Presiden AS Donald Trump mengatakan ia tidak tahu menahu mengenai situs WikiLeaks setelah Julian Assange, pendiri situs pembocor rahasia itu, ditangkap di Inggris. Pria berusia 47 tahun itu tinggal di Kedubes Ekuador di London sejak 2012, namun diusir, Kamis (11/4) dan ditangkap.
Assange sudah lama mengklaim, ia kemungkinan menghadapi proses hukum di AS terkait tindakannya mempublikasikan informasi rahasia pemerintah. Reporter VOA Henry Ridgwell melaporkan dari London, penangkapan Assange itu memicu pergulatan hukum yang rumit.
Setelah 82 bulan tinggal di Kedubes Ekuador, Julian Assange secara paksa ditangkap polisi Inggris, Kamis pagi (11/4). Ekuador mengatakan, Assange telah melanggar peraturan suaka dengan terus mencampuri urusan dalam negeri negara-negara lain.
Ketika ditanya mengenai penangkapan itu, Presiden AS Donald Trump menjawab, “Saya tidak tahu apa-apa mengenai WikiLeaks, bukan urusan saya. Saya tahu ada sesuatu yang harus dilakukan terhadap Julian Assange, dan saya mengamati apa yang terjadi pada Assange. Saya kira keputusannya akan diambil oleh Jaksa Agung yang menjalankan tugasnya dengan baik. Jadi, ia yang akan mengambil keputusan.”
Selama kampanye presiden tahun 2016, Donald Trump berulangkali menyebut WikiLeaks setelah situs itu mempublikasikan email-email yang diretasnya dari Komisi Nasional Partai Demokrat.
“WikiLeaks! I love WikiLeaks.”
Pada 2010, WikiLeaks membocorkan lebih dari 700 ribu dokumen, video, kawat diplomatik, dan catatan pertempuran dari Irak dan Afghanistan, yang diperoleh mantan tentara Chelsea Manning, yang ketika itu dikenal sebagai Bradley Manning. Informasi rahasia itu mencakup laporan mengenai korban sipil dan rincian mengenai tersangka teroris yang ditahan di Teluk Guantanamo, Kuba.
Assange mengajukan permohonan suaka di Kedubes Ekuador pada 2012 setelah menghadapi tuduhan perkosaan di Swedia, yang belakangan dibatalkan. Ketika itu ia beralasan ia menghadapi kemungkinan diekstradisi ke AS.
Assange waktu itu mengungkapkan, "Karena WikiLeaks terancam, begitu juga kebebasan berpendapat dan kesehatan masyarakat kita.”
AS menuduh Assange berkonspirasi dengan Manning mengakses informasi rahasia pada komputer-komputer Departemen Pertahanan AS.
Menurut sejumlah analis hukum, kebebasan pers dilindungi Amandemen Pertama Konstitusi AS sehingga tuduhan yang tepat terhadap Assange merupakan kuncinya. Caroline Mala Corbin dari Fakultas Hukum Universitas Miami mengungkapkan, “Jika Anda melanggar hukum ketika mengumpulkan informasi, itu tidak dilindungi pasal kebebasan berbicara. Namun, jika Anda mempublikasikan informasi, sekalipun diperoleh secara ilegal, pasal kebebasan berbicara ikut menentukan.”
Para pendukung Assange mengatakan, hak-hak Assange sebagai jurnalis harus dilindungi seperti halnya jurnalis-jurnalis lain.
Hakim-hakim Inggris kini akan memutuskan apakah akan memenuhi permohonan ekstradisi AS.
Geoffrey Robertson, mantan pengacara Julian Assange, mengatakan, "Saya mempercayai sistem hukum Inggris, dan saya kira Assange akan berargumentasi bahwa ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berbicaranya."
Assange pertama-tama akan menghadapi hukuman karena menolak menyerahkan diri ke pengadilan Inggris.
Sementara itu, salah seorang perempuan Swedia yang menuduh Assange memperkosanya meminta kasusnya dibuka kembali, sehingga memperumit kasus hukum yang dihadapi Assange. [ab/lt]