Rakyat Korea Selatan Rabu (9/3) memberikan suara untuk memilih presiden baru, mengakhiri kampanye yang ditandai dengan tuduhan korupsi tingkat tinggi dan serangan pribadi yang pahit.
Kandidat liberal, mantan gubernur provinsi Lee Jae-myung, dan saingannya dari partai konservatif, mantan jaksa Yoon Seok-youl, bersaing ketat. Mereka bertarung untuk menggantikan Presiden Moon Jae-in yang secara konstitusional dilarang mencalonkan diri untuk masa jabatan lima tahun kedua.
Korea Selatan tidak kekurangan masalah mendesak, mencakup meroketnya harga perumahan, angka pengangguran kaum muda yang tinggi, dan perlambatan ekonomi akibat pandemi. Tetapi perdebatan tentang masalah-masalah itu dibayangi perselisihan sengit antara kedua kandidat, yang menurut banyak pengamat, telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi.
Menurut jajak pendapat, kedua kandidat sangat tidak popular sehingga banyak media menyebut persaingan mereka sebagai "pemilihan orang yang tidak popular." Tetapi itu mungkin tidak menghambat jumlah pemilih.
Mulai pukul 3 sore waktu setempat, 68 persen pemilih terdaftar telah memberikan suara. Itu empat persen lebih tinggi dari waktu yang sama dalam pemilihan presiden terakhir pada 2017. Hingga tengah hari, banyak TPS di Seoul tidak terlalu padat. Itu mungkin karena rekor 37 persen memanfaatkan pemungutan suara awal.
Pemenang baru akan diumumkan Kamis pagi (10/3), karena pemilu itu dipandang sebagai salah satu yang paling sengit dalam sejarah Korea Selatan.
Pemilihan itu dilakukan sementara Korea Selatan mengalami ledakan kasus virus corona karena varian omicron yang sangat menular. Pada Rabu, negara itu melaporkan sekitar 340.000 infeksi – sebuah rekor. Namun, tingkat kematian COVID-19 Korea Selatan tetap jauh lebih rendah daripada di negara maju lainnya. Para pejabat memperkirakan kasus akan memuncak akhir bulan ini dan sudah mulai melonggarkan pedoman jarak sosial dalam pergeseran menuju hidup dengan virus tersebut. [ka/ab]