Topan terkuat yang menerjang Korea Selatan dalam beberapa tahun ini hari Selasa (6/9) membawa hujan dengan curah 100 sentimeter, menghancurkan jalan-jalan dan menumbangkan tiang listrik. Tetapi jumlah korban yang tewas, tiga orang, kemungkinan akan lebih tinggi lagi jika tidak ada langkah proaktif evakuasi dan penutupan sekolah-sekolah, kata para pejabat.
Selain itu ada pula kesadaran masyarakat yang lebih besar mengenai badai dan risikonya. Topan Hinnamnor menimbulkan dampak hanya beberapa pekan setelah hujan lebat di sekitar ibu kota, Seoul, menyebabkan banjir yang menewaskan sedikitnya 14 orang.
Para pejabat pemerintah telah menetapkan negara itu dalam siaga tinggi selama berhari-hari sementara Hinnamnor mendekat, memperingatkan tentang kemungkinan kehancuran yang sangat besar dan mulai melakukan langkah-langkah penyelamatan jiwa.
Setelah mendarat di pulau resor Jeju dan menghantam daratan di dekat kota pelabuhan Busan, Hinnamnor melemah sewaktu berhembus ke arah perairan antara Semenanjung Korea dan Jepang.
Badan cuaca Korea Selatan mengatakan Hinnamnor berada di atas laut lepas 280 kilometer sebelah timur laut pulau Ulleung dengan angin melemah menjadi 115 km per jam pada Selasa sore. Badai ini diperkirakan akan melemah menjadi siklon tropis pada malam hari sewaktu bergerak menuju timur laut antara Rusia dan pulau di utara Jepang, Hokkaido, kata badan cuaca itu.
Namun, kerusakan yang ditimbulkan masih parah di kota bagian selatan, Pohang, di mana dua orang ditemukan tewas dan sedikitnya tujuh lainnya hilang setelah badai menenggelamkan jalan-jalan dan bangunan, memicu tanah longsor dan membanjiri sebuah pusat perbelanjaan.
Mobil-mobil dengan kaca jendela yang pecah dan bagasi terbuka berserakan di jalan-jalan seperti sampah. Sebuah villa dua lantai hanyut disapu banjir bandang. Tentara dikerahkan untuk membantu upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan, bergerak dengan kendaraan-kendaraan lapis baja yang melalui jalan-jalan yang berubah menjadi sungai berwarna cokelat.
Petugas pemadam kebakaran menyusuri daerah permukiman yang kebanjiran dengan perahu-perahu karet, menyelamatkan warga dan binatang peliharaan mereka. Pedagang bergegas menyelamatkan furniture dan barang-barang lainnya di pasar terbuka Guryongpo yang terkenal, di mana pekerja menggunakan ekskavator untuk membersihkan tumpukan puing yang sangat banyak.
Hujan dan banjir mengikis fondasi jembatan dan jalan raya, yang kerap hancur berkeping-keping atau terhalang pohon dan tiang listrik yang tumbang. Bangunan-bangunan pabrik miring, sementara peti kemas hanyut dan mendarat di atas mobil-mobil di tempat parkir.
“Saya terbangun pukul 5 pagi karena hujan sangat deras, dan saya sangat khawatir karena permukaan air naik hingga pintu saya,” kata Kim Seong-chang, warga Pohang, dalam wawancara dengan JTBC. “Air masih setinggi dada pada pukul 7 pagi, dan mereka yang memarkir mobil di jalan-jalan panik karena mobil mereka terendam air. Warga lainnya menguras air dari rumah mereka dengan ember.
Badai mencurahkan lebih dari 105 sentimeter hujan di Jeju, kota di bagian tengah, pada hari Minggu, di mana angin mencapai kecepatan puncak 155 km per jam. Kawasan daratan selatan dan timur juga rusak – menumbangkan papan-papan reklame dan mencerabut atap, merobohkan pohon, rambu-rambu lalu lintas dan merusak jalan-jalan.
Di Pohang, seorang perempuan berusia 70-an tewas disapu banjir bandang, sementara seorang perempuan lainnya yang berusia 60-an ditemukan tewas di tempat parkir bawah tanah yang terendam, di mana para petugas masih mencari tujuh orang lainnya. Para petugas penyelamat gagal menanggapi seorang lelaki yang meminta pertolongan sebelum ia akhirnya hilang, diduga karena disapu banjir bandang.
Di kota tetangganya, Gyeongju, seorang perempuan berusia 80-an tewas setelah rumahnya terkubur tanah longsor. Di Ulsan, juga di bagian selatan, seorang lelaki berusia 25 tahun dinyatakan hilang setelah jatuh ke sungai yang airnya meluap karena hujan, kata Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan. [uh/ab]
Forum