Lima bulan sejak kasus COVID-19 pertama di Indonesia, kewaspadaan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan nampak mulai longgar. Di banyak tempat, nampak orang tidak menghiraukan jaga jarak atau pun kapasitas ruangan.
Situasi itulah yang membuat Prof. Emir Mauludi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan Yu-Ngantri, sebuah sistem pemantau jaga jarak dan kapasitas ruangan otomatis.
“Kalau misalnya kita ke kafe, restoran, lama-lama kita merasa bahwa pandemi ini sudah nggak ada. Ketika orang beraktivitas itu, orang lupa bahwa kita masih pandemi COVID-19,” ujarnya kepada VOA saat ditemui di Bandung, baru baru ini.
Dosen teknik elektro ini menjelaskan, Yu Ngantri terdiri atas kamera, mini-PC, dan monitor. Sistem ini dirancang untuk dua tugas utama, yakni, pertama, memantau jarak antar orang dan memberitahu jika ada yang terlalu berdekatan; dan kedua, menghitung orang yang keluar masuk ruangan, sehingga kapasitas maksimum ruangan bisa diketahui secara real time.
"Jadi kita perlu asisten, yang paling penting adalah menjaga jarak, di situ fungsi utama dari Yu-Ngantri,” tambahnya.
Prof. Emir mengembangkan sistem tersebut selama 2 bulan. Dia dibantu timnya, Richard (mahasiswa pascasarjana ITB), Alam (mahasiswa ITB), dan Satria (alumni Universitas Telkom).
Richard, yang menangani user interface and experience, menjelaskan sistem ini memanfaatkan computer vision.
“Jadi sebelumnya udah kita ajarin (sistem) manusia itu seperti apa kalau lagi berdiri atau lagi duduk. Kita bikin juga dia bisa mendeteksi jarak antar-individu seperti apa,” terangnya.
"Jadi dia secara real time mendeteksi jarak antar orang, selanjutnya dia laporkan ke web,” terangnya, seraya menambahkan semua data dapat dipantau lewat handphone dan komputer.
Sistem Yu Ngantri dapat dipasang di mana saja, tambah Richard, mulai dari sekolah, bank, bahkan supermarket.
“Begitu juga dengan minimarket, warung juga, baik itu yang duduk, menunggu, berdiri, mengantre, semua bisa tertib menjalankan social distancing,” tambahnya.
Richard mengatakan, sistem ini berjalan otomatis dan tidak butuh operator. Namun keberadaan manusia dapat melengkapi.
“Kadang kalau orang-orang nggak tertib butuh sentuhan fisik untuk memperingatkan. Mungkin di lapangan bisa pakai petugas keamanan untuk bantu sistem kita ini,” tambahnya.
Saat ini sistem Yu-Ngantri sudah dipasang di Kantor Pusat Badan Zakat Nasional (Baznas) di Jakarta. Prof. Emir berharap sistem yang timnya kembangkan dapat digunakan di kantor, pusat perbelanjaan, stasiun, dan bandara.
Sebelum “Yu-Ngantri”, akademisi ITB lainnya juga terlibat mengembangkan ventilator “Vent-I”. Kolaborasi ITB, Unpad, dan Masjid Salman itu memproduksi 1000 ventilator dasar untuk membantu pasien COVID-19 yang sesak nafas. [rt/rw/ab]