Anggota Tim Advokasi Papua Nelson Simamora mengatakan kuasa hukum yang mendampingi enam tersangka makar asal Papua dan Papua Barat mendapat berbagai halangan dari Polda Metro Jaya. Halangan tersebut antara lain adalah kuasa hukum tidak dapat melihat proses pemeriksaan dan larangan kuasa hukum membawa peralatan elektronik.
Di samping itu, penahanan tersangka di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat juga menyulitkan keluarga untuk berkunjung. Sebab, keluarga diwajibkan membuat surat terlebih dahulu ke Direktur Reserse Kriminal Umum di Polda Metro Jaya sebelum berkunjung.
"Dan di dalam itu, sempat kita berkunjung, Surya mengeluh dia ditaruh di tempat terpisah, selnya panas dan pengap," jelas Nelson Simamora di Gedung Ombudsman, Jakarta, (11/9).
Nelson berpendapat para tersangka makar semestinya cukup ditahan di rumah tahanan di Jakarta atau tahanan Polda Metro Jaya yang akses untuk kuasa hukum dan keluarga lebih mudah. Alasannya, kata dia, tidak ada ketentuan yang mewajibkan para tersangka makar ini ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua.
Nelson menilai tindakan polisi ini tidak sesuai dengan aturan minimum standart tentang penahanan. Karena itulah, Tim Advokasi Papua melaporkan Polda Metro Jaya ke Ombudsman.
Ia berharap Ombudsman dapat cepat memeriksa pengaduan ini dan mengunjungi tahanan, serta melakukan tindakan-tindakan lainnya sesuai aturan yang berlaku.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, mengatakan akan segera menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan Tim Advokasi Papua. Ombudsman Jakarta akan memanggil para penyidik Polda Metro Jaya dan pihak-pihak lain yang menangani enam tersangka makar ini untuk dimintai keterangan.
"Kami mungkin akan menggunakan reaksi cepat Ombudsman khususnya terkait dengan penempatan para tersangka ini di Mako Brimob. Karena penempatan di Mako Brimob ini yang menjadi penyebab sulitnya para penasehat hukum untuk memberikan akses penanganan hukum kepada para tersangka. Dan hak-hak para tersangka juga sulit dipenuhi, karena standar di Mako Brimob berbeda dengan rutan lainnya," jelas Teguh.
Menanggapi hal tersebut, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono, menjelaskan makar merupakan pidana luar biasa yang berbeda dengan kasus pidana lainnya. Menurutnya, berdasarkan pasal 115 KUHAP, penasehat hukum untuk kasus makar hanya bisa melihat pemeriksaan dari jauh.
"Jadwal menjenguk tahanan ada hari tertentu yaitu Selasa dan Kamis," jelas Argo Yuwono melalui pesan online ke VOA, (11/9).
Penetapan tersangka makar terhadap 6 orang ini merupakan buntut dari pengibaran Bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara pada Rabu (28/8) lalu. Aksi ini dipicu oleh tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. [sm/ft]