Sekitar 30 kapal termasuk kapal tanker, pengangkut curah dan lapisan pipa telah ditahan oleh TNI Angkatan Laut Indonesia dalam tiga bulan terakhir karena dinilai berlabuh secara illegal di perairan Indonesia dekat Singapura.
Mengutip pernyataan dua pemilik kapal dan dua sumber-sumber keamanan di dunia maritim, kantor berita Reuters melaporkan sebagian kapal tersebut telah dibebaskan setelah melakukan pembayaran antara 250 ribu hingga 300 ribu dolar Amerika atau sekitar 3,5 miliar hingga 4,2 milliar rupiah.
Laporan Reuters yang mengutip puluhan sumber mengatakan pembayaran dilakukan secara tunai kepada perwira TNI AL atau melalui transfer bank ke perantara-perantara yang mengatakan bahwa mereka mewakili TNI AL Indonesia.
Reuters belum dapat mengkonfirmasi secara independen tentang klaim pembayaran kepada perwira TNI AL itu, atau memastikan siapa yang akhirnya menerima pembayaran tersebut. Namun menggarisbawahi laporan tentang pembayaran dan penahanan kapten dan anak buah kapal ABK itu pertama kali dilaporkan situs Llyod's List Intelligence.
Melakukan pembayaran ini dinilai lebih murah dibanding potensi kehilangan pendapatan dari kargo sangat berharga yang dibawa kapal, seperti minyak atau palawija, jika kapten dan ABK ditahan selama berbulan-bulan ketika kasus pelanggaran itu disidangkan di pengadilan.
KSAL : “Buktikan!” Jika Ada Pemerasan
Kepala Staf Angkatan Laut KSAL Laksamana Yudo Margono membantah adanya perwira TNI AL yang menerima pembayaran hingga 300 ribu dolar atau sekitar 4,2 miliar rupiah untuk membebaskan kapal-kapal yang ditahan di perairan Indonesia, dekat Singapura.
Berbicara dalam upacara hari ulang tahun (HUT) ke-76 Korps Marinir TNI AL di Cilandak, Jakarta, hari Senin (15/11), Yudo Margono menantang pembuktian atas tuduhan itu. “Kalau ada isu-isu seperti itu, ya silahkan, buktikan! Siapa yang kasih itu. Jadi jangan hanya menyampaikan isu yang tidak jelas,” ujarnya.
Lebih jauh Yudo Margono mempertanyakan kemunculan berita-berita miring terhadap penegakan hukum di perairan Indonesia. "Ini saya kira kasus yang sering diisukan seperti itu dan ini adalah wujud penegakan kedaulatan, penegakan hukum di wilayah perairan kita. Selalau setiap kita melaksanakan penegakan hukum secara ketat, dari luar selalu memberikan isu-isu yang negatif. Jelas itu adalah kapal asing yang menggunakan perairan kita untuk parkir, padahal mereka ini akan antre ke pelabuhan Singapura," ujarnya kepada wartawan di Jakarta.
DFW : TNI AL Sedianya Lakukan Penyelidikan Tuntas
Diwawancarai VOA hari Rabu (17/11), Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohamad Abdi Suhufan meminta TNI AL menyelidiki kasus pemerasan itu secara tuntas. Terlebih karena kabar pemerasan ini sudah menjadi selentingan sejak lama dan beredar luas di kalangan pelaut dan awak kapal.
"Ini sekaligus untuk memberikan bukti kepada masyarakat bahwa Angkatan Laut memiliki respon cepat terhadap berita-berita kurang memberikan manfaat atau merugikan Angkatan Laut. Saya kira Angkatan Laut perlu sadar dan melakukan introspeksi diri untuk melakukan investigasi terhadap hal tersebut secara internal," kata Abdi.
Abdi menegaskan TNI AL harus tetap melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal asing di perairan Indonesia, tidak perlu memperdulikan isu atau serangan balik dari pihak luar. Sebab penegakan hukum itu menyangkut integritas Indonesia dalam hal menjaga perairan nasional supaya tidak terjadi kejahatan, pencurian, dan sebagainya.
