Warga Tibet digambarkan di media resmi Tiongkok sebagai bagian kelompok minoritas yang bahagia dengan tradisi beragam yang termasuk nyanyian, tarian, dan seni memanah. Gambaran itu mendukung klaim Pemerintah Tiongkok bahwa taraf hidup warga Tibet meningkat dan mereka bahagia.
Tanzen Lhundup, yang bekerja pada Pusat Kajian Masalah Tibet di Tiongkok, mengatakan keprihatinan Tiongkok atas warga Tibet tulus.
Ia mengatakan, “Pemerintah telah banyak berinvestasi untuk memperbaiki kondisi hidup, infrastruktur, dan pendidikan rakyat Tibet. Pemerintah memperkenalkan sejumlah besar kebijakan istimewa untuk mendukung wilayah-wilayah Tibet. Perubahan-perubahan di Tibet dan wilayah-wilayah Tibet sangat mendasar.”
Walaupun perekonomian lokal berkembang, rasa putus asa di kalangan etnik Tibet juga berkembang. Dalam setahun terakhir hampir 30 orang telah membakar diri, sengaja menunjukkan bahwa mereka lebih baik mati daripada hidup di bawah kekuasaan Tiongkok.
Banyak demonstrasi anti-Tiongkok yang terjadi baru-baru ini, seperti yang terjadi minggu lalu di Provinsi Qinghai, melibatkan biksu-biksu Budha, yang telah lama berperan penting dalam budaya Tibet.
Di Provinsi Gansu, biksu yang minta namanya tidak disebutkan ini mengatakan, “Kami tidak punya kebebasan, tidak ada kebebasan beragama, bahkan kebebasan berbicara. Tekananannya terlalu besar. Rakyat tidak punya pilihan, jadi kami berdemonstrasi.”
Demonstrasi dan aksi bakar diri tidak menghasilkan perubahan besar dari Tiongkok.
Lian Xiangmin, yang juga bekerja pada Pusat Kajian Masalah Tibet di Tiongkok, mengumandangkan pandangan pemerintah bahwa demosntrasi-demonstrasi itu direkayasa – tidak terkait dengan kepedihan rakyat.
Ia mengatakan, “Menurut saya, pertama-tama, mereka yang merencanakan insiden-insiden itu harus berhenti melakukannya. Kedua, Dalai Lama harus mengeluarkan pernyataan untuk menghimbau diakhirinya aksi-aksi itu dan menyatakan penentangan atas tingkah laku seperti itu. Ketiga, media harus berhenti membesar-besarkan insiden itu.”
Di Tiongkok, demosntrasi-demonstrasi berlalu begitu saja tanpa diliput media pemerintah, yang lebih memusatkan perhatian pada ritual yang menekankan bahwa Tibet tidak bisa dipisahkan dari wilayah Tiongkok.
Dalai Lama, yang tetap merupakan lambang spiritual dan politik yang kuat bagi warga Tibet, menahan diri untuk tidak mengomentari aksi bakar diri.
Bagi kedua pihak, aksi bakar diri tetap merupakan gejala masalah bahwa pihak yang satu menolak pengakuan pihak lainnya.