panjang Rusia,” imbuhnya.
Serangan kimia memicu protes dunia dan serangan rudal AS yang menandai titik balik pendekatan dalam pemerintahan Trump dalam menanggapi konflik yang telah berlangsung selama tujuh tahun itu.
Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris, Theresa May sepakat menekan Rusia untuk menjauhkan diri dari Assad menyusul serangan kimia dengan memberlakukan sanksi tertarget tetapi kedua negara, Jerman dan Italia, yang memimpin G-7, tidak setuju.
Presiden Rusia Vladimir Putin “tidak boleh disudutkan,” kata Menteri Luar Negeri Italia, Angelino Alfano, Selasa.
Sementara itu, Putin menyerukan kepada PBB hari Selasa, untuk mengadakan penyelidikan atas serangan pekan lalu itu. Tanpa rincian, ia juga mengatakan Rusia telah menerima informasi intelijen tentang "provokasi'' terencana dengan menggunakan senjata kimia yang akan membuat pemerintah Suriah menjadi kambing hitam. [ps/ds]