DFW Kerap Terima Laporan Pungutan Liar terhadap Kapal Lokal
Menurut Abdi, selama ini pihaknya mendapatkan laporan mengenai pungutan liar yang dilakukan oleh TNI AL dari pelaku usaha atau awak kapal yang bekerja di dalam negeri. Dia menyebutkan pemerasan yang dilakukan TNI AL lazim dialami terutama oleh kapal-kapal ikan yang beroperasi di perairan perbatasan di Sulawesi Utara dan Merauke, Papua. Juga kabarnya di Muara Baru, Jakarta Utara, ada pungutan liar.
Modusnya, lanjut Abdi, adalah beberapa personel TNI AL mencegat kapal ikan di tengah laut dan kemudian memeriksa dokumen kapal. Kalau ada satu atau dua dokumen yang tidak lengkap, itu menjadi alat bukti oleh mereka untuk menahan kapal dan menuntut pemilik membayar uang sebagai tebusan untuk melepas kapal ikan tersebut.
Abdi menambahkan pungutan liar itu dapat dalam bentuk uang atau menyerahkan hasil tangkapan. Kalau pemerasan dalam bentuk uang, nilainya bisa mencapai 500 ribu hingga 1 juta rupiah per kapal. Jika dalam bentuk hasil tangkapan, setelah berlabuh diminta sebanyak 5-10 kilogram ikan. Pemerasan semacam ini biasanya dilakukan oleh oknum kepolisian.
Abdi menjelaskan pemerasan dilakukan setiap hari ketika kapal-kapal ikan keluar atau masuk pelabuhan.
Untuk menekankan praktek pemerasan itu, tegas Abdi, TNI AL harus meningkatkan pengawasan terhadap para personelnya yang bertugas di pulau-pulau terluar dan pelabuhan-pelabuhan di mana kerap terjadi praktik tersebut. TNI AL dan Polri juga harus mensosialisasikan nomor telepon aduan yang bisa dipakai para pelaut atau nakhkoda yang menjadi korban pemerasan aparat.
TNI AL : Beberapa Kapal Asing Lakukan Pelanggaran Hukum di Wilayah Indonesia
Dalam kalrifikasi tertulis TNI yang diterima oleh VOA, TNI AL membenarkan bahwa tiga bulan belakangan pihaknya telah memeriksa beberapa kapal asing yang melanggar hukum di wilayah perairan Indonesia, khususnya di sekitar Kepulauan Riau.
Sebagian kapal melakukan lego jangkar tanpa izin dari otoritas pelabuhan di perairan Indonesia, berhenti atau mengapung dalam waktu yang tidak wajar dan dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pelayaran, berlayar tanpa mengibarkan bendera sebagai identitas kapal, menyimpang dari rute pelayaran dan lain-lain.
TNI AL Sayangkan Beredarnya Informasi Tanpa Konfirmasi
TNI AL menegaskan tidak benar ada personelnya yang meminta atau menerima uang antara 250 ribu hingga 300 ribu dolar untuk melepaskan kapal-kapal yang melakukan pelanggaran tersebut.
Kemungkinan pemilik-pemilik kapal mengeluarkan sejumlah uang kepada agen yang mereka tunjuk untuk berbagai kebutuhan, antara lain pengurusan surat atau administrasi lego jangkar, port clearance, biaya pandu, sewa sekoci, BBM kapal serta kebutuhan awak kapal selama proses hukum yang dibayarkan kepada pihak ketiga yang menyediakan jasa pelayanan – bukan kepada TNI AL.
TNI AL menilai tuduhan itu sangat serius dan berdampak pada pencemaran nama baik TNI AL sebagai institusi. TNI AL menyayangkan beredarnya informasi itu tanpa memberikan waktu yang cukup bagi pihaknya untuk mengklarifikasi.
TNI AL menyatakan kapal-kapal yang dikawal menuju Pangkalan TNI AL di Batam harus dilakukan untuk menjalani proses hukum, bukan untuk negosiasi yang berakhir dengan pembayaran uang tebusan. [fw/em]