Anggota Tim Kemanusiaan Nduga, Pater Jhon Jongga, mengatakan sebagian besar pengungsi dari wilayah Kabupaten Nduga tidak mau menerima bantuan pemerintah yang disalurkan melalui TNI-Polri. Alasannya, kata dia, pengungsi masih trauma dengan keberadaan militer di sana.
Tim Kemanusiaan Nduga mencatat ada lebih dari 30 ribu pengungsi asal Nduga yang tersebar di berbagai wilayah sekitar. Antara lain di Wamena, Distrik Mapenduma, dan Distrik Mugi.
"Mungkin pejabat-pejabat di Jakarta katakan kami sudah dibantu, kenapa ditolak. Dalam pertemuan kami dengan masyarakat, mereka katakan ‘kami tidak mau terima bantuan oleh musuh kami yaitu tentara’. Karena itu kalau ini betul bantuan dari Kementerian Sosial, dari Presiden, maka tidak boleh melalui militer," jelas Pater Jhon Jongga di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, Rabu (14/8).
Sementara itu, anggota Tim Kemanusiaan Nduga lainnya, Theo Hesegem, mengatakan jumlah korban jiwa sepanjang Desember 2018 hingga Juli 2019 mencapai 182 orang. Menurutnya, sebagian besar korban meninggal merupakan anak-anak dengan rentang usia 1-18 tahun karena sakit dan lapar.
Theo Hesegem memaparkan, selain 182 korban jiwa, ada dua orang lagi yang diduga masih hidup dan salah satunya adalah batita berusia satu tahun.
Dia menambahkan data Kementerian Sosial yang menyebutkan jumlah korban jiwa lebih sedikit, yaitu 53 orang, karena data yang disusun tim kesehatan dari Maret-Juli 2019 belum dimasukkan. Theo mendesak pemerintah segera menarik pasukan militer dari wilayah Nduga untuk mengakhiri konflik ini.
Menanggapi hal tersebut, Staf Ahli Kedeputian 5 Kantor Staf Presiden Theo Litaay mengatakan akan berkoordinasi dengan lembaga sosial dan keagamaan di Papua untuk penyaluran bantuan bagi pengungsi. Kendati demikian, menurut Theo, untuk penarikan pasukan militer belum dapat dilakukan karena pertimbangan keamanan di Nduga.
"Kita kan belum tahu itu dilakukan oleh siapa dan ada persoalan keamanan di sana. Dan berkaitan juga dengan aksi kelompok separatis. Saat ini kita fokus pada penanganan pengungsi dulu, kalau soal pertimbangan keamanan dan penempatan militer masalah lain," jelas Theo Litaay saat dihubungi VOA, Rabu (14/8).
Pengungsi Anak
Pater Jhon Jongga menambahkan tim juga mencatat ada 637 anak sekolah SD-SMP yang berada di pengungsian Wamena. Jumlah tersebut belum termasuk anak-anak yang berada di tempat pengungsian lain.
Pater Jhon meminta pemerintah agar memperhatikan pendidikan anak-anak pengungsi tersebut. Hal tersebut guna mencegah mereka bergabung dengan kelompok bersenjata yang ada.
Konflik di wilayah Nduga bermula dari pembunuhan terhadap puluhan pekerja proyek jembatan PT Istaka Karya pada Desember tahun lalu di Gunung Kabo oleh kelompok bersenjata. Operasi militer kemudian dilakukan TNI dan Polri untuk mengejar pelaku pembunuhan yang diduga dilakukan anggota Organisasi Papua Merdeka. [sm/ft]